Internasional
RI Protes Keras Kapal China di Natuna, Ini Komentar Beijing
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
03 January 2020 12:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah China membantah klaim Indonesia yang menyatakan kapalnya telah melakukan pelanggaran dengan memasuki wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).
Hal itu disampaikan China setelah Kementerian Luar Negeri RI pada Senin (30/12/2019), menyebut kapal nelayan dan Penjaga Pantai (Coast Guard) negeri tirai bambu memasuki wilayah kedaulatan Indonesia di Perairan Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau.
Dalam konferensi pers reguler Kamis (2/1/2019) kemarin, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang mengatakan China tidak melanggar hukum internasional dan memiliki hak dan kepentingan di wilayah perairan yang disengketakan.
"Saya ingin menekankan bahwa posisi dan proposisi China mematuhi hukum internasional, termasuk UNCLOS. Jadi apakah pihak Indonesia menerimanya atau tidak, tidak ada yang akan mengubah fakta objektif bahwa China memiliki hak dan kepentingan atas perairan yang relevan (relevant waters)," katanya kepada wartawan dalam kesempatan itu.
United Nations Convention for the Law of the Sea (UNCLOS) atau Konvensi Hukum Laut PBB merupakan lembaga yang menetapkan batas ZEE.
"Apa yang disebut putusan arbitrase Laut China Selatan itu ilegal, batal berdasarkan hukum, dan kami telah lama menegaskan bahwa China tidak menerima atau mengakui hal itu. Pihak China dengan tegas menentang negara, organisasi atau individu mana pun yang menggunakan putusan arbitrase yang tidak sah untuk merugikan kepentingan China," tambah Geng.
Sebelumnya pada Rabu, Kemenlu RI telah kembali menegaskan bahwa kapal China telah melakukan pelanggaran. Melalui sebuah press release, Kemlu juga menyatakan klaim historis China atas ZEEI dengan alasan bahwa para nelayan China telah lama beraktivitas di perairan dimaksud bersifat unilateral, tidak memiliki dasar hukum dan tidak pernah diakui oleh UNCLOS 1982.
"Argumen ini telah dibahas dan dimentahkan oleh Keputusan SCS Tribunal 2016. Indonesia juga menolak istilah "relevant waters" yang diklaim oleh RRT (Republik Rakyat Tiongkok/China) karena istilah ini tidak dikenal dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982," jelas Kementerian.
Pada hari Senin, Kemlu juga telah menyampaikan protesnya kepada China atas masalah ini dan telah memanggil Dubes China di Jakarta. Selain itu kementerian juga telah menyampaikan nota diplomatik terkait masalah ini.
"Dubes RRT mencatat berbagai hal yang disampaikan dan akan segera melaporkan ke Beijing. Kedua pihak sepakat untuk terus menjaga hubungan bilateral yang baik dengan Indonesia," tulis Kemlu dalam rilis tersebut.
(sef/sef) Next Article Pasokan Listrik Ditambah, Ekonomi Natuna Semakin Menggeliat
Hal itu disampaikan China setelah Kementerian Luar Negeri RI pada Senin (30/12/2019), menyebut kapal nelayan dan Penjaga Pantai (Coast Guard) negeri tirai bambu memasuki wilayah kedaulatan Indonesia di Perairan Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau.
Dalam konferensi pers reguler Kamis (2/1/2019) kemarin, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang mengatakan China tidak melanggar hukum internasional dan memiliki hak dan kepentingan di wilayah perairan yang disengketakan.
"Apa yang disebut putusan arbitrase Laut China Selatan itu ilegal, batal berdasarkan hukum, dan kami telah lama menegaskan bahwa China tidak menerima atau mengakui hal itu. Pihak China dengan tegas menentang negara, organisasi atau individu mana pun yang menggunakan putusan arbitrase yang tidak sah untuk merugikan kepentingan China," tambah Geng.
Sebelumnya pada Rabu, Kemenlu RI telah kembali menegaskan bahwa kapal China telah melakukan pelanggaran. Melalui sebuah press release, Kemlu juga menyatakan klaim historis China atas ZEEI dengan alasan bahwa para nelayan China telah lama beraktivitas di perairan dimaksud bersifat unilateral, tidak memiliki dasar hukum dan tidak pernah diakui oleh UNCLOS 1982.
"Argumen ini telah dibahas dan dimentahkan oleh Keputusan SCS Tribunal 2016. Indonesia juga menolak istilah "relevant waters" yang diklaim oleh RRT (Republik Rakyat Tiongkok/China) karena istilah ini tidak dikenal dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982," jelas Kementerian.
Pada hari Senin, Kemlu juga telah menyampaikan protesnya kepada China atas masalah ini dan telah memanggil Dubes China di Jakarta. Selain itu kementerian juga telah menyampaikan nota diplomatik terkait masalah ini.
"Dubes RRT mencatat berbagai hal yang disampaikan dan akan segera melaporkan ke Beijing. Kedua pihak sepakat untuk terus menjaga hubungan bilateral yang baik dengan Indonesia," tulis Kemlu dalam rilis tersebut.
(sef/sef) Next Article Pasokan Listrik Ditambah, Ekonomi Natuna Semakin Menggeliat
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular