Duh! Investasi Mulai Terlihat Suram di Tengah Wabah COVID-19

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
20 April 2020 14:52
Konfrensi Pers Realisasi Investasi Triwulan 1 2020. (Youtube BKPM)
Foto: Konfrensi Pers Realisasi Investasi Triwulan 1 2020. (Youtube BKPM)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pada kuartal pertama 2020, realisasi investasi tercatat masih membukukan pertumbuhan. Namun dengan adanya wabah corona (COVID-19) yang merebak baik di luar maupun dalam negeri, prospek realisasi investasi menjadi suram di tahun ini.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi pada Q120 mencapai Rp 210,7 triliun atau tumbuh 8% (yoy). Capaian realisasi investasi pada Q120 ini sebesar 23,8% dari target sebesar Rp 886,1 triliun.

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tercatat tumbuh dobel digit. Realisasi PMDN Q120 mencapai Rp 112,7 triliun, tumbuh 29,2% (yoy). Namun di sisi lain realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) pada periode yang sama harus mengalami kontraksi.

Pada Q120, realisasi PMA mencapai Rp 98 triliun. Angka ini turun dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 107,9 triliun. Dengan begitu, realisasi PMA mengalami kontraksi sebesar 9,2% (yoy).



Walau total realisasi investasi masih tercatat tumbuh, tetapi kontraksi realisasi PMA yang terjadi di kuartal pertama tahun ini jelas bukan kabar yang baik. Kontraksi mengindikasikan bahwa investor asing cenderung mengerem untuk menggelontorkan dananya ke Indonesia.

Di tengah pandemi seperti ini wajar jika investor lebih perhitungan dalam mengeluarkan uang. Pasalnya risiko dalam berinvestasi jadi lebih tinggi di tengah ketidakpastian kapan pandemi akan berakhir serta dampak ekonomi yang ditimbulkan di suatu negara.

Padahal Indonesia sendiri sangat membutuhkan investasi untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Jika Indonesia tak mampu menarik investor asing untuk memarkirkan uangnya ke Tanah Air, maka pertumbuhan ekonomi bisa terancam.

Untuk melihat seberapa besar kontribusi investasi, mari tengok data Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Mengacu pada definisi Badan Pusat Statistik (BPS) PMTB adalah pengeluaran untuk barang modal yang mempunyai umur pemakaian lebih dari satu tahun dan tidak merupakan barang konsumsi.

PMTB mencakup bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, bangunan lain seperti jalan dan bandara, serta mesin dan peralatan. Investasi tersebut tidak hanya dibiayai oleh investor dalam negeri saja, tetapi juga investor asing.

NEXT > Halaman Selanjutnya

Masalahnya sejak kuartal pertama tahun 2017, pertumbuhan PMTB RI terus mencatatkan perlambatan. Padahal secara struktural, PMTB menyumbang lebih dari 33% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2019.



Kontribusinya merupakan yang terbesar kedua setelah konsumsi domestik yang mencapai 57,32%. Karena kontribusinya yang besar dan lajunya melambat, wajar saja pertumbuhan ekonomi RI dalam beberapa tahun terakhir cenderung menurun.



Jika dulu permasalahan untuk menarik investor terutama investor asing terletak di regulasi dan birokrasi yang berbelit-belit, kini masalah lain muncul. Masalah lain tersebut ya pandemi yang sekarang terjadi ini. Masalah lama belum kelar eh masalah baru sudah muncul. Inilah yang membuat prospek perekonomian jadi suram di tahun 2020 ini.

Akibat pandemi COVID-19 yang merajalela baik di dalam maupun luar negeri, Bank Indonesia (BI) memperkirakan ekonomi Tanah Air masih tumbuh 2,3% di tahun ini.

Artinya pertumbuhan ekonomi anjlok 270 basis poin dari angka tahun 2019. Pertumbuhan ekonomi bisa lebih lambat lagi atau bahkan mengalami kontraksi jika virus yang telah menginfeksi lebih dari 6.500 orang di dalam negeri ini tak segera dapat diatasi.

Indonesia juga tidak akan immune dengan gejolak eksternal yang menerpa perekonomian global. Pekan lalu, Dana Moneter Internasional (IMF) merilis sebuah laporan yang di dalamnya meramal ekonomi global pada 2020 akan mengalami kontraksi sebesar 3% di tahun ini sebelum akhirnya rebound 5,8% tahun 2021.



Kepala ekonom IMF, Gita Gopinath menambahkan bahwa krisis yang terjadi akibat pandemi COVID-19 jauh lebih besar dampaknya ketimbang Great Recession. Saking besarnya Gita juga mengatakan dampaknya tak bisa diredam hanya dengan kebijakan ekonomi seperti biasa. Lebih lagi rebound pada tahun 2021 bukanlah rebound yang permanen. Bukan maksud menakuti, tapi ini memang ngeri... Ngeri banget malah...






TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular