
Membandingkan Bonus Pekerja RI dengan Negara Lain, Cuan Mana?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
14 February 2020 14:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja, pemerintah berencana mengatur jumlah bonus yang diterima oleh pekerja setiap tahun. Bonus memang lazim diberikan kepada pekerja di berbagai negara di dunia, tetapi bukan merupakan suatu kewajiban.
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pekerja, pemerintah dalam draf RUU Cipta Kerja Bab IV bagian kelima mengatur tentang penghargaan lainnya atau bonus yang diterima oleh pekerja atau buruh. Bagian kelima itu mencakup pasal 92 yang terdiri dari enam ayat.
Secara spesifik, ayat kedua mengatur besaran penghargaan yang diterima oleh pekerja. Bagi pekerja dengan masa bakti kurang dari tiga tahun maka berhak mendapatkan reward sebesar satu kali upah.
Untuk pekerja dengan masa bakti antara 3-6 tahun, maka berhak mendapat penghargaan sebesar dua kali upah. Pekerja dengan masa bakti 6-9 tahun memperoleh bonus sebesar tiga kali upah. Sementara yang masa baktinya 9-12 tahun mendapat empat kali upah.
Bonus atau penghargaan terbanyak diberikan kepada pekerja yang sudah bekerja lebih dari 12 tahun. Golongan ini menurut draf RUU Cipta Kerja akan mendapat bonus atau penghargaan sebanyak lima kali nominal upah.
Bonus atau penghargaan yang dimaksud dalam draf RUU tersebut diberikan satu kali dalam setahun. Namun, rencananya ketentuan ini tak berlaku untuk usaha mikro dan kecil.
Sebenarnya praktik pemberian bonus di luar gaji merupakan hal yang lazim ditemukan di berbagai negara. Namun, sampai sejauh ini kebijakan pemberian bonus tidaklah diwajibkan di negara-negara kawasan ASEAN seperti Singapura dan Malaysia.
Di Singapura contohnya, menurut Kementerian Tenaga Kerja Singapura, ada tiga jenis pendapatan pekerja selain gaji di luar benefits. Pertama adalah Annual Wage Supplement (AWS) atau lebih dikenal dengan gaji ke-13.
Namun, gaji ke-13 ini juga bukanlah kewajiban. Gaji ini diberikan kepada karyawan berdasarkan kontrak antara karyawan dengan perusahaan. Bahkan ketika usaha sedang tak berjalan mulus, pihak pemberi kerja berhak menawar pemberian AWS lebih rendah dari biasanya.
Pendapatan karyawan lainnya adalah bonus. Di Singapura, bonus juga bukan merupakan kewajiban kecuali tertera lain di dalam kontrak perjanjian. Bonus sendiri diberikan kepada karyawan atas kontribusi terhadap perusahaan dan umumnya diberikan di akhir tahun.
Satu komponen lain pendapatan karyawan selain gaji adalah variable payment yang diberikan sebagai insentif untuk meningkatkan produktivitas karyawan. Namun lagi-lagi sifatnya seperti AWS dan bonus yang tidak wajib.
Di Malaysia juga mengenal konsep bonus yang didasarkan atas performa kerja karyawan maupun bonus yang tipenya seperti AWS. Namun lagi-lagi kebijakan seperti ini dikembalikan lagi di kontrak kerja antara perusahaan dan karyawan.
Di Vietnam pun juga demikian. Bonus diberikan kepada karyawan didasarkan pada laba perusahaan serta kontribusi karyawan terhadap perusahaan.
Artinya dengan adanya aturan pemberian bonus tahunan yang besarannya ditetapkan oleh pemerintah membuat aturan ketenagakerjaan Indonesia menjadi lebih rigid. Padahal jika RUU Cipta Kerja ditujukan untuk menarik investor maka aturan tersebut dapat menjadi kontraproduktif.
Sampai saat ini investor masih melihat pasar tenaga kerja RI kurang fleksibel. Hal tersebut juga tertuang dalam laporan tahunan Bank Dunia yang menilai kemudahan berbisnis di berbagai negara. Salah satu poin yang dievaluasi adalah mencari karyawan. Namun bisa jadi juga aturan tersebut diadakan untuk mengimbangi kemungkinan kian derasnya tenaga kerja asing yang nantinya masuk ke dalam negeri.
Bagaimanapun juga bonus ini jangan sampai membawa konsekuensi moral yang justru menurunkan produktivitas tenaga kerja RI. Pasalnya pemberian bonus yang fair itu mempertimbangkan laba yang diperoleh perusahaan, kontribusi karyawan terhadap perusahaan (prestasi dan masa bakti), tipe industri perusahaan tersebut hingga gaji dari karyawan itu sendiri.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/miq) Next Article Buruh dan DPR Bikin Deal Soal Omnibus Law, Apa Isinya?
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pekerja, pemerintah dalam draf RUU Cipta Kerja Bab IV bagian kelima mengatur tentang penghargaan lainnya atau bonus yang diterima oleh pekerja atau buruh. Bagian kelima itu mencakup pasal 92 yang terdiri dari enam ayat.
Secara spesifik, ayat kedua mengatur besaran penghargaan yang diterima oleh pekerja. Bagi pekerja dengan masa bakti kurang dari tiga tahun maka berhak mendapatkan reward sebesar satu kali upah.
Bonus atau penghargaan terbanyak diberikan kepada pekerja yang sudah bekerja lebih dari 12 tahun. Golongan ini menurut draf RUU Cipta Kerja akan mendapat bonus atau penghargaan sebanyak lima kali nominal upah.
Bonus atau penghargaan yang dimaksud dalam draf RUU tersebut diberikan satu kali dalam setahun. Namun, rencananya ketentuan ini tak berlaku untuk usaha mikro dan kecil.
Sebenarnya praktik pemberian bonus di luar gaji merupakan hal yang lazim ditemukan di berbagai negara. Namun, sampai sejauh ini kebijakan pemberian bonus tidaklah diwajibkan di negara-negara kawasan ASEAN seperti Singapura dan Malaysia.
Di Singapura contohnya, menurut Kementerian Tenaga Kerja Singapura, ada tiga jenis pendapatan pekerja selain gaji di luar benefits. Pertama adalah Annual Wage Supplement (AWS) atau lebih dikenal dengan gaji ke-13.
Namun, gaji ke-13 ini juga bukanlah kewajiban. Gaji ini diberikan kepada karyawan berdasarkan kontrak antara karyawan dengan perusahaan. Bahkan ketika usaha sedang tak berjalan mulus, pihak pemberi kerja berhak menawar pemberian AWS lebih rendah dari biasanya.
Pendapatan karyawan lainnya adalah bonus. Di Singapura, bonus juga bukan merupakan kewajiban kecuali tertera lain di dalam kontrak perjanjian. Bonus sendiri diberikan kepada karyawan atas kontribusi terhadap perusahaan dan umumnya diberikan di akhir tahun.
Satu komponen lain pendapatan karyawan selain gaji adalah variable payment yang diberikan sebagai insentif untuk meningkatkan produktivitas karyawan. Namun lagi-lagi sifatnya seperti AWS dan bonus yang tidak wajib.
Di Malaysia juga mengenal konsep bonus yang didasarkan atas performa kerja karyawan maupun bonus yang tipenya seperti AWS. Namun lagi-lagi kebijakan seperti ini dikembalikan lagi di kontrak kerja antara perusahaan dan karyawan.
Di Vietnam pun juga demikian. Bonus diberikan kepada karyawan didasarkan pada laba perusahaan serta kontribusi karyawan terhadap perusahaan.
Artinya dengan adanya aturan pemberian bonus tahunan yang besarannya ditetapkan oleh pemerintah membuat aturan ketenagakerjaan Indonesia menjadi lebih rigid. Padahal jika RUU Cipta Kerja ditujukan untuk menarik investor maka aturan tersebut dapat menjadi kontraproduktif.
Sampai saat ini investor masih melihat pasar tenaga kerja RI kurang fleksibel. Hal tersebut juga tertuang dalam laporan tahunan Bank Dunia yang menilai kemudahan berbisnis di berbagai negara. Salah satu poin yang dievaluasi adalah mencari karyawan. Namun bisa jadi juga aturan tersebut diadakan untuk mengimbangi kemungkinan kian derasnya tenaga kerja asing yang nantinya masuk ke dalam negeri.
Bagaimanapun juga bonus ini jangan sampai membawa konsekuensi moral yang justru menurunkan produktivitas tenaga kerja RI. Pasalnya pemberian bonus yang fair itu mempertimbangkan laba yang diperoleh perusahaan, kontribusi karyawan terhadap perusahaan (prestasi dan masa bakti), tipe industri perusahaan tersebut hingga gaji dari karyawan itu sendiri.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/miq) Next Article Buruh dan DPR Bikin Deal Soal Omnibus Law, Apa Isinya?
Most Popular