
Tak Jadi Episentrum Corona, Kok Neraca Dagang Jepang Anjlok?

Rilis data perdagangan yang buruk menciptakan tantangan baru bagi Perdana Menteri Shinzo Abe dalam menghadapi “efek impor” dari wabah COVID-19, di tengah tantangan yang sudah lebih dahulu muncul terkait dengan eskalasi penyebaran virus tersebut.
Saat ini, Negeri Matahari Terbit melaporkan lebih dari 9.000 infeksi COVID-19 dan 200 korban yang meninggal. Namun dalam dua pekan terakhir, jumlah kasus baru penderita virus ini melonjak lebih dari dua kali lipat.
Oleh karena itu, Abe pekan lalu mengumumkan perluasan status darurat Corona berlaku nasional, tidak hanya di Tokyo. Status ini berkonsekuensi pada lockdown parsial yakni pemberlakuan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) dan penutupan bisnis.
Untuk menghadapi kendala yang dihadapi pelaku usaha akibat pukulan virus corona ke bisnis mereka, Jepang menyiapkan paket stimulus senilai 108 triliun yen (Rp 15.000 triliun), yang setara dengan seperlima dari Produk Domestik Bruto (PDB) Negeri Sakura tersebut.
Bagi Indonesia, rilis neraca dagang Jepang Maret menjadi lampu kuning, mengingat posisinya sebagai tujuan ekspor utama produk non-migas kita, setelah China. Posisi Jepang sangat strategis sebagai perekonomian terbesar ketiga dunia, setelah AS dan China.
Dari sisi komposisi, impor Jepang terbesar adalah bahan bakal mineral (dengan porsi 21,6%). Indonesia menjadi salah satu penyuplai batu bara dan migas ke Jepang, yang kebanyakan dipasok dari Kalimantan Timur (Kaltim).
Ekspor lainnya adalah hasil laut (udang, rumput laut), komoditas alam (karet, , Secara total, nilai perdagangan Indonesia ke Jepang mencapai US$ 18,15 miliar pada tahun lalu, setara dengan 2,52% dari porsi impor Jepang. Indonesia menjadi pemasok terbesar ke-11 bagi Jepang.
Merespons neraca perdagangan Jepang yang kurang memuaskan, bursa Jepang melemah. Hanya saja, bursa Asia secara umum bergerak variatif dan beberapa di antaranya menghijau menyambut kabar China bakal membuka lagi aktivitas ekonomi dan bisnisnya setelah berhasil menangani wabah.
Pelaku pasar berharap pemulihan ekonomi China bakal memicu bergulirnya kembali ekonomi Jepang dan negara lain, yang pada gilirannya membantu mengerem penurunan ekonomi global di tengah wabah COVID-19 tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ags/sef)