Jakarta, CNBC Indonesia - Wabah virus corona atau Covid-19 diprediksi membuat perekonomian China melambat, dan akan menyeret negara-negara lainnya, bahkan ekonomi global. Guna meminimalisir dampak negatif wabah Covid-19 ke perekonomian, bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) harus memangkas suku bunga.
Di awal pekan ini PBoC menurunkan suku bunga Medium-term Lending Facility (MLF) tenor setahun dari 3,25% menjadi 3,15%. Selain itu PBoC juga akan menggelontorkan dana senilai US$ 29 miliar dalam bentuk pinjaman jangka menengah.
Kamis lalu giliran LPR yang diturunkan, tenor setahun menjadi 4,05% dari 4,15%, dan tenor lima tahun turun 4,75% menjadi 4,8%.
Bukan di pekan ini saja China bertindak, di awal bulan lalu PBoC sudah menurunkan suku bunga reverse repo tenor 7 hari i menjadi 2,4%, sementara tenor 14 hari diturunkan menjadi 2,55%. Selain itu PBoC menyuntikkan likuiditas senilai 1,7 triliun yuan (US$ 242,74 miliar) melalui operasi pasar terbuka.
Penurunan tersebut dimaksudkan untuk menambah likuiditas di pasar, sehingga roda perekonomian bisa berputar, dan meredam pelambatan ekonomi.
Hasil riset S&P memprediksi produk domestic bruto (PDB) Negeri Tiongkok akan terpangkas hingga 1,2%.
Kemudian,
Reuters melakukan jajak pendapat terhadap 40 ekonom yang hasilnya pertumbuhan ekonomi China kuartal I-2019 diperkirakan sebesar 4,5%. Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 6%. Untuk pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020, proyeksinya adalah 5,5%. Juga jauh melambat dibandingkan realisasi 2019 yang sebesar 6,1%.
Selain PBoC, Bank sentral Thailand (Bank of Thailand/BoT) juga memangkas suku bunga di awal bulan ini sebesar 25 basis poin (bps) ke rekor terendah 1%. Bank sentral Filipina juga melakukan hal yang sama, memangkas suku bunga 25 bps ke 3,75%. Tujuannya sama, untuk meminimalisir dampak virus corona ke perekonomian.
Bank Indonesia (BI) di pekan ini juga memangkas suku bunga 25 bps menjadi 4,75%.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Februari 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,50%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, Kamis (20/2/2020).
Dengan pemangkasan suku bunga tersebut, diharapkan roda perekonomian dalam negeri lebih terpacu untuk meredam efek pelambatan ekonomi China.
Akibat pelambatan tersebut, BI juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia, tetapi masih optimis di atas 5%. Untuk tahun ini, BI menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi menjadi 5%-5,4% dari sebelumnya 5,1%-5,5%. Sementara untuk tahun 2021, pertumbuhan ekonomi diprediksi lebih tinggi 5,2%-5,6%.
Melambatnya perekonomian China akibat wabah virus corona menjadi penyebab bank sentral ramai-ramai memangkas suku bunga. Jika ekonomi China diprediksi melambat, beberapa negara malah berisko mengalami resesi. Singapura, Jerman, dan Jepang sudah ketar ketir.
Pemerintah Singapura di awal pekan ini memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini. Mengutip Reuters, Singapura memprediksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2020 ada di kisaran -0,5%-1,5%. Padahal sebelumnya, pemerintah memproyeksikan, pertumbuhan di kisaran 0,5%-2,5%.
Setelah Singapura, Jerman juga sudah waspada. Pertumbuhan ekonomi Negeri Panser di kuartal IV-2019 stagnan alias tidak tumbuh dari kuartal sebelumnya. Pada tahun lalu, Jerman sudah nyaris mengalami resesi akibat perang dagang AS dengan China.
Selanjutnya Jepang, negara dengan nilai ekonomi terbesar ketiga di dunia, yang sudah dekat dengan resesi. Perekonomian Jepang berkontraksi tajam di kuartal IV-2019, bahkan menjadi yang terdalam sejak 6 tahun terakhir. Data dari Cabinet Office menunjukkan produk domestik bruto (PBD) kuartal IV-2019 berkontraksi 1,6%
quarter-on-quarter (QoQ), menjadi yang terdalam sejak kuartal II-2014.
Dari ketiga negara tersebut, Singapura sudah pasti tidak menurunkan suku bunga, sebabnya Otoritas Moneter Singapura (MAS) tidak menggunakan suku bunga dalam menerapkan kebijakan moneternya. MAS mengatur nilai tukar mata uangnya sebagai kebijakan moneter. Pengetatan dan pelonggaran moneter dilakukan dengan cara menetapkan kisaran nilai dan nilai tengah dolar Singapura terhadap mata uang negara mitra dagang utama. Kisaran maupun nilai tengah itu tidak diungkapkan kepada publik.
Sementara itu, Jepang sudah menerapkan suku bunga negatif (-0,1%), begitu juga dengan Jerman dengan suku bunga deposito (deposit facility) dari European Central Bank (ECB) -0,5%. Besar kemungkinan suku bunga tidak akan ada penurunan suku bunga, tetapi menggelontorkan stimulus dengan program pembelian aset (quantitative easing/QE).
China merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, sehingga ketika ekonominya melambat akan memberikan dampak yang besar.
Tetangga dekatnya, Korea Selatan akan mendapat pukulan cukup telak. Apalagi Negeri Gingseng menjadi negara dengan jumlah kasus Covid-19 terbanyak kedua.
Pada tahun lalu, ekomomi Korsel tumbuh 2%, menjadi yang terendah dalam 10 tahun terakhir. Kepala riset Standart Chartered di Seoul, Park Chong-hoon, mengatakan dengan perkembangan saat ini, bisa dipastikan pertumbuhan ekonomi Korsel lebih rendah dari tahun lalu.
"Ekonomi Korea Selatan kehilangan momentum lagi, saat mulai melakukan pemulihan. Sentimen memburuk karena pelambatan ekonomi China mempengaruhi ekspor dan pendapatan wisata secara negatif" kata Park.
Bank sentral Korea Selatan (BOK) diprediksi akan memangkas suku bunga pada Kamis (27/2/2020) pekan depan oleh analis dari bank ANZ, sebesar 25 bps ke rekor terendah 1%.
Selain BOK, bank sentral Australia (RBA) juga berpeluang memangkas suku bunga. Sebabnya China merupakan mitra dagang utama Australia, jika ekonomi Negeri Tiongkok melambat Negeri Kanguru juga akan terpukul.
Apalagi tingkat pengangguran Australia naik menjadi 5,3% di bulan Januari, dari bulan sebelumnya 5,1%. Pasar tenaga kerja merupakan salah satu acuan RBA dalam menetapkan kebijakan moneter. Ditambah dengan perekonomian China yang kemungkinan melambat, peluang RBA memangkas suku bunga semakin besar.
TIM RISET CNBC INDONESIA