Opsi Impor Muncul Demi Gas Murah, SKK: Ingat Defisit Migas
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
06 January 2020 20:01
Jakarta, CNBC Indonesia- Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto buka suara soal opsi yang diajukan pemerintah untuk menekan harga gas industri.
Hasil rapat terbatas di Istana Negara hari ini merumuskan 3 opsi sebagai solusi menekan harga gas, yakni; pemangkasan jatah gas buat pemerintah, rencana pemberlakuan DMO gas, dan terakhir adalah opsi untuk membuka keran impor gas.
"Ini yang akan dikaji 3 bulan ke depan, diharapkan bisa ada kesimpulan untuk memilih opsi mana yang terbaik," ujarnya, Senin (06/1/2020).
Misal opsi pertama yang dipilih, yakni jatah pemerintah di sektor hulu dihapus artinya akan ada dampak di penerimaan negara. "Ada penurunan di perpajakan tentu harus ada kenaikan pajak di sektor lain. Ada jaminan industri akan naik," jelasnya.
Kedua adalah opsi pemberlakuan DMO gas seperti batu bara, yang menurut Dwi masih dikaji juga. "Ini semua dilakukan hitungannya," jelas dia.
Sementara untuk opsi impor, Dwi agak keberatan soal ini. Sebab, perlu dipertimbangkan soal kondisi defisit migas yang berkali-kali juga disinggung oleh Presiden Joko Widodo. "Defisit di perdagangan migas akan nambah, harus dikaji. Kompensasinya buat defisit yang bagaimana."
Ini, kata dia, perlu kajian mendalam selama 3 bulan ke depan.
Menteri ESDM Arifin Tasrif di kesempatan yang sama menambahkan masih banyak hal yang didiskusikan, terutama dengan Kementerian Keuangan sebelum diputuskan hingga 3 bulan ini.
Terutama untuk opsi di mana akan memangkas jatah pemerintah di sisi penerimaan hulu migas, dengan nilai sekitar US$ 2 per MMBTU. "Ini dianggap memberikan beban tersendiri untuk komponen harga gas, ini bagian bagi hasil KKKS," jelasnya.
(gus/gus) Next Article SKK Migas Buka-bukaan Soal Harga Gas Hulu, Bisa Dikurangi?
Hasil rapat terbatas di Istana Negara hari ini merumuskan 3 opsi sebagai solusi menekan harga gas, yakni; pemangkasan jatah gas buat pemerintah, rencana pemberlakuan DMO gas, dan terakhir adalah opsi untuk membuka keran impor gas.
"Ini yang akan dikaji 3 bulan ke depan, diharapkan bisa ada kesimpulan untuk memilih opsi mana yang terbaik," ujarnya, Senin (06/1/2020).
Kedua adalah opsi pemberlakuan DMO gas seperti batu bara, yang menurut Dwi masih dikaji juga. "Ini semua dilakukan hitungannya," jelas dia.
Sementara untuk opsi impor, Dwi agak keberatan soal ini. Sebab, perlu dipertimbangkan soal kondisi defisit migas yang berkali-kali juga disinggung oleh Presiden Joko Widodo. "Defisit di perdagangan migas akan nambah, harus dikaji. Kompensasinya buat defisit yang bagaimana."
Ini, kata dia, perlu kajian mendalam selama 3 bulan ke depan.
Menteri ESDM Arifin Tasrif di kesempatan yang sama menambahkan masih banyak hal yang didiskusikan, terutama dengan Kementerian Keuangan sebelum diputuskan hingga 3 bulan ini.
Terutama untuk opsi di mana akan memangkas jatah pemerintah di sisi penerimaan hulu migas, dengan nilai sekitar US$ 2 per MMBTU. "Ini dianggap memberikan beban tersendiri untuk komponen harga gas, ini bagian bagi hasil KKKS," jelasnya.
(gus/gus) Next Article SKK Migas Buka-bukaan Soal Harga Gas Hulu, Bisa Dikurangi?
Most Popular