Mampu Bertahan dari Serangan Dolar, Dua Jempol untuk Rupiah!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 February 2020 12:01
Mampu Bertahan dari Serangan Dolar, Dua Jempol untuk Rupiah!
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah dibuat babak belur melawan dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang pekan ini. Mata Uang Garuda hanya menguat sekali pada hari Senin lalu, sisanya rupiah terus membukukan pelemahan beruntun.

Sepanjang pekan ini rupiah membukukan pelemahan sebesar 0,66% ke Rp 13.760/US$. Jika dibandingkan dengan mata uang utama Asia lainnya, pelemahan rupiah tersebut patut diapresiasi. Hanya dolar Hong Kong, rupee India, dolar Singapura, dan yuan China yang kinerja lebih baik melawan dolar AS, meski semuanya juga melemah.

Won Korea Selatan menjadi mata uang dengan kinerja terburuk dengan pelemahan 2,07%. Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia sepanjang pekan ini.



Dolar AS benar-benar perkasa di pekan ini. Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam ini naik ke 99,86 di perdagangan sesi Asia Kamis kemarin, yang merupakan level tertinggi sejak 11 Mei 2017.

Data terbaru dari AS pekan ini menunjukkan indeks harga produsen naik 0,5% month-on-month (MoM) di bulan Januari, jauh lebih tinggi dari kenaikan bulan sebelumnya 0,1% dan prediksi Reuters sebesar 0,1%.

Sementara itu indeks harga produsen inti, yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan dalam perhitungan, juga naik 0,5% MoM, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 0,1% dan prediksi Reuters 0,2%. Rilis tersebut memberikan gambaran inflasi yang dilihat dari indeks harga konsumen akan berpeluang naik.



Kemudian aktivitas manufaktur Philadelphia mencatat ekspansi tertinggi dalam tiga tahun terakhir di bulan ini. The Fed Philadelphia melaporkan indeks manufaktur di wilayahnya naik menjadi 36,7 dari bulan Januari sebesar 17.

Ini berarti sudah dua bulan beruntun sektor manufaktur di Philadelphia melesat signifikan. Pada bulan Desember 2019, sektor pengolahan ini nyaris mengalami kontraksi, dengan angka indeks dilaporkan sebesar 0,3. Sebagai informasi, indeks manufaktur Philadelphia menggunakan angka 0 sebagai patokan, di atas 0 berarti ekspansi, sementara di bawahnya berarti kontraksi.

Data tersebut melengkapi serangkaian data cukup bagus yang dirilis sejak awal bulan dan tentunya memperkuat sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk tidak lagi menurunkan suku bunga di tahun ini, dolar pun menjadi perkasa.

Selain itu, wabah virus corona juga membuat pelaku pasar mengalihkan investasinya ke aset-aset aman dan dolar AS salah satunya. Dampaknya penguatan dolar AS tak terbendung.

Wabah virus corona atau Covid-19 masih menjadi isu utama di perdagangan mata uang. Wabah yang sudah menewaskan 2.252 orang dan menjangkiti lebih dari 77.000 orang.

Wabah Covid-19 yang berpusat di kota Wuhan China diprediksi akan memangkas pertumbuhan ekonomi Negeri Tiongkok sebesar 1,2% oleh S&P.

Sementara Reuters melakukan jajak pendapat terhadap 40 ekonom yang hasilnya pertumbuhan ekonomi China kuartal I-2019 diperkirakan sebesar 4,5%. Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 6%. Untuk pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020, proyeksinya adalah 5,5%. Juga jauh melambat dibandingkan realisasi 2019 yang sebesar 6,1%.



Di awal pekan ini PBoC menurunkan suku bunga Medium-term Lending Facility (MLF) tenor setahun dari 3,25% menjadi 3,15%. Selain itu PBoC juga akan menggelontorkan dana senilai US$ 29 miliar dalam bentuk pinjaman jangka menengah.

Kamis lalu giliran LPR yang diturunkan, tenor setahun menjadi 4,05% dari 4,15%, dan tenor lima tahun turun 4,75% menjadi 4,8%.



Bukan di pekan ini saja China bertindak, di awal bulan lalu PBoC sudah menurunkan suku bunga reverse repo tenor 7 hari i menjadi 2,4%, sementara tenor 14 hari diturunkan menjadi 2,55%. Selain itu PBoC menyuntikkan likuiditas senilai 1,7 triliun yuan (US$ 242,74 miliar) melalui operasi pasar terbuka.

Sementara itu dari dalam negeri, setelah melakukan Rapat Dewan Gubernur (RDG) selama dua hari, BI memutuskan memangkas suku bunga 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,75%.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Februari 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,50%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, Kamis (20/2/2020).

Dengan pemangkasan suku bunga tersebut, diharapkan roda perekonomian dalam negeri lebih terpacu untuk meredam efek pelambatan ekonomi China.
Berkat stimulus moneter tersebut, rupiah mampu meredam perkasanya dolar, meski melemah tetapi masih lebih baik dari mayoritas mata uang utama Asia lainnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular