Kena Pembebasan Lahan Buat Tol? Ini Prosesnya Agar Tak Rugi

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
17 February 2020 12:47
Pembangunan infrastruktur yang menjadi program utama Presiden Joko Widodo kerap menghadapi tantangan, terutama dalam pembebasan lahan.
Foto: proyek tol HUtama Karya
Jakarta, CNBC Indonesia- Pembangunan infrastruktur yang menjadi program utama Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap menghadapi tantangan, terutama dalam pembebasan lahan.

Kendala ini terjadi karena tidak semua lahan yang digunakan untuk jalan tol merupakan milik pemerintah. Banyak juga lahan-lahan milik masyarakat yang harus digunakan untuk membangun infrastruktur seperti jalan tol.


Pada prakteknya pemerintah telah mengatur pembebasan lahan untuk kepentingan masyarakat. Mekanisme appraisal atau penilaian harga tanah dilakukan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), dengan perhitungan berdasarkan bidang per bidang.

Cara ini membuat perhitungan harga antara satu rumah dengan rumah lainnya bisa berbeda. Proses appraisal di era Presiden Jokowi pun telah memasukan perhitungan non fisik, artinya penilaian harga ganti rugi termasuk biaya-biaya proses administrasi seperti notaris hingga solatium.

Solatium merupakan perhitungan ikatan emosional terhadap rumah tersebut. Semakin lama warga menempati rumah tersebut maka solatium semakin tinggi.

Jika masyarakat setempat tidak sepakat soal harga pembebasan, maka ada langkah lain yang bisa ditempuh. Pejabat pembuat Komitmen (PKK) dan pemerintah daerah pun akan bernegosiasi dan mencari jalan tengah untuk masyarakat.

"Dengan mekanisme ini proses pembebasan lahan sudah jauh lebih baik. Dari sisi waktu juga lebih cepat, tim appraisal ditargetkan bekerja hingga keluar harga hanya 30 hari," kata Kasubdit Pengadaan Tanah Direktorat Bina Marga Kementerian PUPR Sri Sadono dikutip dari detik.com belum lama ini.

Dengan proses pembebasan lahan yang cepat, maka pembangunan infrastruktur pun bisa semakin cepat dan berdampak positif bagi masyarakat setempat. Infrastruktur akan membuat ekonomi di daerah setempat semakin kuat dan akan berdampak positif, termasuk bagi warga yang terkena pembebasan lahan.

Misalnya saja pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera yang gencar dilakukan beberapa tahun belakangan. Kehadiran konektivitas Trans Sumatera diyakini bisa berdampak positif dalam memangkas biaya logistik, sehingga daya saing produk Indonesia semakin meningkat.

Tidak hanya itu, Tol Trans Sumatera yang dibangun oleh PT Hutama Karya (Persero) juga bisa mendukung aksesbilitas pengembangan wilayah di sekitar jalan tol. Efisiensi waktu tempuh perjalanan di pulai Sumatera pun bisa semakin cepat dengan adanya tol.

Untuk Tol Trans Sumatera Medan Binjai Seksi I pembebasan lahan sudah mencapai 93%, Pekanbaru-Dumai 99,80%, Sigli-Banda Aceh 57%, dan Padang-Sicincin 14%. Cepatnya pembebasan lahan tol terutama untuk Sigli-Banda Aceh, tidak terlepas dari dukungan pemerintah daerah.

Untuk seksi Padang-Sicincin merupakan bagian dari Ruas Tol yang akan menghubungkan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau yaitu Ruas Pekanbaru - Padang sepanjang 254,80 kilometer. Proyek tol ini juga telah ditunggu-tunggu kehadirannya oleh masyarakat Sumatera Barat.


Dikutip keterangan resmi Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Tol Trans Sumatera yang ditargetkan menyusul beroperasi pada 2020 di antaranya Tol Kayuagung-Palembang Betung 111,69 KM, Pekanbaru-Dumai 131 Km, Pekanbaru-Padang (Segmen Padang Sicincin) 30,4 km, Kuala Tanjung-Tebing Tinggi-Parapat Seksi 1 20,40 KM, Tol Medan-Binjai Seksi 1 (Tanjung Mulia-Helvetia) 6m27 KM dan Banda Aceh-Sigli seksi 4 (Indrapuri-Blang Bintang) 13,5 KM.

Kementerian PUPR menargetkan hingga 2024 jalan tol yang terbangun di Indonesia mencapai 2.500 KM. Sebagian ruas yang ditargetkan tersebut, sekitar 2.000 km meliputi pembangunan jalan Tol Trans Sumatera, yang ditargetkan rampung konstruksi pada 2024.


(dob/dob) Next Article Cerita Luhut Soal Susahnya Kembangkan Bandara & Danau Toba

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular