Corona Bisa Buat CAD RI Bengkak, Tapi Pilih Harta atau Nyawa?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 February 2020 09:13
Corona Bisa Buat CAD RI Bengkak, Tapi Pilih Harta atau Nyawa?
Foto: Pesawat Evakuasi China (AP Photo/Dilip Nuwan Jayasekera)
Jakarta, CNBC Indonesia - Penyebaran virus Corona kian menggila. Jika berlangsung lama dan semakin parah, maka virus ini bisa menggerogoti fundamental perekonomian Indonesia.

Mengutip data satelit pemetaan ArcGis per Senin (10/2/2020) pukul 21:03 WIB, jumlah kasus virus Corona mencapai 40.573 di seluruh dunia. Hampir semua terjadi di China yaitu 40.195 kasus. Korban jiwa pun semakin banyak menjadi 910 orang, 871 ada di Provinsi Hubei (China) yang merupakan lokasi awal penyebaran virus ini.

Namun bukan berarti mereka yang berada di luar China bisa berleha-leha. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa kasus Corona di luar China bisa jadi hanya puncak gunung es, tidak menggambarkan kengerian yang sebenarnya.

"Sedikitnya kasus yang terdeteksi di luar China mengindikasikan bahwa penyebaran yang lebih luas. Singkatnya, kita mungkin hanya melihat puncak dari gunung es," tegas Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, seperti diwartakan Reuters.



Di luar China, sejauh ini ada 43 kasus virus Corona di Singapura, 38 di Hong Kong, 32 di Thailand, 27 di Korea Selatan, 26 di Jepang, 18 masing-masing di Malaysia dan Taiwan, 15 di Australia, 14 masing-masing di Jerman dan Vietnam, 12 di Amerika Serikat (AS), 11 di Prancis, 10 di Makau, 7 masing-masing di Kanada dan Uni Emirat Arab, tiga masing-masing di Italia, Filipina, India, dan Inggris, dua masing-masing di Rusia dan Spanyol, serta satu masing-masing di Nepal, Kamboja, Belgia, Finlandia, Swedia, dan Sri Lanka. Korban jiwa di luar China ada di Hong Kong dan Filipina masing-masing satu orang.

Selan itu ada pula 64 kasus yang terjadi kapal pesiar Diamond Cruise. Kapal tersebut kini dikarantina di Pelabuhan Yokohama (Jepang).

Penyebaran virus Corona yang begitu luas, lebih luas dari saat wabah SARS melanda pada 2002-2003, membuat berbagai negara waspada. Salah satunya Indonesia, yang sampai sekarang belum ada laporan terjadinya kasus virus Corona.

Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan mulai Rabu pekan lalu resmi menutup sementara penerbangan dari dan ke China. Langkah ini ditempuh untuk menekan risiko penularan virus Corona kepada warga negara Indonesia.

"Penerbangan ke China itu kita tunda. Nanti sewaktu-waktu bisa dibuka tetapi tentu melalui evaluasi yang dilakukan juga. Ini berlaku untuk transit juga, sampai kapannya belum tahu kita harapkan tidak lama ya," ungkap Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.




NEXT>>
Waspada memang perlu, malah harus. Namun menutup penerbangan dari China bisa berdampak signifikan terhadap perekonomian nasional.

Pasalnya, jumlah wisatawan mancanegara (wisman) asal China yang datang ke Indonesia lumayan banyak. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kunjungan wisman China pada 2019 adalah 2,07 juta kunjungan. China menempati peringkat kedua, hanya kalah dari Malaysia.




Indonesia memang merupakan salah satu destinasi favorit turis asal Negeri Tirai Bambu. Mengutip Statista, Indonesia masuk ke 10 besar tujuan wisata pilihan para wisatawan China. Bahkan Indonesia lebih populer ketimbang Prancis.



Mengutip Passenger Exit Survey (PES) 2016, rata-rata pengeluaran wisman yang masuk melalui pintu utama di Indonesia adalah US$ 1.201,04/kunjungan. Dengan asumsi jumlah kunjungan wisman asal China tahun ini sama seperti 2019, kalau penutupan rute penerbangan dari China berlangsung sampai setahun, maka Indonesia akan kehilangan devisa US$ 2,49 miliar (Rp 34,18 trilun dengan kurs saat ini) dari para wisman China. Jumlah yang signifikan.


Di Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), devisa dari wisman masuk ke transaksi berjalan alias current account tepatnya di neraca jasa. Sepanjang 2019, defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) tercatat US$ 30,41 miliar di mana neraca jasa menyumbang defisit US$ 7,78 miliar.


Menariknya, sebenarnya pariwisata punya potensi untuk mengurangi defisit transaksi berjalan dan neraca jasa. Sebab pada 2019, neraca perjalanan membukukan surplus US$ 5,59 miliar.

"Defisit neraca jasa yang lebih dalam tertahan oleh meningkatnya penerimaan jasa perjalanan seiring dengan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia yang meningkat dari 15,89 juta pada 2018 menjadi 16,16 juta pada 2019," sebut laporan NPI kuartal IV-2019 keluaran Bank Indonesia (BI).

Transaksi berjalan punya peran penting untuk menyokong nilai tukar rupiah. Sebab transaksi berjalan menggambarkan pasokan devisa yang lebih berdimensi jangka panjang (sustainable) ketimbang arus modal portofolio di sektor keuangan yang bisa keluar-masuk dengan relatif mudah.

Oleh karena itu, investor kerap menyoroti kinerja transaksi berjalan untuk mengukur kekuatan rupiah. Kala transaksi berjalan mengalami defisit yang dalam seperti pada 2018, rupiah pun melemah nyaris 6%.




Dengan penutupan rute penerbangan dari China, Indonesia akan kehilangan peluang untuk memperbaiki posisi transaksi berjalan. Fundamental penopang kekuatan rupiah menjadi lebih rapuh sehingga mata uang Tanah Air berisiko melemah.

Akan tetapi, bagaimana pun nyawa adalah sesuatu yang tidak bisa dihargai dengan angka. Walau ekonomi Indonesia bisa merugi puluhan triliun rupiah, tetapi demi menyelamatkan nyawa warga negara sepertinya kebijakan apa saja akan bisa diterima.



TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular