Antisipasi Corona

Lockdown Jadi Keniscayaan di RI, Bagaimana Persiapannya?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
16 March 2020 15:06
Lockdown Jadi Keniscayaan di RI, Bagaimana Persiapannya?
Foto: Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19 Achmad Yurianto (CNBC Indonesia/Chandra Gian Asmara)
Jakarta, CNBC Indonesia - Jumlah kasus infeksi virus corona atau COVID-19 di Indonesia terus bertambah. Jika terjadi lonjakan kasus yang signifikan di Indonesia, maka tak menutup kemungkinan lockdown tak dapat terhindarkan.

Indonesia pertama kali melaporkan kasus pertama infeksi COVID-19 pada awal Maret ini. Pasien pertama dan kedua adalah ibu dan anak yang berusia 64 tahun dan 31 tahun. Pada 6 Maret 2020, jumlah kasus positif terinfeksi COVID-19 bertambah dua menjadi empat.

Dua hari berselang, pemerintah RI mengumumkan total infeksi COVID-19 di tanah air mencapai 8 orang. Hingga Minggu (15/3) jumlah kasus yang dilaporkan di Indonesia sudah mencapai 117 orang. Artinya selang satu minggu saja jumlah kasus melesat tajam.



Berdasarkan perhitungan Tim Riset CNBC Indonesia lonjakan jumlah kasus baru COVID-19 per harinya mencapai 33,7%. Jika mengacu pada estimasi Badan Intelijen Negara (BIN), maka wabah ini baru akan mencapai puncaknya ketika bulan puasa (Mei) nanti.

Jika lonjakan kasus terus terjadi secara signifikan dan melebihi laju yang sekarang, bukan tidak mungkin daerah-daerah yang menjadi episentrum COVID-19 di Indonesia bakal kena karantina alias lockdown.

Secara umum lockdown adalah bisa didefinisikan sebagai pembatasan akses dari dan ke suatu wilayah atau bisa juga pembatasan aktivitas orang sehari-hari. Semua ini bergantung dari seberapa genting dan kebijakan pemerintah masing-masing.

Saat ini wilayah Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek) menjadi wilayah episentrum COVID-19 dan berpotensi terkena lockdown. Jika opsi tersebut dipilih oleh pemerintah, maka lebih dari 10 juta warga Jabodetabek akan diisolasi. Akses dari dan ke Jabodetabek akan sangat dibatasi. Kalau lockdown total, maka askes benar-benar akan ditutup.

Selain akses ke luar yang dibatasi, ada kemungkinan aktivitas setiap orang juga akan sangat dibatasi. Setiap orang akan diminta untuk tinggal di rumah dalam waktu yang tidak diketahui sampai kapan, setiap orang dilarang untuk berkumpul dan membentuk kerumunan.

Bahkan bisa jadi keluar rumah saja dilarang kecuali untuk kegiatan yang benar-benar mendesak seperti mengambil peralatan medis maupun untuk mengambil makanan. Lockdown memang memiliki keuntungan maupun kerugian.

Ditinjau dari sisi positif, lockdown memiliki keuntungan seperti kontrol dan penanganan wabah yang lebih optimal, pencegahan transmisi hingga membantu pelacakan terhadap suspect COVID-19. Ini semua tentu berakibat pada kemungkinan tingkat infeksi dan mortalitas yang lebih rendah hingga beban biaya yang ditanggung untuk kit, peralatan, logistik hingga tenaga medis yang lebih rendah.
Namun lockdown juga memiliki sisi negatif seperti kecemasan yang memicu panic buying terutama pada barang-barang pokok seperti makanan hingga peralatan medis seperti masker dan hand sanitizer. Jika stok semakin menipis maka kelangkaan bisa terjadi dan ujung-ujungnya harga naik secara gila-gilaan.

Dampak negatif lain dari lockdown adalah aktivitas ekonomi yang lumpuh. Hal ini memicu turunnya produktivitas setiap orang. Aktivitas produksi dan suplai menjadi terganggu. Namun di sisi lain, karena warga masyarakat tetap tinggal di rumah konsumsi pun ikut merosot.

Lockdown juga berpotensi besar membuat orang-orang berbondong-bondong menarik uangnya dari bank dan lebih memilih menyimpannya dalam bentuk cash. Jika ini terjadi tentu likuditas perbankan akan jadi kering kerontang. Ini jelas bahaya besar bagi perekonomian.

Tak bisa dipungkiri, opsi lockdown ini bagaikan ‘makan buah si malakama’. Dimakan ibu mati, tak dimakan bapak mati. Jika lockdown dilakukan, perekonomian terancam, jika tidak di lockdown jutaan nyawa jadi taruhan.

Apalagi kalau yang di lockdown adalah kota-kota besar yang menggerakkan perekonomian tanah air seperti Jabodetabek. Maka dampak ekonominya bisa sangat signifikan. Namun jika kasus semakin bertambah dengan tak terkendali, lockdown tak bisa dihindarkan.

Lockdown harus dipersiapkan dengan matang. Pertama, adalah batasan lockdown yang harus jelas. Pemerintah harus tegas dalam mendefinisikan lockdown ini, tak boleh setengah-setengah.

Kedua, pemerintah harus menyiapkan segala protokol yang dibutuhkan untuk lockdown. Poin pentingnya adalah, pemerintah harus memastikan keamanan warga masyarakat tetap terjamin. Keamanan ini bukan hanya dari segi keamanan kesehatan dan fisik, tetapi juga keamanan finansial.

Dengan diberlakukannya lockdown, maka jutaan orang terutama yang bekerja di sektor informal akan kehilangan penghasilan. Pemerintah harus menyiapkan stimulus berupa dana tunai untuk diberikan pada kelompok masyarakat ini agar daya belinya tetap terjaga.

Poin kedua yang masih terkait dengan keamanan finansial adalah memastikan bahwa setiap warga masyarakat memperoleh kesempatan yang sama untuk memperoleh makanan dan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau.

Poin ketiga yang juga masuk ke dalam kategori keamanan finansial adalah dengan membebaskan warga masyarakat dari beban temporer, seperti berbagai bentuk cicilan rutin misal KPR. Sehingga secara psikis dan finansial keamanan dapat terwujud.

Poin lain yang perlu dipersiapkan pemerintah adalah menyiapkan tenaga medis yang mumpuni dan dengan kuantitas yang mencukupi begitu juga peralatan dan fasilitas yang memadai. Suplai bahan makanan dan alat medis juga harus disiapkan dan diperhatikan.

Pemerintah juga perlu memberikan transparansi informasi terkait dengan perkembangan kasus COVID-19. Jangan sampai ada ketimpangan informasi atau distribusi informasi yang tidak merata.

Keberadaan COVID-19 sudah benar-benar harus jadi perhatian serius pemerintah. Tugas pemerintah semakin berat. Bagaimanapun Indonesia harus terbuka pada semua skenario, bahkan yang paling buruk pun.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular