
Kritik Kartu Pra Kerja: Orang Butuh Makan, Kok Diberi Latihan
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
13 April 2020 15:56

Jakarta, CNBC Indonesia - Program kartu pra kerja yang digagas Presiden Jokowi menuai kritikan terkait implementasi dan sasarannya. Program ini memang sudah disiapkan jauh sebelum ada pandemi corona atau covid-19.
Pemerintah harusnya melakukan modifikasi manfaat dari program ini, sehingga targetnya harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang sedang terhimpit corona. Saat ini, kebutuhan pokok seperti pangan lebih penting dari sekadar pelatihan yang bisa dilaksanakan kemudian hari.
Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono kembali menegaskan apresiasinya soal stimulus yang Rp 405,1 triliun itu. Namun, ia mengingatkan pelaksanaannya jangan terlambat dan jangan salah sasaran, jangan salah eksekusi. Alasannya, bila terlambat akan kehilangan daya redam terhadap keterpurukan ekonomi karena corona.
"Contohnya yang nggak tepat itu adalah subsidi kartu pra kerja kok diberikan dalam bentuk training (pelatihan). Karyawan yang kehilangan pekerjaan dan rakyat kita perlu makan saat ini, bukan pelatihan," kata Iwantono kepada CNBC Indonesia, Senin (13/4).
Ia beralasan selama ini kegiatan-kegiatan pelatihan-pelatihan oleh instansi pemerintah cenderung tak efektif dan memboroskan anggaran.
"Angkanya besar itu, 1 orang (peserta pra kerja) Rp 1.000.000,- kalau ada 5,6 juta orang sudah Rp 5,6 triliun, malah kalau nggak salah ada anggaran sebesar Rp 20 triliun. Uang itu akan lebih bermanfaat kalau diberikan langsung kepada penerimanya, supaya dapat digunakan untuk membantu mereka bertahan hidup," katanya.
"Walaupun tidak harus semua tunai, sebagian bisa dalam bentuk barang, misalnya beras. Kalau semua tunai nanti malah dipakai mudik," katanya.
Ia juga mengkritik bahwa alokasi anggaran pelatihan itu malah diberikan kepada lembaga training online sebagai bagian dari sasaran program kartu pra kerja. Pemerintah memang menggandeng Project Management Office (PMO) sebagai pelaksana program.
"Enak banget yang terima uang itu, siapa kira-kira?. Jangan begitulah, rakyat ini sedang susah, berikanlah uang itu pada yang memang berhak menerimanya," katanya.
Faktanya saat ini para pekerja yang terdampak pandemi corona adalah mereka yang dirumahkan dan sebagian lagi kena PHK. Umumnya mereka adalah pekerja terlatih, karena sektor yang paling parah adalah sektor wisata seperti perhotelan. Kebutuhan bagi pekerja yang dirumahkan saat ini adalah pangan karena mereka umumnya tak dapat gaji selama dirumahkan oleh perusahaan.
Iwantono yang juga Peneliti Senior Institut of Developing Entrepreneurship mengakui ada sektor lain yang terdampak pandemi yaitu berkaitan dengan lalu lintas manusia seperti pariwisata dan seluruh mata rantai yang terkait dengannya, pedagang tradisional seperti tanah abang itu, restoran, pedagang di mal-mal yang pada tutup, hiburan, transportasi umum, penerbangan.
"Ini sektor-sektor yang paling parah, selama orang tidak bisa dan tidak boleh keluar rumah karena ancaman nyawa oleh virus, maka selama itu pula usaha mereka tidak bisa bangkit," katanya.
Selain itu, bisa merembet ke sektor manufaktur karena produksi bisa mandeg ketika karyawannya tidak dapat berangkat kerja karena keharusan tinggal di rumah. Ia termasuk yang mendorong sektor manufaktur mestinya tetap didorong untuk produksi tentu dengan SOP convid19 yang memadai
"Ada beberapa pemerintah daerah yang melarang operasi manufaktur, padahal daerah itu bukan efisentrum. Akibatnya kan kasihan karyawan ga dapat penghasilan, dan supply barang terhenti," katanya yang juga Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) ini.
Iwantono mengatakan memang ada sektor yang bertahan malah mungkin positif karena ada pandemi corona, misalnya yang berkaitan dengan telekomunikasi, penyedia jasa online, industry farmasi, industri kesehatan, makanan dan keperluan logistic, dan jasa pengiriman.
Namun, untuk sektor usaha seperti perhotelan memang sangat terpukul. Sebelum wabah corona saja hotel sudah setengah mati, tingkat hunian waktu itu berkisar diangka 50%, bahkan untuk hotel kecil non-bintang sekitar 33%. Sehingga waktu itu sudah banyak hotel kecil itu yang tutup.
"Nah sekarang ini parah okupansi mendekati nol sudah 2 bulan ini. Maret-April ini betul-betul malapetaka. Juni- juli, gugur deh. Kalau dipaksa bayar, terus bayar pake apa? " katanya,
"Semua orang cari masker, cari vitamin, sanitizer, makanya harga melambung. Mereka ini relative lebih baik. Bahkan di China Zoom justru panen raya, karena banyak orang melakukan meeting pakai aplikasi Zoom," katanya.
Sebagai pelaku usaha, ia objektif memandang bahwa bagi pengusaha yang bisnisnya masih sehat dan baik-baik saja tak terdampak corona maka jangan ikut-ikutan tak bisa bayar THR.
"Bagi industri yang masih mampu tolong diusahakan semaksimal mungkin membayar keperluan karyawannya. Dan jangan juga nanti ikut-ikutkan memanfaatkan keringanan-keringanan moneter yang disediakan pemerintah seperti penangguhan cicilan kredit dan yang sejenisnya," katanya.
"Kasihan bank dan sektor keuangan, kalau semua ga mau bayar kredit, sektor keuangan bisa kolaps. Kalau sektor keuangan yang merupakan nadi dari perekonomian kolaps, pasti ekonomi kita rusak," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Ternyata Ini Isi Obrolan Jokowi dan Para Pengusaha di Istana!
Pemerintah harusnya melakukan modifikasi manfaat dari program ini, sehingga targetnya harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang sedang terhimpit corona. Saat ini, kebutuhan pokok seperti pangan lebih penting dari sekadar pelatihan yang bisa dilaksanakan kemudian hari.
Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono kembali menegaskan apresiasinya soal stimulus yang Rp 405,1 triliun itu. Namun, ia mengingatkan pelaksanaannya jangan terlambat dan jangan salah sasaran, jangan salah eksekusi. Alasannya, bila terlambat akan kehilangan daya redam terhadap keterpurukan ekonomi karena corona.
"Contohnya yang nggak tepat itu adalah subsidi kartu pra kerja kok diberikan dalam bentuk training (pelatihan). Karyawan yang kehilangan pekerjaan dan rakyat kita perlu makan saat ini, bukan pelatihan," kata Iwantono kepada CNBC Indonesia, Senin (13/4).
Ia beralasan selama ini kegiatan-kegiatan pelatihan-pelatihan oleh instansi pemerintah cenderung tak efektif dan memboroskan anggaran.
"Angkanya besar itu, 1 orang (peserta pra kerja) Rp 1.000.000,- kalau ada 5,6 juta orang sudah Rp 5,6 triliun, malah kalau nggak salah ada anggaran sebesar Rp 20 triliun. Uang itu akan lebih bermanfaat kalau diberikan langsung kepada penerimanya, supaya dapat digunakan untuk membantu mereka bertahan hidup," katanya.
"Walaupun tidak harus semua tunai, sebagian bisa dalam bentuk barang, misalnya beras. Kalau semua tunai nanti malah dipakai mudik," katanya.
Ia juga mengkritik bahwa alokasi anggaran pelatihan itu malah diberikan kepada lembaga training online sebagai bagian dari sasaran program kartu pra kerja. Pemerintah memang menggandeng Project Management Office (PMO) sebagai pelaksana program.
"Enak banget yang terima uang itu, siapa kira-kira?. Jangan begitulah, rakyat ini sedang susah, berikanlah uang itu pada yang memang berhak menerimanya," katanya.
Faktanya saat ini para pekerja yang terdampak pandemi corona adalah mereka yang dirumahkan dan sebagian lagi kena PHK. Umumnya mereka adalah pekerja terlatih, karena sektor yang paling parah adalah sektor wisata seperti perhotelan. Kebutuhan bagi pekerja yang dirumahkan saat ini adalah pangan karena mereka umumnya tak dapat gaji selama dirumahkan oleh perusahaan.
Iwantono yang juga Peneliti Senior Institut of Developing Entrepreneurship mengakui ada sektor lain yang terdampak pandemi yaitu berkaitan dengan lalu lintas manusia seperti pariwisata dan seluruh mata rantai yang terkait dengannya, pedagang tradisional seperti tanah abang itu, restoran, pedagang di mal-mal yang pada tutup, hiburan, transportasi umum, penerbangan.
"Ini sektor-sektor yang paling parah, selama orang tidak bisa dan tidak boleh keluar rumah karena ancaman nyawa oleh virus, maka selama itu pula usaha mereka tidak bisa bangkit," katanya.
Selain itu, bisa merembet ke sektor manufaktur karena produksi bisa mandeg ketika karyawannya tidak dapat berangkat kerja karena keharusan tinggal di rumah. Ia termasuk yang mendorong sektor manufaktur mestinya tetap didorong untuk produksi tentu dengan SOP convid19 yang memadai
"Ada beberapa pemerintah daerah yang melarang operasi manufaktur, padahal daerah itu bukan efisentrum. Akibatnya kan kasihan karyawan ga dapat penghasilan, dan supply barang terhenti," katanya yang juga Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) ini.
Iwantono mengatakan memang ada sektor yang bertahan malah mungkin positif karena ada pandemi corona, misalnya yang berkaitan dengan telekomunikasi, penyedia jasa online, industry farmasi, industri kesehatan, makanan dan keperluan logistic, dan jasa pengiriman.
Namun, untuk sektor usaha seperti perhotelan memang sangat terpukul. Sebelum wabah corona saja hotel sudah setengah mati, tingkat hunian waktu itu berkisar diangka 50%, bahkan untuk hotel kecil non-bintang sekitar 33%. Sehingga waktu itu sudah banyak hotel kecil itu yang tutup.
"Nah sekarang ini parah okupansi mendekati nol sudah 2 bulan ini. Maret-April ini betul-betul malapetaka. Juni- juli, gugur deh. Kalau dipaksa bayar, terus bayar pake apa? " katanya,
"Semua orang cari masker, cari vitamin, sanitizer, makanya harga melambung. Mereka ini relative lebih baik. Bahkan di China Zoom justru panen raya, karena banyak orang melakukan meeting pakai aplikasi Zoom," katanya.
Sebagai pelaku usaha, ia objektif memandang bahwa bagi pengusaha yang bisnisnya masih sehat dan baik-baik saja tak terdampak corona maka jangan ikut-ikutan tak bisa bayar THR.
"Bagi industri yang masih mampu tolong diusahakan semaksimal mungkin membayar keperluan karyawannya. Dan jangan juga nanti ikut-ikutkan memanfaatkan keringanan-keringanan moneter yang disediakan pemerintah seperti penangguhan cicilan kredit dan yang sejenisnya," katanya.
"Kasihan bank dan sektor keuangan, kalau semua ga mau bayar kredit, sektor keuangan bisa kolaps. Kalau sektor keuangan yang merupakan nadi dari perekonomian kolaps, pasti ekonomi kita rusak," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Ternyata Ini Isi Obrolan Jokowi dan Para Pengusaha di Istana!
Most Popular