Pandemic Bond, Obligasi Kontroversial di Kala Bencana

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
03 April 2020 06:29
Pandemic Bond Indonesia: Serupa tapi Tak Sama
Foto: Petugas dari Palang Merah Indonesia (PMI) Jakarta Kota menyemprotkan cairan disinfektan di gedung Sarinah, Jakarta, Selasa (17/3/2020). PMI Jakarta Kota terus berupaya melakukan penyemprotan disinfektan guna pencegahan penyebaran virus Covid-19 korona. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Meski Menkeu memilih nama yang sama seperti obligasi kontroversial milik Bank Dunia tersebut di atas, ada perbedaan yang mendasar di Pandemic Bond versi “Nusantara”, yakni pada konsep dan skema pembiayaan. 

Obligasi pemerintah ini pada dasarnya adalah Recovery Bond, yang hasil emisinya dipakai untuk menstimulasi dunia usaha. Hal in termaktub di Pasal 2 (f) Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1 Tahun 2020 yang baru dirilis. Kontroversinya sejauh ini hanya sebatas pada perluasan kewenangan Bank Indonesia (BI) untuk membelinya di pasar primer.

Mengutip penjelasan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono, Recovery Bond akan berbentuk surat utang pemerintah dalam bentuk rupiah yang dibeli oleh BI dan pihak swasta lain, seperti importir, eksportir, dan investor.

"Dana hasil penjualan surat utang ini, dipegang oleh pemerintah lalu disalurkan ke seluruh dunia usaha dalam bentuk kredit khusus, untuk bangkitkan dunia usaha," jelas Susiwijono dalam konferensi pers, Kamis (26/3/2020).

Ini berbeda dari obligasi milik Bank Dunia yang dananya dipakai untuk membiayai program penanggulangan wabah, dan bukan pada program penanganan dampak ekonominya. Skema pembiayaannya juga berbeda, karena berbentuk surat utang konvensional. Ini berbeda dari PEF Bank Dunia yang merupakan obligasi katastropik (Cat bonds) untuk bencana biologis.

Jika pemerintah jadi menerbitkan Pandemic Bond, ini bakal menjadi Recovery Bond pertama di Asia. Dalam sejarahnya, obligasi ini pertama kali dirilis di Amerika Serikat (AS) pada era New Deal (1936), untuk memulihkan AS dari Depreasi Besar. Terbaru, mereka menerbitkan Recovery Bond untuk mendanai rekonstruksi pasca-bencana badai Katrina tahun 2005.

Australia juga pernah berencana menerbitkan Recovery Bond pada 1984 untuk mempercepat pertumbuhan industri perbankan. Namun, rencana itu batal karena pemerintah lebih memilih rekomendasi Kamar Dagang Australia untuk melakukan deregulasi perbankan dan moneter.

Irlandia pada 2009 sempat mewacanakan emisi Recovery Bond untuk mengatasi krisis ekonomi. Namun rencana itu kandas dan diganti suntikan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) senilai 85 miliar euro. Sebagai gantinya, Irlandia dipaksa menjalankan program austerity berupa pemangkasan belanja pemerintah dan kenaikan pajak.

Uni Eropa juga sempat menjajaki Recovery Bonds yang akan diterbitkan melalui European Investment Fund pada tahun 2010 untuk mengatasi efek krisis Subrime Mortgage Loan di kawasan tersebut. Namun, negara zona Euro tersebut hingga kini belum sepakat mengenai detil kovenan surat utang yang diberi ama Euro-Bonds itu.

Di Indonesia Pandemic Bond atau Recovery Bond (R-Bond) juga bakal menunggu kesepakatan dengan BI terkait dengan aspek teknis pembelian, kovenan, dll. Demi melihat tujuannya yang bersifat non-komersial, menarik untuk diketahui sekomersial apa kupon atau bunganya.

Jangan sampai Pandemic Bond Indonesia cenderung “men-service” investor dengan bunga tinggi tetapi penyaluran dananya justru tidak seperti yang diharapkan. Jika itu yang terjadi, Pandemic Bond Indonesia bakal sama kontroversialnya dengan Pandemic Bond milik Bank Dunia.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ags)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular