
Ribut Soal Harga BBM, Bensin RI Ternyata Masih Murah di ASEAN

Mahal dan murah memang relatif. Untuk barang seperti BBM yang sifat permintaannya adalah elastis sempurna, selisih harga menjadi kurang relevan karena keberadaan produk substitusi. Parameter mahal-tidaknya di mata konsumen pun bergantung pada ketersediaan barang substitusi atau penggantinya di pasar.
Kenaikan harga Pertamax, misalnya dengan mudah mendorong konsumen beralih ke produk lain seperti Pertalite yang harganya lebih murah. Peralihan terjadi begitu cepat karena fungsi kedua barang tersebut relatif sama dan ketersediaan barangnya juga sama. Inilah elastis sempurna.
Untuk itu, ada baiknya kita menimbang harga BBM di Indonesia dengan memperbandingkannya terhadap harga bahan bakar serupa di kawasan Asia Tenggara, guna melihat apakah harga “substitusi” BBM kita di negara lain itu lebih murah atau mahal.
Jika mengacu pada Global Petrol Prices, yang diakses pada 13 April 2020, harga BBM Indonesia dipatok di level US$ 0,58 atau Rp 9.000 per liter. Artinya, harga BBM yang diperbandingkan oleh situs tersebut adalah BBM non-subsidi yakni Pertamax.
Bila dibandingkan dengan tujuh negara ASEAN (minus Myanmar dan Brunei karena datanya tak tersedia), harga Pertamax masih lebih murah dibandingkan dengan harga BBM di lima negara ASEAN dan hanya lebih mahal dari dua negara ASEAN lain yakni Malaysia dan Vietnam.
Jadi, Rudi Rubandini tak mengada-ada ketika mengatakan bahwa harga BBM di Malaysia lebih murah. Namun, dia tak mengungkap fakta yang lebih besar bahwa lebih banyak negara tetangga di Asia Tenggara yang harga BBM-nya lebih mahal dari kita.
Lalu, jika kita memakai harga Pertalite sebagai perbandingan, yang sebesar Rp 7.650 atau setara dengan US$ 0,49 per liter, maka hanya Malaysia-lah yang menjadi negara dengan harga bensinnya masih lebih murah ketimbang bensin Indonesia.
Mengapa Malaysia bisa begitu murah bensinnya? Jawabannya karena negara tersebut adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang produksi minyaknya relatif aman, sehingga masih menjadi anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).
Menurut data CEIC, produksi minyak Malaysia tercatat 650.000 barel per hari (bph) dengan konsumsi 813.000 bph per 2018. Net impornya sebesar 25%. Indonesia, sebagai perbandingan, mengimpor 40% dari total konsumsi minyaknya yang nyaris menembus 1,8 juta bph.
Jika diperbandingkan dengan rata-rata harga di kawasan, harga bensin kita baik Pertamax maupun Pertalite masih terhitung lebih murah karena masih di bawah rerata harga bensin di negara ASEAN yang berada di level US$ 0,77 per liter. (ags/ags)