
Penerbangan di RI Anjlok 30% Gegara Wabah Corona
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
13 February 2020 14:33

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menyebut frekuensi terbang maskapai penerbangan nasional anjlok sampai 30%. Penurunan ini terjadi sebagai dampak atas sejumlah kebijakan yang ditetapkan karena adanya penyebaran virus corona sejak 31 Desember 2019 lalu.
Puncaknya terjadi saat penutupan semua rute dari dan menuju China menjadi faktor terbesar menurunnya frekuensi terbang ini. Kebijakan ini memang diberlakukan pemerintah sejak Rabu (5/2/20) lalu. Wabah corona memang kian dahsyat, dalam tempo kurang dari dua bulan sudah lebih dari 1.300 orang meregang nyawa di China, Hong Kong, dan Filipina.
"Kalau dari diskusi kemarin semua maskapai yang menuju ke China itu tidak ada lagi," ungkap Budi Karya Sumadi di kantornya, Kamis (13/2/20).
Akibat penutupan itu saja, frekuensi terbang maskapai sudah turun 21%. Sisanya merupakan penerbangan domestik dan internasional di rute lain.
"Ada juga yang intensif, lebih dari 30%, jadi rata-rata segitu. Tapi yang ke Jepang, Amerika, Korea, contohnya Qantas nggak ada masalah," lanjutnya.
Di sisi lain, akibat penurunan frekuensi terbang ini ada 3 daerah yang paling terdampak, yakni Bali, Sulawesi Utara (Manado), dan Kepulauan Riau (Batam/Bintan). Budi akan merumuskan skema relaksasi untuk mencari solusi.
"Relaksasi itu banyak, ada yang direct terhadap biaya, ada yang inderect. Kami minta kerja sama dengan hotel atau kerja sama dengan yang lain. Tim ini masih kerja. Baru rapat satu putaran. Akhir minggu ini atau awal minggu depan difinalkan, baru kami laporkan ke presiden," katanya.
Ia juga mendorong maskapai memaksimalkan slot kosong penerbangan. Sejumlah armada yang tak terpakai akibat tak lagi terbang ke China juga perlu dialihkan untuk dipakai ke rute lain.
"Jadi memang kalau untuk Jakarta, Bali, Jogja, kita beri prioritas untuk keluar (rute internasional). Tapi untuk yang lain-lain, kita mendorong maskapai untuk mengisi ke daerah-daerah," urainya.
(hoi/hoi) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
Puncaknya terjadi saat penutupan semua rute dari dan menuju China menjadi faktor terbesar menurunnya frekuensi terbang ini. Kebijakan ini memang diberlakukan pemerintah sejak Rabu (5/2/20) lalu. Wabah corona memang kian dahsyat, dalam tempo kurang dari dua bulan sudah lebih dari 1.300 orang meregang nyawa di China, Hong Kong, dan Filipina.
"Kalau dari diskusi kemarin semua maskapai yang menuju ke China itu tidak ada lagi," ungkap Budi Karya Sumadi di kantornya, Kamis (13/2/20).
"Ada juga yang intensif, lebih dari 30%, jadi rata-rata segitu. Tapi yang ke Jepang, Amerika, Korea, contohnya Qantas nggak ada masalah," lanjutnya.
Di sisi lain, akibat penurunan frekuensi terbang ini ada 3 daerah yang paling terdampak, yakni Bali, Sulawesi Utara (Manado), dan Kepulauan Riau (Batam/Bintan). Budi akan merumuskan skema relaksasi untuk mencari solusi.
"Relaksasi itu banyak, ada yang direct terhadap biaya, ada yang inderect. Kami minta kerja sama dengan hotel atau kerja sama dengan yang lain. Tim ini masih kerja. Baru rapat satu putaran. Akhir minggu ini atau awal minggu depan difinalkan, baru kami laporkan ke presiden," katanya.
Ia juga mendorong maskapai memaksimalkan slot kosong penerbangan. Sejumlah armada yang tak terpakai akibat tak lagi terbang ke China juga perlu dialihkan untuk dipakai ke rute lain.
"Jadi memang kalau untuk Jakarta, Bali, Jogja, kita beri prioritas untuk keluar (rute internasional). Tapi untuk yang lain-lain, kita mendorong maskapai untuk mengisi ke daerah-daerah," urainya.
(hoi/hoi) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
Most Popular