
Kegiatan Dunia Usaha Turun, Alarm Bahaya Ekonomi RI Menyala
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
13 April 2020 11:09

Jakarta, CNBC Indonesia - Tanda-tanda perlambatan ekonomi Indonesia kian tampak. Kali ini sinyal datang dari sektor dunia usaha yang menurun pada kuartal pertama tahun ini.
Bank Indonesia (BI) kembali merilis Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) untuk kuartal pertama tahun ini. Hasilnya seperti yang sudah diperkirakan, kegiatan usaha menurun.
Penurunan kegiatan dunia usaha tercermin dari angka Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kuartal I-2020 sebesar -5,56%, anjlok dalam dari kuartal sebelumnya yang mencapai 7,79%. Turunnya kegiatan dunia usaha terjadi di sejumlah sejumlah sektor ekonomi seperti sektor industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran, pertambangan, pengangkutan dan komunikasi hingga sektor konstruksi.
Hal ini terutama disebabkan oleh merebaknya wabah corona baik di luar maupun dalam negeri. Pandemi virus corona (Coronavirus Desease-2019/Covid-19) memicu terjadinya penurunan permintaan dan gangguan pada rantai pasok.
Perlambatan kegiatan usaha juga memicu terjadinya perlambatan kapasitas produksi terpakai. Pada kuartal I-2020, kapasitas produksi terpakai tercatat sebesar 74,09%, lebih rendah dibandingkan 74,41% pada kuartal IV-2019.
Kapasitas produksi terpakai tertinggi terdapat pada sektor Listrik, Gas dan Air Bersih (77,99%). Sementara itu, penggunaan kapasitas produksi terendah terjadi pada sektor sektor Industri Pengolahan (71,79%) dan sektor Pertambangan dan Penggalian (71,81%).
Rendahnya kapasitas produksi terpakai sektor Industri Pengolahan tidak terlepas dari dampak dari wabah corona yang menghambat pasokan dan mendorong penurunan permintaan, serta sektor Pertambangan dan Penggalian seiring dengan meningkatnya curah hujan yang mengganggu operasi tambang di sejumlah wilayah tambang utama di Indonesia.
Ditinjau dari aspek keuangan, SKDU BI menunjukkan bahwa likuiditas perusahaan mengalami penurunan. Nilai Saldo Bersih (SB) likuiditas perusahaan Q120 sebesar 14,94% turun dari kuartal sebelumnya yang berada di posisi 24,17%. Namun sebagian besar responden (80,28%) yang disurvei masih menjawab kondisi tersebut tergolong normal dan baik.
Dari aspek kemampuan perusahaan mencetak laba (rentabilitas) juga mengalami penurunan. Hal ini tercermin dari nilai SB pada kuartal I-2020 sebesar 11,53% dari sebelumnya pada kuartal IV-2019 sebesar 23,24%.
Sebagian besar responden yang disurvei oleh BI (85,57%) menjawab akses untuk kredit perbankan masih tergolong relatif normal pada kuartal pertama tahun ini.
Kemudian kalau ditinjau dari aspek tenaga kerjanya, SBT penggunaan tenaga kerja pada kuartal I-2020 sebesar -1,13% menurun dibandingkan 0,95% pada kuartal IV-2019.
Corona yang masuk ke Indonesia pada awal Maret lalu kini telah menginfeksi lebih dari 4.000 orang di tanah Air dan merenggut nyawa lebih dari 350 jiwa. Dampak wabah terhadap perekonomian dalam negeri sudah mulai dirasakan.
Beberapa indikator perekonomian sebelumnya, mengkonfirmasi bahwa dampak corona tidak bisa disepelekan. Dimulai dari sektor manufaktur RI yang mengalami kontraksi pada Maret lalu.
Angka pembacaan Purchasing Manager Indeks (PMI) manufaktur Maret 2020 versi Markit berada di angka 45,9. Angka PMI di bawah 50 mengindikasikan adanya kontraksi pada sektor tersebut. Artinya pada bulan Maret, sektor manufaktur dalam negeri mengalami kontraksi dari ekspansi yang mampu dicatatkan pada bulan sebelumnya sebesar 51,9.
Data ekonomi lain yang juga menunjukkan adanya perlambatan pada ekonomi tanah air adalah data penjualan ritel. Pada Februari 2020, penjualan ritel dalam negeri mengalami kontraksi 0,8% (yoy). Walau realitanya lebih baik dari perkiraan sebesar -1,9%, BI memperkirakan pertumbuhan penjualan ritel bulan Maret masih mengalami kontraksi sebesar 5,4% (yoy).
Hal ini juga senada dengan angka Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang terus tergerus sejak awal tahun. Optimisme konsumen tanah air terus mengalami penurunan. Pada Maret 2020, BI mencatat IKK berada di level 113,8 dan menjadi level terendah sejak Oktober 2016. Angka pembacaan di atas 100 mengindikasikan konsumen yang masih optimis dalam memandang perekonomian.
Dari indikator-indikator tersebut saja sudah menunjukkan alarm tanda bahaya bagi perekonomian dalam negeri. Wabah corona memang tidak bisa disepelekan. Saat ini Indonesia tengah mengalami lonjakan kasus signifikan virus corona.
Pekan lalu jumlah pertambahan kasus yang dilaporkan per harinya berada di kisaran angka 100. Kini jumlahnya bertambah menjadi lebih dari 300 per hari. Kemarin (12/3/2020) jumlah orang yang terinfeksi corona di tanah air bertambah 399 orang menjadi 4.241. dan menjadi yang tertinggi ketiga di Asia Tenggara setelah Malaysia (4.683 kasus) dan Filipina (4.648 kasus).
Untuk menekan pertambahan laju pertambahan kasus yang signifikan, beberapa daerah yang menjadi episentrum penyebaran virus di tanah air mulai memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Beberapa daerah di dalam negeri yang memberlakukan kebijakan PSBB di dalam negeri antara lain Jakarta, Depok, Bekasi, Bogor dan Tangerang. PSBB ini diterapkan di daerah-daerah tersebut hingga dua pekan ke depan.
Jika tidak segera ditangani dengan baik, jumlah kasus akan terus bertambah dengan signifikan dan durasi wabah akan semakin lama. Akibatnya dampak ke perekonomian bisa semakin parah. Jika itu terjadi maka rilis data ekonomi RI yang lain untuk periode mendatang akan semakin buram. Semoga saja tidak terjadi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article BI Catat Kegiatan Dunia Usaha Tumbuh Melambat
Bank Indonesia (BI) kembali merilis Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) untuk kuartal pertama tahun ini. Hasilnya seperti yang sudah diperkirakan, kegiatan usaha menurun.
Penurunan kegiatan dunia usaha tercermin dari angka Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kuartal I-2020 sebesar -5,56%, anjlok dalam dari kuartal sebelumnya yang mencapai 7,79%. Turunnya kegiatan dunia usaha terjadi di sejumlah sejumlah sektor ekonomi seperti sektor industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran, pertambangan, pengangkutan dan komunikasi hingga sektor konstruksi.
Perlambatan kegiatan usaha juga memicu terjadinya perlambatan kapasitas produksi terpakai. Pada kuartal I-2020, kapasitas produksi terpakai tercatat sebesar 74,09%, lebih rendah dibandingkan 74,41% pada kuartal IV-2019.
Kapasitas produksi terpakai tertinggi terdapat pada sektor Listrik, Gas dan Air Bersih (77,99%). Sementara itu, penggunaan kapasitas produksi terendah terjadi pada sektor sektor Industri Pengolahan (71,79%) dan sektor Pertambangan dan Penggalian (71,81%).
Rendahnya kapasitas produksi terpakai sektor Industri Pengolahan tidak terlepas dari dampak dari wabah corona yang menghambat pasokan dan mendorong penurunan permintaan, serta sektor Pertambangan dan Penggalian seiring dengan meningkatnya curah hujan yang mengganggu operasi tambang di sejumlah wilayah tambang utama di Indonesia.
Ditinjau dari aspek keuangan, SKDU BI menunjukkan bahwa likuiditas perusahaan mengalami penurunan. Nilai Saldo Bersih (SB) likuiditas perusahaan Q120 sebesar 14,94% turun dari kuartal sebelumnya yang berada di posisi 24,17%. Namun sebagian besar responden (80,28%) yang disurvei masih menjawab kondisi tersebut tergolong normal dan baik.
Dari aspek kemampuan perusahaan mencetak laba (rentabilitas) juga mengalami penurunan. Hal ini tercermin dari nilai SB pada kuartal I-2020 sebesar 11,53% dari sebelumnya pada kuartal IV-2019 sebesar 23,24%.
Sebagian besar responden yang disurvei oleh BI (85,57%) menjawab akses untuk kredit perbankan masih tergolong relatif normal pada kuartal pertama tahun ini.
Kemudian kalau ditinjau dari aspek tenaga kerjanya, SBT penggunaan tenaga kerja pada kuartal I-2020 sebesar -1,13% menurun dibandingkan 0,95% pada kuartal IV-2019.
Corona yang masuk ke Indonesia pada awal Maret lalu kini telah menginfeksi lebih dari 4.000 orang di tanah Air dan merenggut nyawa lebih dari 350 jiwa. Dampak wabah terhadap perekonomian dalam negeri sudah mulai dirasakan.
Beberapa indikator perekonomian sebelumnya, mengkonfirmasi bahwa dampak corona tidak bisa disepelekan. Dimulai dari sektor manufaktur RI yang mengalami kontraksi pada Maret lalu.
Angka pembacaan Purchasing Manager Indeks (PMI) manufaktur Maret 2020 versi Markit berada di angka 45,9. Angka PMI di bawah 50 mengindikasikan adanya kontraksi pada sektor tersebut. Artinya pada bulan Maret, sektor manufaktur dalam negeri mengalami kontraksi dari ekspansi yang mampu dicatatkan pada bulan sebelumnya sebesar 51,9.
Data ekonomi lain yang juga menunjukkan adanya perlambatan pada ekonomi tanah air adalah data penjualan ritel. Pada Februari 2020, penjualan ritel dalam negeri mengalami kontraksi 0,8% (yoy). Walau realitanya lebih baik dari perkiraan sebesar -1,9%, BI memperkirakan pertumbuhan penjualan ritel bulan Maret masih mengalami kontraksi sebesar 5,4% (yoy).
Hal ini juga senada dengan angka Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang terus tergerus sejak awal tahun. Optimisme konsumen tanah air terus mengalami penurunan. Pada Maret 2020, BI mencatat IKK berada di level 113,8 dan menjadi level terendah sejak Oktober 2016. Angka pembacaan di atas 100 mengindikasikan konsumen yang masih optimis dalam memandang perekonomian.
Dari indikator-indikator tersebut saja sudah menunjukkan alarm tanda bahaya bagi perekonomian dalam negeri. Wabah corona memang tidak bisa disepelekan. Saat ini Indonesia tengah mengalami lonjakan kasus signifikan virus corona.
Pekan lalu jumlah pertambahan kasus yang dilaporkan per harinya berada di kisaran angka 100. Kini jumlahnya bertambah menjadi lebih dari 300 per hari. Kemarin (12/3/2020) jumlah orang yang terinfeksi corona di tanah air bertambah 399 orang menjadi 4.241. dan menjadi yang tertinggi ketiga di Asia Tenggara setelah Malaysia (4.683 kasus) dan Filipina (4.648 kasus).
Untuk menekan pertambahan laju pertambahan kasus yang signifikan, beberapa daerah yang menjadi episentrum penyebaran virus di tanah air mulai memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Beberapa daerah di dalam negeri yang memberlakukan kebijakan PSBB di dalam negeri antara lain Jakarta, Depok, Bekasi, Bogor dan Tangerang. PSBB ini diterapkan di daerah-daerah tersebut hingga dua pekan ke depan.
Jika tidak segera ditangani dengan baik, jumlah kasus akan terus bertambah dengan signifikan dan durasi wabah akan semakin lama. Akibatnya dampak ke perekonomian bisa semakin parah. Jika itu terjadi maka rilis data ekonomi RI yang lain untuk periode mendatang akan semakin buram. Semoga saja tidak terjadi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article BI Catat Kegiatan Dunia Usaha Tumbuh Melambat
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular