Proyek Anti-Banjir Jakarta Mentok di Lahan, Kenapa?

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
02 January 2020 19:40
Proyek sudetan Ciliwung bermasalah soal lahan.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah jurus anti banjir berupa beberapa program pemerintah pusat terkendala pembebasan lahan. Salah satunya yakni pembangunan Sudetan Sungai Ciliwung dari Sungai Ciliwung ke Kanal Banjir Timur (KBT).

"Sudetan itu akan mengalihkan 60 meter kubik (per detik) banjir dari Ciliwung ke kanal banjir timur," kata Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBWSCC), Bambang Hidayah, kepada CNBC Indonesia, ketika dihubungi di Jakarta, Kamis (2/1/20).

Proyek ini dimulai pada 18 Februari 2015. Sayangnya setelah sempat ditargetkan tuntas medio 2019 tapi belum tuntas karena terkendala pembebasan lahan.

Soal pembebasan lahan, sudah ada upaya percepatan pelaksanaan Sudetan Sungai Ciliwung telah diajukan perbaikan penetapan lokasi (penlok) dari Kementerian PUPR Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung - Cisadane Ditjen Sumber Daya Air ke Gubernur DKI pada tanggal 26 Desember 2019.



Masyarakat setempat telah menyetujui pemanfaatan lahan untuk kelanjutan pembangunan sudetan sepanjang 600 meter dari keseluruhan 1.200 meter.

"Itu sudah dikerjakan 600 meter, sisanya 670 meter belum. Kendala lahan juga," imbuh Bambang.

Persoalan pembebasan lahan memang jadi biang kerok macetnya sejumlah proyek penanganan banjir. Dia menyebut, masyarakat punya beragam alasan menolak pembebasan lahan.

Sebab, banyak dari mereka yang sudah telanjur nyaman tinggal di tempatnya bermukim selama ini. Ada kesulitan membangun ekosistem baru pada lahan baru.

"Sudah disediakan rusun juga balik lagi. Kami sudah berkali-kali menyampaikan sosialisasi kepada masyarakat. Ini juga untuk kepentingan dan keamanan semuanya," katanya.

Pada medio September 2019, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan Pemprov DKI Jakarta hanya mengkoordinasikan pembebasan lahan untuk proyek sudetan.

"Intinya adalah kita ingin segera menuntaskan pembebasan lahannya yang membebaskan lahannya sesungguhnya adalah PUPR, bukan DKI. DKI Jakarta hanya membantu mengkoordinir warganya saja dan proses pembeliannya oleh anggaran pemerintah pusat," ucap Anies.

Pembebasan lahan di proyek ini memang terganjal hukum, karena warga  melakukan dua gugatan soal penetapan lahan proyek sudetan. Seperti dikutip dari CNNIndonesia, gugatan pertama dilayangkan pada tanggal 15 Juli 2015 dengan nomor 321/PDT.G/2015/PN JKT.PST. Gugatan oleh warga ini diwakili salah satu pengacara, yaitu Alexandro P Simorangkir.

Gugatan itu dilayangkan kepada tiga pihak, yakni Gubernur DKI Jakarta, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Cq Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane dan Joko Widodo sebagai mantan Gubernur DKI Jakarta.

Hakim memutuskan warga memenangkan gugatan tersebut tanggal 31 Agustus 2015. Dalam persidangan itu, gugatan para warga diterima dan menyatakan sertifikat nomor 227/Bidaracina tidak sah dan mengikat secara hukum. Kemudian putusan pengadilan mengamanatkan para tergugat untuk melakukan pergantian biaya tanah dan bangunan sodetan Kali Ciliwung.

"Harga tanah per meter persegi Rp25 juta dan harga bangunan per meter persegi Rp3 juta. Menyatakan pembayaran penggantian dapat diberikan melalui Ketua RT," jelas putusan tersebut.

Pada 6 September 2017, Gubernur DKI mengajukan banding dan kembali kalah pada tanggal 27 Mei 2019. Di tingkat terakhir, DKI akhirnya mengajukan kasasi pada tanggal 2 Juli 2019.

Gugatan kedua dilayangkan dengan nomor 59/G/2016/PTUN-JKT pada tanggal 15 Maret 2016. Adapun pihak penggugat yang tercatat ialah Galuh sebagai warga yang diwakilkan oleh Jamaluddin Karim sebagai kuasa hukum dan pihak tergugat Gubernur DKI Jakarta.

Dalam putusan hakim tanggal 25 April 2016 menyatakan bahwa Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2779 Tahun 2015 yang dikeluarkan mantan Gubernur DKI Jakarta Ahok tidak sah.

Peraturan tersebut berisikan tentang Perubahan Atas Keputusan Gubernur Nomor 81 Tahun 2014 Tentang Penetapan Lokasi Untuk Pembangunan Inlet Sudetan Kali Ciliwung Menuju Kanal Banjir Timur di Keluarahan Bidara Cina, Kecamatan Jatinegara, Kota Administrasi Jakarta Timur.

"Kemudian memerintahkan tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2779 Tahun 2015," isi putusan tersebut.

Beberapa waktu kemudian DKI kembali mengajukan kasasi tanggal 29 April 2016 dengan nomor surat pengiriman berkas kasasi W2-TUN1.1256/HK.06/V/2016. Saat itu yang mengajukan gugatan kasasi adalah Ahok sendiri.

Namun, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melalui Biro Hukum DKI Jakarta memutuskan untuk menarik kembali kasasi tersebut. Anies mengatakan telah mencabut gugatan kasasinya di Mahkamah Agung dan memilih mengikuti putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), pada September 2019.

"Tidak jadi banding intinya. Jadi kita menerima keputusan pengadilan dan memutuskan tidak meneruskan proses gugatannya," kata Anies di Monas, Jakarta, Kamis (19/9).

Anies menjelaskan pencabutan gugatan kasasi dilakukan agar proyek sodetan Kali Ciliwung hingga Kanal Banjir Timur bisa berjalan.

"Supaya segera dibuat sudetannya. Tapi sudetannya tidak bisa terjadi karena masih terkendala lahan. Begitu itu dicabut, itu jalan langsung," katanya.

[Gambas:Video CNBC]



(hoi/hoi) Next Article Pabrik Terendam Banjir Rob Semarang, Berapa Kerugiannya?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular