
WHO: Virus Corona Hilang di Musim Panas Hanya 'Harapan Palsu'
Lynda Hasibuan, CNBC Indonesia
07 March 2020 19:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa para pemimpin dunia tidak boleh menganggap COVID-19 bersifat musiman dan mereda di musim panas, seperti flu, Jumat (6/3).
"Kita harus berasumsi bahwa virus akan terus memiliki kapasitas untuk menyebar. Harapan palsu untuk mengatakan, ya, itu akan hilang seperti flu. Kami harap begitu dan itu akan menjadi anugerah. Tapi kita tidak bisa membuat asumsi itu. Dan tidak ada bukti," kaya Dr. Mike Ryan, direktur eksekutif program kedaruratan kesehatan WHO.
Pada awal virus corona mewabah, pejabat kesehatan AS mengatakan ada hipotesis di alam model matematika bahwa wabah virus corona berpotensi musiman dan lemah dalam kondisi yang lebih hangat.
"Penyakit pernafasan virus lainnya bersifat musiman, termasuk influenza dan oleh karena itu dalam banyak penyakit pernafasan virus kita memang melihat penurunan penyakit pada musim semi dan musim panas. Jadi kita bisa optimis bahwa penyakit ini akan mengikutinya," kata Dr. Nancy Messonnier, direktur Pusat Nasional Imunisasi dan Penyakit Pernafasan CDC.
Hari ini Sabtu (7/3), berdasarkan data John Hopkins University setidaknya 102.188 orang diseluruh dunia terinfeksi virus corona. Sebanyak 3.491 orang menigggal dunia di seluruh dunia, dimana virus ini sudah menyebar ke 92 negara.
Para pejabat WHO mengatakan bahwa mereka tidak tahu bagaimana COVID-19 berperilaku, apakah itu tidak seperti influenza atau tidak. Sementara banyak yang diketahui tentang flu musiman, seperti bagaimana penularannya dan perawatan apa yang bekerja untuk menekan penyakit itu, informasi yang sama pun masih dipertanyakan ketika menyangkut virus corona.
"Ini adalah virus unik, dengan fitur unik. Virus ini bukan influenza. Kami berada di wilayah yang belum dipetakan," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Para pejabat kesehatan dunia mengatakan sangat prihatin tentang meningkatnya jumlah negara yang melaporkan kasus, terutama yang memiliki sistem pelayanan kesehatan yang lebih lemah.
Tedros mengatakan bahwa para pejabat kesehatan juga prihatin dengan rumah sakit, yang telah berjalan sangat minim dan terbatas.
"Ketika saya katakan minim dan terbatas, membuatnya sangat dekat dengan apa yang mereka butuhkan selama waktu normal jumlah tempat tidur yang mereka butuhkan dan sebagainya. Itulah mengapa kita melihat kejutan di negara-negara berpenghasilan tinggi dan ketika keadaan darurat benar-benar tiba, memicu atau memperluas sistem lean dan rata-rata menjadi sedikit sulit dan kadang-kadang melelahkan," ucap Tedros.
Dia mengatakan bahwa mungkin memaksa beberapa negara untuk memulangkan pasien lebih awal karena sistem disesuaikan dengan pendekatan lean.
"Oke, menjalankan rumah sakit dengan gaya yang ramping dan kejam bisa baik-baik saja selama waktu reguler, tetapi bagaimana kita dapat memperluas kapasitas dalam beberapa jam ketika kebutuhan datang? Ini bukan COVID saja. Itu bisa berupa gempa bumi, atau tsunami atau bencana lain, apakah itu buatan manusia atau alami," papar dia.
(hps/hps) Next Article Cegah Tangkal, Strategi Kemenkes Antisipasi Penyebaran Corona
"Kita harus berasumsi bahwa virus akan terus memiliki kapasitas untuk menyebar. Harapan palsu untuk mengatakan, ya, itu akan hilang seperti flu. Kami harap begitu dan itu akan menjadi anugerah. Tapi kita tidak bisa membuat asumsi itu. Dan tidak ada bukti," kaya Dr. Mike Ryan, direktur eksekutif program kedaruratan kesehatan WHO.
Pada awal virus corona mewabah, pejabat kesehatan AS mengatakan ada hipotesis di alam model matematika bahwa wabah virus corona berpotensi musiman dan lemah dalam kondisi yang lebih hangat.
"Penyakit pernafasan virus lainnya bersifat musiman, termasuk influenza dan oleh karena itu dalam banyak penyakit pernafasan virus kita memang melihat penurunan penyakit pada musim semi dan musim panas. Jadi kita bisa optimis bahwa penyakit ini akan mengikutinya," kata Dr. Nancy Messonnier, direktur Pusat Nasional Imunisasi dan Penyakit Pernafasan CDC.
Hari ini Sabtu (7/3), berdasarkan data John Hopkins University setidaknya 102.188 orang diseluruh dunia terinfeksi virus corona. Sebanyak 3.491 orang menigggal dunia di seluruh dunia, dimana virus ini sudah menyebar ke 92 negara.
Para pejabat WHO mengatakan bahwa mereka tidak tahu bagaimana COVID-19 berperilaku, apakah itu tidak seperti influenza atau tidak. Sementara banyak yang diketahui tentang flu musiman, seperti bagaimana penularannya dan perawatan apa yang bekerja untuk menekan penyakit itu, informasi yang sama pun masih dipertanyakan ketika menyangkut virus corona.
"Ini adalah virus unik, dengan fitur unik. Virus ini bukan influenza. Kami berada di wilayah yang belum dipetakan," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Para pejabat kesehatan dunia mengatakan sangat prihatin tentang meningkatnya jumlah negara yang melaporkan kasus, terutama yang memiliki sistem pelayanan kesehatan yang lebih lemah.
Tedros mengatakan bahwa para pejabat kesehatan juga prihatin dengan rumah sakit, yang telah berjalan sangat minim dan terbatas.
"Ketika saya katakan minim dan terbatas, membuatnya sangat dekat dengan apa yang mereka butuhkan selama waktu normal jumlah tempat tidur yang mereka butuhkan dan sebagainya. Itulah mengapa kita melihat kejutan di negara-negara berpenghasilan tinggi dan ketika keadaan darurat benar-benar tiba, memicu atau memperluas sistem lean dan rata-rata menjadi sedikit sulit dan kadang-kadang melelahkan," ucap Tedros.
Dia mengatakan bahwa mungkin memaksa beberapa negara untuk memulangkan pasien lebih awal karena sistem disesuaikan dengan pendekatan lean.
"Oke, menjalankan rumah sakit dengan gaya yang ramping dan kejam bisa baik-baik saja selama waktu reguler, tetapi bagaimana kita dapat memperluas kapasitas dalam beberapa jam ketika kebutuhan datang? Ini bukan COVID saja. Itu bisa berupa gempa bumi, atau tsunami atau bencana lain, apakah itu buatan manusia atau alami," papar dia.
(hps/hps) Next Article Cegah Tangkal, Strategi Kemenkes Antisipasi Penyebaran Corona
Most Popular