Jakarta, CNBC Indonesia -
Amerika Serikat (AS) menabuh genderang perang. Negeri Paman Sam itu menyerang sebuah kawasan di dalam Bandara Internasional Baghdad, Irak, dengan pesawat tak berawak, Jumat lalu.
Pentagon mengatakan serangan itu merupakan arahan Presiden AS
Donald Trump.
"Atas arahan Presiden, militer AS telah mengambil tindakan defensif yang menentukan untuk melindungi personil AS di luar negeri," kata Pentagon dalam keterangan resmi.
Serangan itu menewaskan pimpinan militer Iran, Jenderal Qasem Soleimani. AS menganggap Soleimani sebagai otak dibalik penyerangan sejumlah diplomat dan warga AS di Irak
"Soleimani dan pasukan Quds beranggung jawab atas kematian ratusan orang Amerika dan anggota layanan koalisi dan melukai ribuan lainnya," tulis Pentagon.
Soleimani sendiri adalah pemimpin unit pasukan khusus Pengawal Revolusi Iran. Ia merupakan tokoh kunci politik Iran dan Timur Tengah.
Sementara Irak, yang menjadi tempat pebunuhan Soleimani ikut meradang. Pasalnya AS menggunakan wilayah teritori Irak dalam seranganya ke Iran.
Irak bahkan menyebut AS telah melakukan agresi terhadap negara dan rakyat negeri seribusatu malam itu. "Ini akan memicu perang yang menghancurkan Irak," ujar pejabat sementara Perdana Menteri Irak Adel Abdel Mahdi dilansir AFP.
Dalam serangan ini, pejabat militer Irak juga tewas. Dalam keterangannya pemimpin kelompok paramiliter Irak Hashed Al-Shaabi mengatakan Wakil Pemimpin Hashed juga tewas.
Hashed sendiri adalah jaringan unit bersenjata yang sebagian besar didominasi kelompok Syiah. Syiah merupakan salah satu aliran yang dianut Muslim, selain Sunni.
Hashed memiliki hubungan dekat dengan Iran. Namun sudah resmi menjadi bagian dari pasukan keamanan Irak.
Pimpinan Tertinggi Revolusi Islam Ayatollah Seyyed Ali Khamenei menyampaikan pesan bela sungkawa atas tewasnya Jenderal Qassem Soleimani akibat serangan udara yang dilancarkan Amerika Serikat (AS).
Qassem Soleimani, salah satu tokoh penting yang disalahkan atas kematian ratusan masyarakat AS bersama pengawalnya dikabarkan tewas dalam serangan yang terjadi di Baghdad, Irak.
Dalam keterangan resmi, seperti dikutip CNBC Indonesia, Sabtu (4/1/2020), Khamenei memastikan tidak akan tinggal diam dan melakukan serangan balasan terhadap negeri Paman Sam.
"Balas dendam sedang menunggu para pelanggar, yang mengkontaminasi tangan mereka dengan darahnya [Qasem Soleimani] dan martir lainnya," tulis Khamenei.
Berikut penjelasan lengkap Ayatollah Seyyed Ali Khamenei terkait insiden yang menewaskan Qasem Soleimani :
Panglima Besar Islam telah menjadi surgawi. Roh syahid yang saleh menyambut semangat Qasem Soleimani. Setelah bertahun-tahun melakukan upaya yang penuh pengabdian dan gagah berani di bidang perang melawan iblis dan unsur-unsur jahat dunia dan keinginan untuk mati syahid selama bertahun-tahun di jalan Allah SWT, akhirnya Soleimani yang disayangi mencapai tujuan yang tinggi. Darahnya yang murni dicurahkan ke bawah bumi oleh kebanyakan orang yang berperasaan di atasnya.
Saya mengucapkan selamat atas kemartiran yang hebat ini kepada Hazrat Bakiyatollah (Imam Zamana A.S.) roh kami yang siap berkorban untuk-Nya dan untuk rohnya sendiri yang murni dan menyampaikan bela sungkawa kepada rakyat Iran.
Dia adalah salah satu model hebat dari mereka yang dilatih oleh agama Islam dan sekolah Imam Khomeini (R.A.), dia menghabiskan seluruh hidupnya di Jehad di jalan Allah SWT. Kemartiran adalah hadiah dari usahanya yang tak berkesudahan selama bertahun-tahun. Dengan kematiannya, dengan berkah dan bantuan Allah, pekerjaan dan caranya tidak akan berhenti dan berakhir.
Tapi balas dendam yang keras sedang menunggu para pelanggar, yang mengkontaminasi tangan mereka semalam dengan darahnya dan para martir lainnya. Shaheed Soleimani adalah wajah perlawanan internasional dan semua pecinta perlawanan adalah pembalas darahnya.
Semua teman dan juga musuh harus tahu garis jihad dari perlawanan dengan motivasi berlipat ganda akan terus berlanjut. Dan kemenangan akhir sedang menunggu Mujahidin (usaha keras) dari jalan kebahagiaan ini.
Kehilangan komandan tercinta dan tersayang sulit bagi kami tetapi kelanjutan dari upaya dan pencapaian kemenangan akhir akan membuat kehidupan pembunuhan dan penjahat menjadi lebih pahit.
Orang-orang Iran akan mengenang ingatan dan nama komandan martir agung Jenderal Qasem Soleimani dan para martir yang menyertainya terutama mujahid besar Islam H.E. Tn. Abu Mehdi Almuhandas. Saya mengumumkan masa berkabung nasional selama tiga hari dan menyampaikan permohonan dan belasungkawa kepada pasangan terhormat dan anak-anak yang disayangi dan kerabat-kerabat lainnya.
Seyyed Ali Khamenei 3/1/2020
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menegaskan serangan udara yang dilakukan tidak dalam upaya mengganti pemerintah atau rezim baru di Iran. Namun, negeri Paman Sam juga tak ragu melakukan apapun yang diperlukan apabila Iran memberikan ancaman.
Hal tersebut dikemukakan Presiden Trump, satu hari setelah Washington meluncurkan serangan udara yang menewaskan Qasem Soleimani, seorang jenderal pimpinan negara tersebut.
"Kami mengambil tindakan untuk menghentikan perang," kata Trump dalam sebuah pidato perdana pasca insiden tersebut di stasiun televisi, dikutip CNBC.com, Sabtu (4/1/2020).
"Kami tidak mengambil tindakan [meluncurkan serangan udara] untuk memulai sebuah perang. Soleimani menjadikan kematian orang-orang tak berdosa sebagai hasrat miliknya," jelas Trump.
"Kami menangkapnya dan menghentikannya," tegas Trump, yang tidak membuka satupun tanya jawab dengan awak media terkait pernyataannya di resort miliknya, Florida.
Penasihat Dewan Keamanan AS Robert O'brien menggambarkan serangan udara tersebut seperti keputusan maju. O'brien menyebut AS memiliki data intielijen yang dapat dipercaya bahwa Iran tengah menyusun serangan ke AS.
Soleimani memang selama ini memimpin unit pasukan khusus Pengawal Revolusi Elit Rian (Elite Revolutionary Guards) telah menjadi sosok kunci dalam agenda politik Iran dan Timur Tengah.
Bersama pengawalnya, Soleimani terbunuh dalam serangan udara AS di Bandara Internasional Baghdad. Situasi ini semakin memperburuk ketegangan yang sudah meninggi, dan dikhawatirkan akan ada serangan balasan dari Iran.
Sebelum serangan tersebut, Departemen Pertahanan AS memang telah mengeluarkan pernyataan bahwa serangan yang dilakukan AS untuk mengantisipasi rencana serangan Iran di masa depan.
Seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS yang tidak ingin disebutkan identitasnya pun mengakui bahwa Soleimani telah merencanakan melakukan serangan kepada para diplomat dan personel militer AS di Irak, Suriah, hingga Lebanon.
Ketegangan ini memantik respons dunia. Seperti yang dilansir dari kantor berita Turki Anadolu Agency dalam laman aa.com.tr, Presiden Rusia Vladimir Putin menyuarakan keprihatinan atas kejadian tersebut.
Demikian pula Presiden Prancis, Emmanuel Macron, ikut merespons serangan udara AS yang menewaskan seorang komandan tinggi Iran.
Kedua pemimpin dunia itu mengemukakan kemungkinan pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani dapat meningkatkan situasi yang lebih panas di Timur Tengah.
Di waktu berbeda, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pemogokan itu akan mengarah pada peningkatan tajam di kawasan itu, dan memuji Soleimani sebagai seorang pemimpin militer yang kompeten, memiliki otoritas yang layak dan pengaruh besar di seluruh kawasan Timur Tengah.
"Dia adalah pendiri perlawanan bersenjata untuk Daesh /ISIS dan kelompok-kelompok teror Al Qaeda di Suriah dan Irak, katanya.
Sementara itu, Pakistan dan India juga mendesak untuk menahan diri setelah pembunuhan Soleimani. Pakistan menyatakan keprihatinan mendalam atas kejadian pembunuhan komandan elit Iran Quds Force Qasem Soleimani dalam serangan pesawat tak berawak AS di Irak.
Kementerian Luar Negeri Pakistan mengatakan eskalasi di Timur Tengah sangat mengancam perdamaian dan stabilitas di kawasan itu. Pakistan juga meminta semua pihak yang berkepentingan untuk menahan diri secara maksimal atau terlibat secara konstruktif untuk mengurangi situasi panas.
"Penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial adalah prinsip dasar Piagam PBB, yang harus dipatuhi. Penting juga untuk menghindari tindakan sepihak dan penggunaan kekuatan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Aisha Farooqui.
Kementerian Urusan Luar Negeri India mengatakan New Delhi telah secara konsisten menganjurkan pengendalian diri dan terus melakukannya.
"Kami telah mencatat bahwa seorang pemimpin senior Iran telah terbunuh oleh AS. Meningkatnya ketegangan telah mengejutkan dunia. Perdamaian, stabilitas dan keamanan di kawasan ini sangat penting bagi India. Sangat penting bahwa situasi tidak meningkat lebih jauh," katanya dalam sebuah pernyataan.
Tidak hanya itu, pemerintah Afrika Selatan pun mengatakan pihaknya khawatir dengan meningkatnya ketegangan di Irak yang bisa berdampak jauh tidak hanya bagi Timur Tengah, tetapi juga perdamaian dan keamanan internasional.
"Afrika Selatan menegaskan kembali dukungan Dewan Keamanan PBB untuk kemerdekaan, kedaulatan, persatuan, integritas teritorial dan kemakmuran Irak," kata Departemen Hubungan Internasional dan Kerjasama dalam sebuah pernyataan.
Pernyataan itu dikeluarkan beberapa jam setelah AS mengkonfirmasi pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani yang merupakan pemimpin dari Quds Force selaku satuan pasukan khusus yang dimiliki Revolutionary Guards (salah satu bagian dari pasukan bersenjata Iran) dan Abu Mahdi al-Muhandis yang merupakan wakil komandan dari Popular Mobilization Forces selaku kelompok milisi Irak yang dibekingi oleh Iran dalam sebuah serangan udara.
Demikian pula Pemerintah Indonesia ikut angkat bicara mengenai meningginya tensi geopolitik antara Amerika Serikat (AS) dan Iran. Kedua belah pihak, diminta untuk menahan diri.
Hal tersebut disampaikan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, melalui pernyataan yang dirilis di laman resmi kemlu.go.id menyikapi situasi yang terjadi di Timur Tengah, seperti dikutip Sabtu (4/1/2020).
"Indonesia prihatin dengan situasi yang meningkat di Irak," tulis pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri.