
Kenapa Lion Air Tak Bayar Pesangon Mantan Awak Kokpitnya?
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
24 February 2020 06:17

Jakarta, CNBC Indonesia - Lion Air dikabarkan tidak bisa membayar kewajiban atau pesangon mantan awak kokpitnya. Bahkan, keuangan perusahaan dipertanyakan.
Corporate Communication Strategic of Lion Air, Danang Mandala Prihantoro memberikan keterangan resmi terkait hal tersebut.
Memang telah ada keputusan dari Pengadilan Hubungan Industri (PHI) yang menyatakan Lion Air wajib membayar pesangon kepada mantan penerbang tersebut. Namun, Lion Air menggugat balik atas adanya kewajiban keuangan dari para awak kokpit yang disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian pelatihan.
Lion Air mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Nomor Perkara 44/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst pada Kamis, 20 Februari 2020.
"Pengajuan PKPU ini terkait dengan pemberhentian awak kokpit Lion Air karena dianggap melakukan pelanggaran yaitu mogok kerja (terbang) pada Mei 2016, sehingga menyebabkan terganggunya operasional, kerugian perusahaan yang cukup besar serta ketidaknyamanan penumpang," kata Danang dikutip Senin (24/2/2020).
Pengajuan PKPU ialah satu bagian rangkaian permohonan yang sama dengan permohonan pertama oleh mantan awak kokpit Lion Air, yaitu bernomor perkara 196/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst adalah sudah diputus dan ditolak oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Permohonan dimaksud sudah ada yurisprudensi atau merupakan keputusan pengadilan terdahulu yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap
Berdasarkan keputusan Mahkamah Agung nomor: 3187 / K/ pdt/ 2018, yang menyatakan bahwa kewenangan untuk mengadili perjanjian yang disepakati tersebut adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bukan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Bahwa telah ada keputusan dari Pengadilan Hubungan Industri (PHI) yang menyatakan Lion Air wajib membayar pesangon kepada mantan penerbang tersebut.
"Namun, Lion Air menggugat atas adanya kewajiban keuangan dari para awak kokpit yang disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian pelatihan," tutur Danang.
"Lion Air dengan ini menyatakan tidak benar adanya informasi bahwa Lion Air tidak mampu dan atau tidak ingin membayar kewajiban tersebut. Lion Air menunggu kepastian hukum yaitu Keputusan Pengadilan terkait kewajiban hukum para mantan penerbang dimaksud (biaya pendidikan dan pelatihan dalam perjanjian serta kerugian yang ditanggung Lion Air akibat mogok terbang) kepada Lion Air yang nilainya jauh lebih besar (kurang lebih Rp 89 miliar) dibandingkan dengan kewajiban Lion Air kepada para mantan penerbang tersebut."
Karena adanya percampuran utang, maka penyelesaian akan dilakukan oleh Lion Air, apabila gugatan Lion Air terhadap para penerbang tersebut telah berkekuatan hukum tetap.
"Lion Air menegaskan, bahwa tidak ada hubungan dan keterkaitan pengajuan PKPU dengan status keuangan perusahaan. Saat ini kondisi keuangan dan operasional Lion Air masih berjalan normal," tutup Danang.
(dru) Next Article Lion Air Group Buka-bukaan Soal Kematian Kopilot Wings Air
Corporate Communication Strategic of Lion Air, Danang Mandala Prihantoro memberikan keterangan resmi terkait hal tersebut.
Memang telah ada keputusan dari Pengadilan Hubungan Industri (PHI) yang menyatakan Lion Air wajib membayar pesangon kepada mantan penerbang tersebut. Namun, Lion Air menggugat balik atas adanya kewajiban keuangan dari para awak kokpit yang disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian pelatihan.
![]() |
"Pengajuan PKPU ini terkait dengan pemberhentian awak kokpit Lion Air karena dianggap melakukan pelanggaran yaitu mogok kerja (terbang) pada Mei 2016, sehingga menyebabkan terganggunya operasional, kerugian perusahaan yang cukup besar serta ketidaknyamanan penumpang," kata Danang dikutip Senin (24/2/2020).
Pengajuan PKPU ialah satu bagian rangkaian permohonan yang sama dengan permohonan pertama oleh mantan awak kokpit Lion Air, yaitu bernomor perkara 196/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst adalah sudah diputus dan ditolak oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Permohonan dimaksud sudah ada yurisprudensi atau merupakan keputusan pengadilan terdahulu yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap
Berdasarkan keputusan Mahkamah Agung nomor: 3187 / K/ pdt/ 2018, yang menyatakan bahwa kewenangan untuk mengadili perjanjian yang disepakati tersebut adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bukan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Bahwa telah ada keputusan dari Pengadilan Hubungan Industri (PHI) yang menyatakan Lion Air wajib membayar pesangon kepada mantan penerbang tersebut.
"Namun, Lion Air menggugat atas adanya kewajiban keuangan dari para awak kokpit yang disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian pelatihan," tutur Danang.
"Lion Air dengan ini menyatakan tidak benar adanya informasi bahwa Lion Air tidak mampu dan atau tidak ingin membayar kewajiban tersebut. Lion Air menunggu kepastian hukum yaitu Keputusan Pengadilan terkait kewajiban hukum para mantan penerbang dimaksud (biaya pendidikan dan pelatihan dalam perjanjian serta kerugian yang ditanggung Lion Air akibat mogok terbang) kepada Lion Air yang nilainya jauh lebih besar (kurang lebih Rp 89 miliar) dibandingkan dengan kewajiban Lion Air kepada para mantan penerbang tersebut."
Karena adanya percampuran utang, maka penyelesaian akan dilakukan oleh Lion Air, apabila gugatan Lion Air terhadap para penerbang tersebut telah berkekuatan hukum tetap.
"Lion Air menegaskan, bahwa tidak ada hubungan dan keterkaitan pengajuan PKPU dengan status keuangan perusahaan. Saat ini kondisi keuangan dan operasional Lion Air masih berjalan normal," tutup Danang.
(dru) Next Article Lion Air Group Buka-bukaan Soal Kematian Kopilot Wings Air
Most Popular