Drama KRL Kala Pandemi: Titah Luhut vs 2 Gubernur & 5 Bupati

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
19 April 2020 14:51
Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (Instagram/Luhut.Pandjaitan)
Foto: Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (Instagram/Luhut.Pandjaitan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana setop operasional KRL Jabodetabek di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) urung terlaksana. Usulan sejumlah kepala daerah dimentahkan oleh pemerintah pusat.

Menteri Perhubungan Ad Interim, Luhut Binsar Pandjaitan, sejak beberapa waktu sebelum usulan ini mencuat sudah memberikan rambu-rambu.

"Nah kalau soal mau nutup KRL kita lihat kan nggak kayak balik tangan semua. Karena kalau orang nggak bisa traveling padahal yang penting kan ndak bagus juga," kata Luhut yang juga Menko Kemaritiman dan Investasi ini, dalam media briefing, Selasa (14/4/2020).

Rencana penghentian operasional ini seolah penuh drama berliku. Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di lima wilayah Jabodetabek kompak meminta KRL commuter line menyetop operasi dari 15 April hingga 28 April 2020.



Hal ini terdapat dalam surat yang ditujukan ke Menteri Perhubungan ad Interim, yang didapat CNBC Indonesia, Jumat (17/4/2020). Langkah ini dilakukan sebagai upaya membatasi mobilitas kendaraan dan penduduk guna memutus pandemi corona (COVID-19).

"Sesuai hasil pengamatan di beberapa stasiun KRL commuter line di wilayah Bogor, Depok dan Bekasi (Bodebek), masih terjadi penumpukan penumpang dalam jumlah banyak," tulis surat tersebut.

"Sehingga protokol kesehatan sulit dilaksanakan, terutama untuk menjaga physical distancing."

Metode pembatasan yang dilakukan PT Kereta Api Indonesia (KAI) selaku induk dan PT Kereta Commuter Line, dikatakan belum berhasil.

"Penumpang di stasiun masih tinggi," bunyi surat itu lagi.

Surat itu sendiri ditandatangani langsung oleh lima kepala daerah, yakni Bupati Bogor Ade Yasin, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim, Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi dan Wali Kota Depok Mohammad Idris.

Permohonan didasarkan pada Keputusan Menkes Nomor HK.01.07/MENKES/248/2020 tentang PSBB di Bodebek dan Keputusan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Nomor 443 tahun 2020 tentang PSBB di wilayah itu.

Terpisah, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan sudah mengusulkan kepada pemerintah pusat, dalam hal ini kementerian perhubungan agar operasi KRL Jabodetabek dihentikan sementara selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal ini sejalan dengan sikap Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang menyampaikan hal serupa.

Saat ini penerapan PSBB sudah berjalan di wilayah DKI Jakarta dan lima wilayah Jawa Barat, yakni Kota dan Kabupaten Bogor, Kota dan Kabupaten Bekasi, serta Kota Depok. Pada 18 April akan berlaku di Banten, khususnya Tangerang Raya (Kota, Kabupaten, dan Tangsel).

"Dua hari lalu saya usulkan ke ad interim (Menhub ad interim Luhut Binsar Pandjaitan) agar operasi komuter dihentikan dulu selama kegiatan PSBB berlangsung. mereka sedang membahas. Menurut jawaban yang diterima, jika nanti bansos diturunkan, baru pembatasan operasi itu baru akan dilakukan," kata Anies dalam rapat dengan Timwas Covid-19 DPR RI, Kamis (16/4).

Di sisi lain, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sempat menyampaikan peluang penghentian operasi KRL Jabodetabek, bertepatan dengan dimulainya PSBB di Banten.

"Jadi, kemungkinan dihentikan itu tanggal 18 (April), pada saat PSBB dari Banten berlangsung," kata pria yang akrab disapa Emil saat memantau pelaksanaan PSBB hari pertama di Kota Bekasi, Rabu (15/4), sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia.

Semua usulan itu mentah ketika Kementerian Perhubungan memutuskan untuk tidak menghentikan sementara operasional kereta rel listrik (KRL) di wilayah Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek).

Direktur Jenderal Perkeretapian Kementerian Perhubungan, Zulfikri, mengatakan pihaknya hanya akan melakukan pembatasan, bukan menutup atau melarang sama sekali, khususnya untuk melayani kegiatan dan pekerjaan yang dikecualikan selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Yang akan dilakukan adalah membatasi jumlah penumpang untuk menjaga jarak (Physical Distancing), membatasi jam operasional dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan menempatkan petugas yang akan mengawasi pelaksanaan physical distancing," jelas Zulfikri seperti dikutip dari siaran pers, Jumat (17/4/2020).

Selain itu, pihaknya juga akan mengevaluasi operasi angkutan KRL Jabodetabek dari waktu ke waktu, serta berbagai upaya untuk mendukung pencegahan covid19 seperti rekayasa operasi, penertiban antrian di stasiun-stasiun yang masih ramai dan menjaga physical distancing.

"Pencegahan penularan Covid 19 ini perlu kerjasama semua pihak. Pemerintah telah berupaya keras untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 ini. Pengoperasian KRL Jabodetabek akan lebih efektif jika semua stakeholder terkait tetap melakukan: penertiban kegiatan-kegiatan yang dilarang, bekerja dari rumah dan diam di rumah", pungkasnya.

Pengaturan operasional angkutan kereta ini telah diatur dalam Perdirjen No. Hk.205/A.107/DJKA/20, tentang Pedoman Pembatasan Jumlah Penumpang Di Sarana Perkeretaapian Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Dalam aturan tersebut disebutkan, untuk Kereta Api (KA) antarkota, pembatasan jumlah penumpang dilakukan maksimum 65% dari jumlah tempat duduk, KA perkotaan maksimum 35% dari kapasitas penumpang, serta KA Lokal, Prameks dan KA Bandara maksimum 50% dari jumlah tempat duduk dan tidak boleh ada yang berdiri.

"Calon penumpang juga diharuskan untuk mematuhi SOP sejak persiapan perjalanan, selama perjalanan dan tiba di tujuan, seperti diwajibkan memakai masker, cek suhu tubuh sebelum masuk ke peron, jaga jarak selama di perjalanan, dan disarankan mencuci tangan setiba di tujuan," tegasnya.

[Gambas:Video CNBC]





(gus) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular