
Nekat Jual HP BM, Pedagang Kena Sanksi & Ganti Rugi Konsumen!
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
20 April 2020 14:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Aturan validasi nomor IMEI diberlakukan pada 18 April 2020, setelah melalui proses sosialisasi selama enam bulan terhitung sejak 18 Oktober 2019. Regulasi tersebut sebagai senjata untuk memerangi peredaran produk HP black market (BM) atau pasar gelap.
Namun, di lapangan masih sangat mungkin pedagang nakal masih menjual produk BM, dan memperdaya konsumen yang lengah. Konsumen yang dapat HP BM tentu akan dirugikan, karena HP yang statusnya BM tak bisa berfungsi atau diblokir.
Mendag Agus Suparmanto mengatakan pemerintah melalui kesepakatan tiga menteri mengemban amanah Presiden Jokowi untuk tetap menerapkan aturan IMEI ini pada 18 April 2020 untuk melindungi konsumen. Karena itu, Kemendag akan mengambil tindakan tegas jika para pelaku usaha di bidang perdagangan termasuk produsen, importir, distributor, agen, pengecer, serta pelaku usaha niaga elektronik tidak mematuhi aturan penggunaan IMEI.
"Bila tidak diindahkan, Kemendag akan memberikan peringatan keras hingga pencabutan izin usaha dan wajib memberi ganti rugi kepada konsumen. Meski di tengah pandemi COVID-19, tindakan tegas ini tetap akan diberlakukan untuk melindungi konsumen dari perdagangan produk telekomunikasi ilegal atau yang berasal dari black market (BM)," kata Agus dalam pernyataan resminya Senin (20/4).
Sementara itu, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Veri Anggrijono mengingatkan agar semua pelaku usaha mematuhi aturan IMEI.
Bagi distributor yang masih menjual produk telematika (HKT) yang menggunakan kartu subscriber identification module (SIM card) secara ilegal maka Kemendag akan mencabut izin usahanya dan penjual perangkat telekomunikasi ilegal wajib memberi ganti rugi.
Terkait perdagangan yang sifatnya daring (online), Veri juga meminta pernyataan kepada toko dan gerai yang menjual di lokapasar (marketplace) bahwa produk telekomunikasi yang dijual harus teregistrasi dan sudah valid. Kemendag akan berkoordinasi dengan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) agar para pelaku bisnis lokapasar dapat bertanggungjawab dengan menyertakan informasi IMEI di produk telematika yang dijualnya.
"Sanksi akan menanti pelaku usaha berupa penarikan barang, larangan berjualan, hingga pencabutan izin usaha. Perdagangan konvensional dan daring itu pemberlakuannya sama," ujar Veri. Tak hanya itu, terkait sanksi atas pelanggaran IMEI bagi para pelaku usaha di bidang perdagangan sudah diatur dalam UU Perlindungan Konsumen pasal 19 ayat (1) dan (2).
UU Perlindungan Konsumen pasal 19 ayat (1) secara jelas menyebutkan, pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Sementara itu, ayat (2) menyebutkan, ganti rugi dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Jadi, sudah jelas dari undang-undang tersebut bahwa konsumen dapat menuntut ganti rugi (ke pedagang produk telematika ilegal). Pemerintah pun tak perlu membuat aturan turunan," terang Veri.
Veri menjelaskan, konsumen dapat melakukan pengaduan kepada Direktorat Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan apabila merasa dirugikan oleh pedagang produk telematika ilegal.
"Nantinya, pemerintah akan membantu memediasi antara konsumen dan pedagang. Kalau tidak bisa diselesaikan, maka bisa menggunakan jalur pengadilan," ujarnya.
Dari data yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian, aturan IMEI tetap diterapkan karena produk telematika ilegal berpotensi merugikan negara Rp2 triliun sampai Rp5 triliun setahun. Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika melaksanakan pembatasan IMEI agar tata niaga produk telematika HKT menjadi lebih sehat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, sekaligus untuk melindungi masyarakat dari produk telematika yang tidak aman dan tidak berkualitas.
(hoi/hoi) Next Article Harap-Harap Cemas IMEI Berlaku, Ini Pemicu Aturannya Molor
Namun, di lapangan masih sangat mungkin pedagang nakal masih menjual produk BM, dan memperdaya konsumen yang lengah. Konsumen yang dapat HP BM tentu akan dirugikan, karena HP yang statusnya BM tak bisa berfungsi atau diblokir.
Mendag Agus Suparmanto mengatakan pemerintah melalui kesepakatan tiga menteri mengemban amanah Presiden Jokowi untuk tetap menerapkan aturan IMEI ini pada 18 April 2020 untuk melindungi konsumen. Karena itu, Kemendag akan mengambil tindakan tegas jika para pelaku usaha di bidang perdagangan termasuk produsen, importir, distributor, agen, pengecer, serta pelaku usaha niaga elektronik tidak mematuhi aturan penggunaan IMEI.
"Bila tidak diindahkan, Kemendag akan memberikan peringatan keras hingga pencabutan izin usaha dan wajib memberi ganti rugi kepada konsumen. Meski di tengah pandemi COVID-19, tindakan tegas ini tetap akan diberlakukan untuk melindungi konsumen dari perdagangan produk telekomunikasi ilegal atau yang berasal dari black market (BM)," kata Agus dalam pernyataan resminya Senin (20/4).
Sementara itu, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Veri Anggrijono mengingatkan agar semua pelaku usaha mematuhi aturan IMEI.
Bagi distributor yang masih menjual produk telematika (HKT) yang menggunakan kartu subscriber identification module (SIM card) secara ilegal maka Kemendag akan mencabut izin usahanya dan penjual perangkat telekomunikasi ilegal wajib memberi ganti rugi.
Terkait perdagangan yang sifatnya daring (online), Veri juga meminta pernyataan kepada toko dan gerai yang menjual di lokapasar (marketplace) bahwa produk telekomunikasi yang dijual harus teregistrasi dan sudah valid. Kemendag akan berkoordinasi dengan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) agar para pelaku bisnis lokapasar dapat bertanggungjawab dengan menyertakan informasi IMEI di produk telematika yang dijualnya.
"Sanksi akan menanti pelaku usaha berupa penarikan barang, larangan berjualan, hingga pencabutan izin usaha. Perdagangan konvensional dan daring itu pemberlakuannya sama," ujar Veri. Tak hanya itu, terkait sanksi atas pelanggaran IMEI bagi para pelaku usaha di bidang perdagangan sudah diatur dalam UU Perlindungan Konsumen pasal 19 ayat (1) dan (2).
UU Perlindungan Konsumen pasal 19 ayat (1) secara jelas menyebutkan, pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Sementara itu, ayat (2) menyebutkan, ganti rugi dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Jadi, sudah jelas dari undang-undang tersebut bahwa konsumen dapat menuntut ganti rugi (ke pedagang produk telematika ilegal). Pemerintah pun tak perlu membuat aturan turunan," terang Veri.
Veri menjelaskan, konsumen dapat melakukan pengaduan kepada Direktorat Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan apabila merasa dirugikan oleh pedagang produk telematika ilegal.
"Nantinya, pemerintah akan membantu memediasi antara konsumen dan pedagang. Kalau tidak bisa diselesaikan, maka bisa menggunakan jalur pengadilan," ujarnya.
Dari data yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian, aturan IMEI tetap diterapkan karena produk telematika ilegal berpotensi merugikan negara Rp2 triliun sampai Rp5 triliun setahun. Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika melaksanakan pembatasan IMEI agar tata niaga produk telematika HKT menjadi lebih sehat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, sekaligus untuk melindungi masyarakat dari produk telematika yang tidak aman dan tidak berkualitas.
(hoi/hoi) Next Article Harap-Harap Cemas IMEI Berlaku, Ini Pemicu Aturannya Molor
Most Popular