Pak Jokowi! Stimulus RI Kurang Banyak, Harusnya Rp 2.000 T

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
20 April 2020 16:42
Ketua Bidang Kebijakan Publik Apindo, Sutrisno Iwantono (Dok. Pribadi Sutrisno Iwantono)
Foto: Ketua Bidang Kebijakan Publik Apindo, Sutrisno Iwantono (Dok. Pribadi Sutrisno Iwantono)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah sudah berada di jalan yang benar dengan menyiapkan paket stimulus yang saat ini dialokasikan Rp 405,1 triliun. Namun, nilai stimulus itu dinilai jauh dari kebutuhan untuk penanganan pandemi corona atau setelah pandemi reda yang diperkirakan masih panjang.

"Menurut saya masih kurang banget. Angka Rp 405,1 triliun adalah sekitar 2,8% dari PDB. Negara lain jauh lebih besar dari itu. Pandemi ini masih lama, Pak Jokowi saja memperkirakan sampai akhir tahun. Saya perkirakan malah lebih panjang dari itu," kata peneliti senior Institute of Developing Entrepreneurship (IDE) Sutrisno Iwantono kepada CNBC Indonesia, Senin (20/4).

Ia mengatakan selama vaksin belum ditemukan maka virus corona itu akan mengunci banyak orang di rumah dan mengunci juga kegiatan ekonomi. Menurutnya selama penantian adanya vaksin, maka stimulus ekonomi tetap diperlukan, sebab bila tidak ekonomi masyarakat dan dunia usaha semakin runtuh dan ekonomi akan dalam ancaman krisis yang parah.



Iwantono berharap pemerintah bisa menambah alokasi dana stimulus. Alasannya selain masa pandemi yang bisa panjang, pelaku usaha untuk bangkit lagi dunia usaha memerlukan suntikan energi pendorong.

"Kadin menghitung besarnya stimulus di angka Rp 1600 triliun. Angka Kadin ini mirip dengan angka rata-rata stimulus negara lain yang berkisar di angka 10%dari PDB. Bisa jadi kebutuhan kita lebih besar dari itu, mungkin angka Rp 2000 triliun diperlukan, terutama apabila jangka waktunya berkepanjangan," katanya.

Ia mencontohkan Jepang minggu lalu memutuskan stimulus sebesar Yen 108 triliun atau sekitar 20% dari PDB. Bahkan informasi terbaru, Jepang menaikkan angka paket stimulus ekonomi menjadi 117,1 triliun yen (Rp 16.784 triliun).

Beberapa negara juga cukup besar dalam mengalokasikan stimulus terhadap PDB antara lain Australia 10,9%, Jepang 20 %, Malaysia, 10%, Singapura 10,9% Amerika 10,5%.

"Kalau ditanya uangnya dari mana? Alternatifnya adalah pinjam Bank Indonesia melalui misalnya Quantitative Easeing (QE), atau sebut saja cetak uang. Alternatif seperti ini harus segera dipersiapkan, supaya nanti kita jangan terlambat lagi," katanya.

Selain itu, Iwantono menambahkan persoalan stimulus tak hanya soal angka lebih besar, tapi yang tak kalah penting adalah soal pelaksanaannya tepat sasaran dan cepat.

"Permasalahannya adalah implementasinya. Karena delivery-nya sangat lambat. Kayaknya sih system birokrasi atau ada kelambanan lain ya. Kita terus dorong pemerintah agar bergerak lebih cepat," katanya.

Salah satu contoh nyata yang kini jadi pembicaraan hangat adalah paket stimulus program kartu prakerja. Dari jumlah orang yang daftar sudah 5 juta peserta, tapi peserta yang baru bisa ikut kegiatan pada gelombang pertama hanya 200 ribu orang.

"Menurut saya ini agak lambat ya, angka yang antri di belakangnya masih sangat panjang," katanya.

Belum lagi soal efektivitas penerapan program ini, dari sekitar Rp 3,5 juta biaya pelatihan prakerja per orang, sebesar Rp 1 juta untuk biaya pelatihan. Harusnya pemerintah fokus saja pada penanganan jaring pengaman sosial, karena saat ini yang dibutuhkan adalah kebutuhan mendasar yaitu bantuan langsung maupun pangan.

"Itu juga menjadi pertanyaan saya. Seperti saya sudah katakan beberapa waktu lalu, saya mengusulkan agar dana itu bisa direstrukturisasi menjadi bantuan langsung saja pada rakyat agar bisa mengangkat daya beli dan sisi permintaan," katanya.

[Gambas:Video CNBC]




(hoi/hoi) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular