Pulau Jawa Kehilangan Rp 160 T Karena Larangan Mudik
Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
24 April 2020 14:28

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah resmi melarang masyarakat untuk mudik ke daerah sejak 24 April - 1 Juni 2020. Dampak ekonomi dari pelarangan mudik ke Pulau Jawa cukup signifikan.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengatakan, akan terjadi kehilangan pendapatan di Pulau Jawa sebesar Rp 160 triliun.
Perhitungan kehilangan pendapatan Rp 160 triliun itu, dihitung Fithra karena berdasarkan rata-rata orang mudik setiap tahunnya, dan mayoritas penduduk yang mudik terjadi di Pulau Jawa.
"Ini karena rata-rata spending atau pengeluaran pemudik mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta per orang. Kalau dari pola spendingnya 30% untuk ke bisnis angkutan umum, perjalanan, akomodasi, dan perhotelan. Sisanya [70%] itu dibelanjakan di daerah masing-masing," kata Fithra kepada CNBC Indonesia, Jumay (24/4/2020).
Kendati demikian, menurut Fithra, kehilangan pendapatan Rp 160 triliun ini bukan suatu masalah yang besar, karena ini juga pada akhirnya berdampak jangka panjang, agar virus covid-19 tidak menggerogoti perekonomian Indonesia.
Berdasarkan perhitungannya, apabila pandemi bertahan sampai 6 buka, pertumbuhan ekonomi nasional akan -0,84%. Estimasi ini lebih buruk dari skenario terburuk pemerintah yang mencapai -0,4%.
Sementara, apabila pandemi bisa dikontrol hanya dengan jangka waktu 3 bulan, paka pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh di atas 2%.
"Itu kalau pandemi bisa dikontrol tidak lebih dari empat bulan. Kalau enam bulan ke atas, bisa minus. Tapi kita melihat dampak jangka panjang, penutupan jalur mudik sudah tepat," kata Fithra.
Imbas dari penutupan jalur mudik menurut Fithra akan terdapat potensi pemutusan hubungan kerja hingga lebih dari 1 juta orang orang.
"Jawa Barat ada potensi PHK hingga 700 ribu orang, Jawa Tengah 400 ribu orang, dan Jawa Timur ada 300 ribu orang. Ada lebih dari 1 juta orang di PHK," tuturnya.
Terpisah, Ekonom Senior Raden Pardede memandang, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) termasuk pelarangan mudik, berpengaruh besar terhadap aktivitas ekonomi dan selanjutnya kepada pertumbuhan ekonomi.
"Ketidakpastian sampai kapan PSBB berakhir menjadi masalah. Karena evaluasi terhadap PSBB yg sudah berjalan dua minggu belum menunjukkan hasil, kita tidak disiplin dan juga testing/tracking di DKI belum meluas," ujarnya kepada CNBC Indonesia.
Maka dari itu, menurut dia pertumbuhan ekonomi dengan target pemerintah bisa tumbuh 2,3% akan sulit dicapai.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sangat terpukul sekali, alias target yang diharapka meleset jauh. Kalau PSBB diterapkan tanpa melihat efektivitasnya," tuturnya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan, saat ini yang menjadi prioritas pemeirntah adalah penanganan krisis kesehatan. Sehingga kebijakan yang tidak biasa, seperti pelarangan mudik dan pembatasan fisik, bukan hanya perlu dilakuka tapi wajib dilakukan.
Dampak terhadap ekonomi nasional, dan daerah pun kata Febrio menjadi konsekuensi tang tidak terelakan.
"Namun Pemerintah pusat dan Pemda tentu berusaha agar dampaknya tidak sampai menyebabkan pertumbuhan ekonomi berada di bawah 2,3% tahun ini," ujarnya.
(dru/dru) Next Article Ini Perbedaan Mudik dan Pulang Kampung Versi Jokowi
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengatakan, akan terjadi kehilangan pendapatan di Pulau Jawa sebesar Rp 160 triliun.
Perhitungan kehilangan pendapatan Rp 160 triliun itu, dihitung Fithra karena berdasarkan rata-rata orang mudik setiap tahunnya, dan mayoritas penduduk yang mudik terjadi di Pulau Jawa.
Kendati demikian, menurut Fithra, kehilangan pendapatan Rp 160 triliun ini bukan suatu masalah yang besar, karena ini juga pada akhirnya berdampak jangka panjang, agar virus covid-19 tidak menggerogoti perekonomian Indonesia.
Berdasarkan perhitungannya, apabila pandemi bertahan sampai 6 buka, pertumbuhan ekonomi nasional akan -0,84%. Estimasi ini lebih buruk dari skenario terburuk pemerintah yang mencapai -0,4%.
Sementara, apabila pandemi bisa dikontrol hanya dengan jangka waktu 3 bulan, paka pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh di atas 2%.
"Itu kalau pandemi bisa dikontrol tidak lebih dari empat bulan. Kalau enam bulan ke atas, bisa minus. Tapi kita melihat dampak jangka panjang, penutupan jalur mudik sudah tepat," kata Fithra.
Imbas dari penutupan jalur mudik menurut Fithra akan terdapat potensi pemutusan hubungan kerja hingga lebih dari 1 juta orang orang.
"Jawa Barat ada potensi PHK hingga 700 ribu orang, Jawa Tengah 400 ribu orang, dan Jawa Timur ada 300 ribu orang. Ada lebih dari 1 juta orang di PHK," tuturnya.
Terpisah, Ekonom Senior Raden Pardede memandang, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) termasuk pelarangan mudik, berpengaruh besar terhadap aktivitas ekonomi dan selanjutnya kepada pertumbuhan ekonomi.
![]() |
"Ketidakpastian sampai kapan PSBB berakhir menjadi masalah. Karena evaluasi terhadap PSBB yg sudah berjalan dua minggu belum menunjukkan hasil, kita tidak disiplin dan juga testing/tracking di DKI belum meluas," ujarnya kepada CNBC Indonesia.
Maka dari itu, menurut dia pertumbuhan ekonomi dengan target pemerintah bisa tumbuh 2,3% akan sulit dicapai.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sangat terpukul sekali, alias target yang diharapka meleset jauh. Kalau PSBB diterapkan tanpa melihat efektivitasnya," tuturnya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan, saat ini yang menjadi prioritas pemeirntah adalah penanganan krisis kesehatan. Sehingga kebijakan yang tidak biasa, seperti pelarangan mudik dan pembatasan fisik, bukan hanya perlu dilakuka tapi wajib dilakukan.
Dampak terhadap ekonomi nasional, dan daerah pun kata Febrio menjadi konsekuensi tang tidak terelakan.
"Namun Pemerintah pusat dan Pemda tentu berusaha agar dampaknya tidak sampai menyebabkan pertumbuhan ekonomi berada di bawah 2,3% tahun ini," ujarnya.
(dru/dru) Next Article Ini Perbedaan Mudik dan Pulang Kampung Versi Jokowi
Most Popular