
Catat, Ini 5 Jurus Perangi COVID-19 dari Pemerintah
Yuni Dwi Astutik, CNBC Indonesia
25 March 2020 17:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Ada 5 tahapan yang harus dilaksanakan guna mencegah penyebaran virus corona (COVID-19) yang semakin merajalela dengan korban yang terus bertambah.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19 Achmad Yurianto mengatakan lima hal ini harus dilakukan bersama-sama dengan koordinasi dan upaya kolaboratif di seluruh lapisan masyarakat.
"Pertama harus dilaksanakan pembatasan jarak kontak fisik komunikasi sehari-hari, di dalam rumah pun harus dilaksanakan," ujarnya saat konferensi pers di Kantor BNPB, Jakarta, Rabu (25/3/2020).
Kedua, pentingnya mengingatkan semua orang agar melakukan kegiatan belajar, bekerja dan beribadah di rumah. Sebab, virus tersebut bisa saja tak langsung mengenai seseorang, namun berada di barang-barang sekitar kita. Jika tak sengaja menyentuh barang tersebut kemudian menyentuh hidung, mata dan wajah tanpa mencuci tangan, sangat mungkin penularan terjadi.
"Kami mengerti ini bisa dilakukan oleh siapapun. Ini bukan pekerjaan yang sulit. Bukan hanya melakukan kebiasaan menjaga jarak, tapi juga mengingatkan orang lain," tuturnya.
Selanjutnya, dia berharap jika masyarakat memperoleh pemahaman yang lebih baik setiap harinya dan jangan panik. Dia berpesan, apabila merasa tidak enak badan dengan gejala mirip influenza, segeralah mengakses layanan kesehatan dan jangan lupa kenakan masker.
"Nanti tenaga kesehatan akan membantu pemeriksaan dan menentukan pemeriksaan lanjut. Bisa saja ini disebabkan oleh COVID-19 tapi bisa juga bukan, tak perlu menebak," ujarnya lagi.
Selanjutnya adalah karantina diri, jika ada gejala seperti influenza. Usahakan ini tidak akan menularkan orang lain. Jaga kebersihan dan usahakan melindungi kelompok yang lebih tua. Sebab, kelompok ini rentan dengan virus ini.
"Ketika ada yang meninggal (kelompok tua), dicek tak ada riwayat ke mana-mana, tapi punya anak ke mana-mana, inilah. Agar yang muda perlu melakukan kegiatan yang dibatasi," tegasnya.
Terakhir adalah screening massal yang saat ini telah dilakukan. Menurutnya hal yang perlu digarisbawahi dalam screening massal ini adalah bagi yang negatif, belum tentu adalah hasil final. Sebab, pemeriksaan menggunakan rapid test ini adalah berbasis imunologi.
"Manakala pembacaan negatif, tak ada jaminan dia tak terinfeksi. Bisa saja dia sudah terinfeksi, tapi antibodi belum terbentuk. Pembentukan antibodi butuh waktu 6-7 hari. Maka manakala hasilnya negatif, meski tanpa keluhan menyarankan untuk karantina sambil tunggu 7 hari kemudian tes lagi," jelasnya.
Dia mencontohkan, Indonesia bisa belajar dari Vietnam dimana menjaga diri dan jarak menjadi senjata utama dalam melawan COVID-19. Self isolation atau karantina sendiri telah dilakukan dan bisa menghentikan penularan.
"Jadi jangan sampai menunggu sakit, tapi dicegah jangan sampai sakit," pungkasnya.
Sebagai informasi, kasus pasien positif COVID-19 di Indonesia kembali naik. Berdasarkan data Rabu (25/3/2020) hingga pukul 12:00, angkanya bertambah 105 kasus sehingga total menjadi 790 orang. Adapun jumlah kasus sembuh dan dinyatakan boleh pulang 31 orang, dan meninggal 58 orang.
(sef/sef) Next Article Tahun Baru, Kasus Covid-19 di Australia Cetak Rekor Baru
Juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19 Achmad Yurianto mengatakan lima hal ini harus dilakukan bersama-sama dengan koordinasi dan upaya kolaboratif di seluruh lapisan masyarakat.
"Pertama harus dilaksanakan pembatasan jarak kontak fisik komunikasi sehari-hari, di dalam rumah pun harus dilaksanakan," ujarnya saat konferensi pers di Kantor BNPB, Jakarta, Rabu (25/3/2020).
"Kami mengerti ini bisa dilakukan oleh siapapun. Ini bukan pekerjaan yang sulit. Bukan hanya melakukan kebiasaan menjaga jarak, tapi juga mengingatkan orang lain," tuturnya.
Selanjutnya, dia berharap jika masyarakat memperoleh pemahaman yang lebih baik setiap harinya dan jangan panik. Dia berpesan, apabila merasa tidak enak badan dengan gejala mirip influenza, segeralah mengakses layanan kesehatan dan jangan lupa kenakan masker.
"Nanti tenaga kesehatan akan membantu pemeriksaan dan menentukan pemeriksaan lanjut. Bisa saja ini disebabkan oleh COVID-19 tapi bisa juga bukan, tak perlu menebak," ujarnya lagi.
Selanjutnya adalah karantina diri, jika ada gejala seperti influenza. Usahakan ini tidak akan menularkan orang lain. Jaga kebersihan dan usahakan melindungi kelompok yang lebih tua. Sebab, kelompok ini rentan dengan virus ini.
"Ketika ada yang meninggal (kelompok tua), dicek tak ada riwayat ke mana-mana, tapi punya anak ke mana-mana, inilah. Agar yang muda perlu melakukan kegiatan yang dibatasi," tegasnya.
Terakhir adalah screening massal yang saat ini telah dilakukan. Menurutnya hal yang perlu digarisbawahi dalam screening massal ini adalah bagi yang negatif, belum tentu adalah hasil final. Sebab, pemeriksaan menggunakan rapid test ini adalah berbasis imunologi.
"Manakala pembacaan negatif, tak ada jaminan dia tak terinfeksi. Bisa saja dia sudah terinfeksi, tapi antibodi belum terbentuk. Pembentukan antibodi butuh waktu 6-7 hari. Maka manakala hasilnya negatif, meski tanpa keluhan menyarankan untuk karantina sambil tunggu 7 hari kemudian tes lagi," jelasnya.
Dia mencontohkan, Indonesia bisa belajar dari Vietnam dimana menjaga diri dan jarak menjadi senjata utama dalam melawan COVID-19. Self isolation atau karantina sendiri telah dilakukan dan bisa menghentikan penularan.
"Jadi jangan sampai menunggu sakit, tapi dicegah jangan sampai sakit," pungkasnya.
Sebagai informasi, kasus pasien positif COVID-19 di Indonesia kembali naik. Berdasarkan data Rabu (25/3/2020) hingga pukul 12:00, angkanya bertambah 105 kasus sehingga total menjadi 790 orang. Adapun jumlah kasus sembuh dan dinyatakan boleh pulang 31 orang, dan meninggal 58 orang.
(sef/sef) Next Article Tahun Baru, Kasus Covid-19 di Australia Cetak Rekor Baru
Most Popular