
Duh! Singapura Miliki Kasus COVID-19 Terbanyak Ke-3 di Asia

Jakarta, CNBC Indonesia - Singapura, salah satu negara dengan populasi paling sedikit di Asia, kini memiliki jumlah kasus virus corona (COVID-19) tertinggi ketiga di kawasan setelah China dan India.
China dan India adalah negara terpadat pertama dan kedua di dunia. China memiliki 1.439.323.776 penduduk dan India memiliki 1.380.004.385 penduduk. Sementara Singapura hanya memiliki 5.850.342 penduduk.
Menurut Worldometers, per Senin (27/4/2020) pukul 10:45 WIB, Singapura telah memiliki 13.624 kasus corona, dengan 12 kematian dan 1.060 orang sembuh. China, yang adalah pusat awal wabah, memiliki 82.830 kasus COVID-19 dengan 4.633 kematian dan 77.474 sembuh. Sementara India memiliki 27.890 kasus corona dengan 881 korban meninggal dan 6.523 sembuh.
Penambahan jumlah kasus corona di Singapura tergolong pesat selama beberapa hari belakangan, di mana pada hari Minggu negara-kota ini melaporkan 931 kasus baru COVID-19.
Menurut Kementerian Kesehatan (MOH), mayoritas infeksi kasus COVID-19 di Singapura umumnya berkaitan dengan pekerja migran yang tinggal di beberapa asrama di negara itu.
"Hanya 15 warga negara dan penduduk tetapnya yang terinfeksi dari total kasus baru," kata pemerintah dalam sebuah pernyataan, mengutip The Star, Minggu.
"Secara terpisah, 58 kasus infeksi COVID-19 telah dipulangkan dari rumah sakit atau fasilitas isolasi masyarakat." kata MOH dalam postingan di websitenya.
Sebelumnya pada 21 April, Perdana Menteri Lee Hsien Loong telah meredam kekhawatiran akan penularan kasus corona di asrama. Ia mengatakan tidak ada satu pun kasus dari wabah terbaru di asrama yang memerlukan perawatan intensif karena pekerja migran umumnya masih muda dan memiliki gejala sakit ringan.
Untuk menekan penyebaran wabah, pemerintah Singapura telah menerapkan penguncian (lockdown) yang disebut 'circuit breaker' sejak 3 April. Saat aturan diberlakukan, berbagai upaya pembatasan dijalankan, termasuk menutup sekolah, menutup bisnis yang tidak penting, dan mengkarantina pekerja asing di asrama mereka.
Pada pekan lalu pemerintah telah memperpanjang penerapan circuit breaker ini selama empat minggu lagi hingga 1 Juni.
Namun demikian, selain harus berurusan dengan virus, pemerintah Singapura juga harus berurusan dengan dampak ekonomi yang dibawa wabah asal Wuhan, China ini.
Akibat COVID-19, negara ini diprediksi bakal mengalami perlambatan ekonomi yang lebih tajam tahun ini dari perkiraan sebelumnya untuk penurunan sebesar 4%.
"Negara-kota ini sangat mungkin mengalami penurunan PDB (produk domestik bruto) yang lebih curam," kata Menteri Perdagangan dan Industri Chan Chun Sing dalam sebuah wawancara Kamis lalu. Pernyataan itu disampaikannya ketika pandemi global itu menunjukkan tanda-tanda akan menimbulkan masalah yang lebih serius dari yang diantisipasi sebulan lalu.
(res/sef) Next Article Kasus Covid Singapura Meledak karena Karaoke 'Plus-plus' KTV