Melihat Kisah Klasik Sri Mulyani Bebaskan Pajak 11 Tahun Lalu

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 March 2020 06:50
Melihat Kisah Klasik Sri Mulyani Bebaskan Pajak 11 Tahun Lalu
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Penyebaran virus corona membuat dunia siaga. Termasuk para pengambil kebijakan di bidang ekonomi, karena virus ini bisa membuat aktivitas lumpuh.

Berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis pada Rabu (11/3/2020) pukul 00:03 WIB, jumlah kasus corona di seluruh dunia adalah 116.558. Korban jiwa tercatat 4.090 orang.




Penyebaran di China, asal-muasal virus corona, semakin menurun. Pada awal pekan, kasus baru yang terkonfirmasi di Negeri Tirai Bambu adalah 19. Sementara rasio pasien yang sembuh meningkat menjadi 74,2%.

Namun di luar China yang terjadi adalah sebaliknya. Semakin banyak negara yang melaporkan kasus corona. Ada 3.498 kasus baru di luar Negeri Panda, tertinggi di Italia yaitu 1.807 kasus. Kini kasus corona di Negeri Pizza mencapai 9.172, tertinggi di luar China.

Akibat penyebaran yang begitu cepat dan masif, pemerintah di berbagai negara pun terpaksa membatasi aktivitas masyarakat. Mulai kemarin, pemerintah Italia memberlakukan karantina yang berlaku di seluruh wilayah. Sebelumnya, 'penguncian' (lockdown) hanya berlaku di wilayah Lombardy dan 14 provinsi lainnya.


"Keputusan terbaik saat ini adalah diam di rumah. Masa depan Italia ada di tangan kita. Tangan ini lebih bertanggung jawab dibandingkan saat-saat sebelumnya," kata Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte, seperti dikutip dari Reuters.

Sampai 3 April, penduduk Italia yang berjumlah sekira 60 juta hanya boleh bepergian untuk bekerja dan alasan medis yang mendesak. Seluruh sekolah dan kampus diliburkan.

Italia, negeri indah bertabur bangunan megah dari masa lampau yang biasa dibanjiri turis dari berbagai penjuru bumi, kini sepi. Ketakutan akibat virus corona membuat sektor pariwisata Italia terpukul, padahal sektor ini menyumbang sekitar 14% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Masalahnya, situasi ini tidak cuma terjadi di Italia. Bukan juga cuma sektor pariwisata yang terpukul, tetapi juga manufaktur karena pabrik-pabrik banyak yang ditutup untuk mencegah penularan virus di antara pekerja.

Salah satunya adalah yang menimpa Boeing, raksasa industri aviasi dunia asal Amerika Serikat (AS). Seorang pekerja di pabrik Washington positif mengidap virus corona. "Sebagai langkah pencegahan, kami meminta mereka yang bekerja bersama sang pasien untuk tetap di rumah dan melakukan karantina swadaya (self-quarantine)," sebut keterangan tertulis Boeing.

Gangguan-gangguan semacam ini dialami oleh banyak di sektor industri di banyak negara. Jika diakumulasikan, maka hasilnya adalah perlambatan ekonomi global. Bahkan risiko resesi tidak bisa dikesampingkan.



[Gambas:Video CNBC]



Pemerintah tidak hanya memberikan stick, tetapi juga carrot. Di beberapa negara, pemerintah memberikan stimulus fiskal demi menjaga kinerja perekonomian domestik yang terpukul akibat penyebaran virus corona.

Pemerintah Thailand berencana menggelontorkan stimulus fiskal senilai THB 100 miilar. Stimulus yang diberikan beragam.

Pertama adalah penyikapan fiskal untuk membuat suku bunga kredit korporasi murah di 2%. Termasuk pemberian perpanjangan waktu pembayaran kredit.

Kedua adalah memberikan bantuan tunai kepada sebesar THB 2.000 kepada masyarakat miskin. Ketiga, pemerintah akan memberikan insentif pajak bagi investasi portofolio yang bertahan lama. Keempat, akan ada paket bantuan bagi maskapai penerbangan.

"Kebijakan ini hanya bersifat sementara untuk membantu kelompok-kelompok tertentu," kata Uttama Savanayana, Menteri Keuangan Thailand, seperti dikutip dari Reuters.

Sementara di Malaysia, pemerintah tengah menyiapkan stimulus bagi industri penerbangan, ritel, dan pariwisata. Langkah ini dilakukan untuk memperkuat ketahanan ekonomi domestik di tengah ancaman dari luar yaitu virus corona.

"Fokus kami adalah mendorong permintaan domestik dan pariwisata untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi," sebut keterangan tertulis siaran resmi Kementerian Perekonomian Malaysia.

Lalu di Singapura, pemerintah menganggarkan dana SG$ 4,5 miliar untuk penanganan dampak ekonomi dari virus corona. Ini menyebabkan defisit fiskal Singapura membengkak.

"Penyebaran virus corona pasti akan mempengaruhi perekonomian kami. Oleh karena itu, kami akan mengerahkan seluruh upaya untuk menekan penyebaran virus," tegas Heng Swee Keat, Menteri Keuangan Singapura, sebagaimana diwartakan Reuters.


Pemerintah Indonesia juga menyiapkan stimulus fiskal. Untuk tahap pertama, ada subsidi avtur agar harga tiket pesawat turun, pembebasan pajak hotel dan restoran, tambahan anggaran Bantuan Sosial, serta penambahan jumlah rumah bersubsidi dan menambah anggaran subsidi uang muka.

Stimulus fase kedua yang sedang dimatangkan adalah insentif perpajakan. Beberapa opsi yang mengemuka adalah pemerintah akan meniadakan penarikan Pajak Penghasilan (PPH) Pasal 21 untuk beberapa bulan.

Dengan begitu, para pekerja di sektor formal akan menikmati gaji utuh tanpa potongan PPh. Penghasilan bersih yang dibawa ke rumah (take home pay) akan naik.


Diharapkan tambahan penghasilan ini akan meningkatkan konsumsi dan daya beli. Hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi tetap kencang, karena konsumsi rumah tangga menyumbang hampir 60% dari pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.




Pada 2009, pemerintah juga pernah menempuh kebijakan insentif PPh 21. Kala itu, pemerintah membebaskan PPh bagi karyawan di industri manufaktur, pertanian (termasuk perkebunan, peternakan, perburuan, dan kehutanan), dan perikanan yang bergaji di bawah Rp 5 juta/bulan. Pada saat itu tarif PPh 21 untuk karyawan bergaji maksimal Rp 5 juta/bulan adalah 5%.

Bagaimana dampak dari pemberian stimulus PPh 21 pada 2009? Apakah mampu menjaga konsumsi rumah tangga dari terpaan krisis ekonomi global gara-gara meletusnya gelembung sub-prime mortgage di Amerika Serikat (AS)?

Pada 2009, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi rumah tangga tumbuh 4,9%. Melambat dibandingkan 2008 yang sebesar 5,3%.

Saat itu realisasi insentif PPh 21 juga kurang menggembirakan. Pemerintah menyediakan anggaran Rp 6,5 triliun untuk menalangi PPh 21 dengan skema Ditanggung Pemerintah (DTP). Jadi untuk mendapatkan insentif tersebut, perusahaan harus mengajukan permohonan ke pemerintah terlebih dulu.

Sampai akhir 2009, realisasi stimulus PPh 21 DTP hanya sekitar Rp 300 miliar. Artinya penyerapannya tidak sampai 5%.

"Insentif PPh pasal 21 diberikan untuk menjaga daya beli dan mencegah PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Namun karena PHK tidak sebesar yang diperkirakan, maka kalau pun insentif PPh pasal 21 tidak terserap bukan persoalan yang serius," kata Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan kala itu yang kebetulan juga Menteri Keuangan saat ini.


Jadi kalau pemerintah kembali ingin menerapkan insentif PPh 21, apalagi dengan skema DTP, maka perlu berkaca pada pengalaman 2009. Jangan sampai jauh panggang dari api, realisasi tidak sesuai dengan kenyataan. Sudah ada anggarannya tetapi malah tidak termanfaatkan.

Apalagi PPh 21 adalah pajak buat pekerja di sektor formal. Hingga Agustus 2019, pekerja formal masih menjadi minoritas dalam pasar tenaga kerja Indonesia.



Ini berarti sejatinya insentif PPh 21 tidak dinikmati oleh sebagian besar pekerja. Kalau sudah begini, dampak terhadap ekonomi secara keseluruhan juga kurang optimal.

Bagaimana, Bu Sri Mulyani...?


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular