Mengenal Aturan yang Bikin City Tak Bisa Ikut Liga Champions

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 February 2020 13:36
Asosiasi Sepakbola Eropa (UEFA) memutuskan untuk memberi sanksi bagi klub raksasa Liga Primer Inggris, Manchester City.
Manchester City (Getty Images/CNBC International)
Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA) memutuskan untuk memberi sanksi bagi klub raksasa Liga Primer Inggris, Manchester City. Tetangga berisik dari Manchester United ini dilarang tampil di kompetisi antar-klub Benua Biru selama dua musim.

Artinya, tim asuhan Manajer Josep 'Pep' Guardiola terancam tidak bisa tampil di Liga Champions Eropa musim depan. Kans City untuk berlaga di kompetisi itu sebenarnya sangat besar, karena saat ini mereka berada di peringkat kedua klasemen sementara Liga Primer meski berselisih 22 poin dari sang pemuncak, Liverpool.


City divonis melanggar aturan Financial Fair Play (FFP). Aturan ini mewajibkan klub tidak boleh mengeluarkan uang lebih banyak dari pendapatan.

"Manchester City melanggar peraturan dengan memperbesar pendapatan dari sponsor dalam laporan keuangan yang dikirimkan kepada UEFA pada 2012 hingga 2016. Klub juga tidak kooperatif dalam proses investigasi," sebut laporan UEFA, seperti dikutip dari BBC.


The Citizen tentu tidak terima. Melalui pernyataan tertulis, City menyatakan kecewa dan akan mengajukan banding ke Mahkamah Arbitrase Olahraga (CAS).

"Manchester City kecewa, tetapi tidak terkejut dengan pernyataan UEFA. Pada Desember 2018, investigator UEFA telah mengkaji kemungkinan sanksi kepada Manchester City bahkan sebelum investigasi dimulai. Klub telah mengajukan protes formal kepada Komite Disiplin UEFA.

Kasus ini dimulai dari EUFA, diselidiki oleh UEFA, dan diputuskan oleh UEFA. Dengan proses yang sudah selesai, klub akan mencari keadilan secepat mungkin. Misalnya dengan mengajukan perkara ke CAS," tulis pernyataan resmi yang dimuat di laman klub.

Sebenarnya apa itu FFP, yang membuat City tersandung dan tidak bisa ikut kejuaraan antar-klub Eropa? Mengapa FFP menjadi penting untuk ditegakkan?

FFP mulai diberlakukan oleh UEFA pada 2011. Klub di Eropa harus memenuhi persyaratan keuangan, dalam arti memenuhi seluruh kewajiban yang harus dibayarkan.

Sejak 2013, klub harus memenuhi kewajiban impas (break-even) dalam laporan keuangannya. Pengeluaran harus seimbang dengan pemasukan, tidak boleh memupuk utang. Untuk mengawasi penegakan aturan ini, Club Financial Control Body (CFCB) akan menganalisis laporan keuangan klub dalam tiga tahun terakhir.

Sebenarnya UEFA bukan tidak memperbolehkan klub untuk merugi. Klub boleh ekspansif dan kemudian mencatatkan kerugian, tetapi harus dalam batas aman yaitu EUR 30 juta (Rp 444,94 miliar) dalam tiga tahun.

Kerugian itu juga harus segera ditutup oleh pemilik atau pihak yang berafiliasi dengan klub. Jika pemilik klub menyuntikkan dana melalui perusahaan yang terkait dengan dirinya, maka UEFA akan melakukan investigasi. Ada perhitungan, apakah jumlah dana yang disuntikkan itu sesuai dengan nilai pasar atau ada 'penggelembungan'.

Nah, ini yang terjadi di City. Pada 2011, UEFA berjanji akan melakukan investigasi terhadap kerja sama City dengan Etihad Airways, perusahaan penerbangan asal Uni Emirat Arab (UEA).

Etihad adalah perusahaan milik pemerintah daerah Abu Dhabi, dengan Mohamed Mubarak Al Mazrouei sebagai CEO. Mohamed Mubarak Al Mazrouei adalah salah satu direktur di Manchester City. Mohamed Mubarak Al Mazrouei dan pemilik Manchester City, Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan, adalah anggota keluarga kerajaan Abu Dhabi.


Football Leaks mengungkapkan bahwa sebenarnya Abu Dhabi United Group (ADUG) adalah sponsor City yang sebenarnya. Dalam laporan keuangan City, Etihad memang ditulis membayar sponsorship GBP 67,5 juta (Rp 1,2 triliun). Namun hanya GBP 8 juta (Rp 142,93 milar) yang benar-benar datang dari Etihad, sisanya adalah duit ADUG. Jika entitas-entitas yang terkait menyumbang lebih dari 30% total pendapatan klub, maka UEFA akan melihatnya sebagai satu entitas.

"Tujuan dari FFP bukan untuk membuat semua klub menjadi setara, tetapi mendorong klub agar membangun kesuksesan secara jangka panjang dan berkesinambungan. Bukan sekadar mencari solusi instan. Klub perlu meningkatkan kesadaran akan investasi masa depan.

"Utang yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan pada masa depan (stadion, akademi, insfrastruktur, dan sebagainya) adalah standar praktik di industri ini. Namun utang untuk membiayai keperluan jangka pendek seperti gaji atau transfer pemain bisa menciptakan masalah di arus kas sehingga harus dikelola dengan efektif. FFP bertujuan untuk menghindarkan klub dari utang yang tidak terkelola dengan baik,"sebut keterangan di situs resmi UEFA.

TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]




(aji/aji) Next Article Peluang Juara Liga Inggris: City 47%, Liverpool 46%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular