Internasional

Siapa Reza Pahlavi, Pangeran Iran yang Kritik Keras Khamenei?

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
16 January 2020 16:20
Pangeran Iran ini kritik keras pemerintahan Ayatollah Khamenei.
Foto: foto/ Pangeran Iran Reza pahlevi/ APNews.com
Jakarta, CNBC Indonesia - Konflik yang memuncak antara Amerika Serikat (AS) denganĀ Iran belakangan, menarik perhatian berbagai kalangan. Salah satunya adalah mantan Pangeran Iran Reza Pahlavi.

Pada Rabu (15/1/2020), ahli waris monarki yang digulingkan itu memperkirakan bahwa rezim ulama yang dipimpin Ayatollah Ali Khamenei akan runtuh dalam beberapa bulan lagi. Ia juga mendesak negara-negara Barat untuk tidak bernegosiasi dengan mereka.

"Hanya masalah waktu baginya untuk mencapai klimaks terakhir. Saya pikir kita berada dalam mode itu," kata Pahlavi pada sebuah konferensi pers di Washington.

"Ini adalah minggu atau bulan sebelum keruntuhan total, tidak berbeda dengan tiga bulan terakhir pada 1978 sebelum revolusi," lanjutnya, sebagaimana dikutip dari CNBC International.

Lebih lanjut, dalam pidato di Institut Hudson ahli waris Peacock Throne itu juga menyampaikan dukungan untuk "tekanan maksimum" yang diberikan Presiden AS Donald Trump ke Iran.

Kampanye itu merupakan cara Trump untuk berusaha mengisolasi rezim Iran melalui penerapan sanksi berat.

"Sudah lama mengakui bahwa ini bukan rezim normal dan (rezim itu) tidak akan mengubah perilakunya," kata Pahlavi.

"Rekan sebangsa saya mengerti bahwa rezim ini tidak dapat direformasi dan harus disingkirkan."

"Rakyat Iran berharap dunia menunjukkan lebih dari sekadar dukungan moral. Mereka berharap tidak akan ditindas atas nama diplomasi dan negosiasi."

Lalu, siapa sebenarnya Reza Pahlavi, sehingga ia berani mengkritik pemerintahan Khamenei dan mendukung AS yang adalah musuh lama Iran?

Mengutip laporan National Interest, Reza Pahlavi merupakan putra dari Mohammad Reza Shah Pahlavi, Shah (Raja) terakhir Iran yang berkuasa sejak 1941-1979. Shah adalah tokoh yang mempertahankan kebijakan luar negeri pro-Barat dan mendorong perkembangan ekonomi di Iran.

Shah mendapat kekuasaan dari ayahnya, yang mendirikan Dinasti Pahlevi.

Menurut laporan, Dinasti Pahlavi mulai ada pada 1921 ketika seorang perwira Persia Cossack bernama Reza Khan menggulingkan dinasti Qajar yang lebih tua dengan kudeta. Reza Khan kemudian menyebut dirinya "Reza Shah Pahlavi" setelah kemunculan kerajaan Persia pada abad pertengahan.

Setelahnya, ia memerintah hingga 1941 ketika pasukan invasi sekutu mengusir penasihat Nazi dari Iran dan memaksa Raja pro-Jerman yang sedang menjabat untuk turun takhta.

Putranya, Mohammad Reza (Shah), kemudian naik takhta dan mendapat gelar "Cahaya Arya". Namun, setelah kalah dalam perebutan kekuasaan dengan Perdana Menteri Mohammad Mossadegh pada tahun 1953, ia melarikan diri dari negara itu. Ia dibantu kembali ke takhta oleh kudeta militer yang didukung Amerika Serikat dan Inggris tak lama setelah itu.

Di bawah pimpinan Shah Mohammad Reza, nasionalisasi industri minyak dipertahankan secara nominal, meskipun pada tahun 1954 Iran menandatangani perjanjian untuk membagi pendapatan dengan konsorsium internasional yang baru dibentuk yang bertanggung jawab untuk mengelola produksi. Dengan bantuan AS, Shah kemudian melanjutkan untuk melaksanakan program pembangunan nasional, yang disebut Revolusi Putih.

Pembangunan itu meliputi pembangunan jalan yang diperluas, rel, dan jaringan udara, sejumlah proyek bendungan dan irigasi, pemberantasan penyakit seperti malaria, dorongan dan dukungan pertumbuhan industri, dan reformasi tanah.

Ia juga mendirikan korps melek huruf dan korps kesehatan untuk populasi pedesaan yang besar tetapi terisolasi. Pada 1960-an dan 70-an Shah berusaha mengembangkan kebijakan luar negeri yang lebih independen dan menjalin hubungan kerja dengan Uni Soviet dan negara-negara Eropa Timur.

Revolusi Putih memantapkan dukungan domestik bagi Shah, tetapi dia juga menghadapi kritik politik terus-menerus dari mereka yang merasa bahwa reformasi tidak bergerak jauh atau cukup cepat dan kritik agama dari mereka yang percaya Westernisasi menjadi antitesis terhadap Islam.

Penentangan terhadap Shah sendiri didasarkan pada pemerintahan otokratisnya, korupsi dalam pemerintahannya, distribusi kekayaan minyak yang tidak merata, memaksakan Westernisasi, dan kegiatan SAVAK (polisi rahasia) dalam menekan perbedaan pendapat dan menentang pemerintahannya.

Aspek-aspek negatif dari aturan Shah menjadi sangat ditekankan setelah Iran mulai menuai pendapatan yang lebih besar dari ekspor minyaknya mulai tahun 1973.

Ketidakpuasan yang meluas di kalangan kelas bawah, ulama Syi'ah, pedagang bazaar, dan para siswa pada tahun 1978 menyebabkan tumbuhnya dukungan untuk Ayatollah Ruhollah Khameini. Saat itu, Khamenei adalah seorang pemimpin Syiah yang tinggal di pengasingan di Paris.

Kerusuhan dan kekacauan di kota-kota besar Iran menjatuhkan empat pemerintah berturut-turut ketika Revolusi Iran mendapatkan momentum. Pada 16 Januari 1979, Shah meninggalkan negara itu, dan Khomeini mengambil alih kendali.

Meskipun Syah tidak turun tahta, sebuah referendum menghasilkan deklarasi pada tanggal 1 April 1979 tentang republik Islam di Iran. Shah kemudian pergi ke Mesir, Maroko, Bahama, dan Meksiko sebelum memasuki Amerika Serikat pada 22 Oktober 1979, untuk perawatan medis kanker limfatik.

Shah meninggal karena kankernya di sebuah rumah sakit Mesir pada 1980 dan putra sulungnya Putra Mahkota Iran Reza Pahlavi II diasingkan ke Amerika. Setelah meninggalkan tanah kelahirannya pada 1978, Reza Pahlavi mulai menempuh pendidikan di AS.

Ia menyelesaikan Program Pelatihan Angkatan Udara Amerika Serikat di bekas Pangkalan Angkatan Udara Reese di Lubbock, Texas dan berhasil menjadi seorang pilot jet tempur yang ulung. Ia juga berhasil lulus pendidikan Ilmu Politik dari University of Southern California.

Selama hidupnya, sebelum pindah ke Amerika, Reza Pahlavi pernah tinggal di Maroko dan Mesir. Ia menikahi Puteri Yasmine Etemad Amini pada 12 Juni 1986. Yasmine adalah lulusan Fakultas Hukum Universitas George Washington. Bersama dengan istri dan tiga putrinya, Noor, Iman dan Farah, mereka tinggal di negara bagian Maryland, AS.

Pria yang lahir pada 31 Oktober 1960 itu adalah anak tertua dari empat bersaudara yang dilahirkan istri ketiga Shah. Ia dikenal sebagai pendukung dan vokal terkemuka prinsip-prinsip kebebasan, demokrasi dan hak asasi manusia untuk bangsanya, sebagaimana dilaporkan Britannica.

[Gambas:Video CNBC]






(sef/sef) Next Article Duka Jadi Murka, Rakyat Iran Kini Tuntut Mati Ayatollah!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular