
Shortfall Pajak Ratusan Triliun di 2019, Apa yang Terjadi?
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
29 December 2019 17:49

Jakarta, CNBC Indonesia - Target penerimaan pajak tahun 2019 sudah hampir pasti akan gagal direngkuh. Realisasi penerimaan pajak sampai akhir November tercatat baru Rp 1.136,17 triliun atau 72,02% dari target APBN Rp 1.577,56 triliun. Dengan realisasi ini, maka masih ada kekurangan penerimaan (shortfall) sekitar Rp 441 triliun yang harus dicapai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan hingga akhir tahun ini.
Dalam wawancara khusus dengan CNBC Indonesia, beberapa waktu lalu, Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Yon Arsal menyebut tekanan global menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan penerimaan pajak loyo.
"Pertumbuhan ekonomi di luar yang melambat memengaruhi. Demand (permintaan) ekspor menurun. Karena gak bisa diekspor, berdampak pada kinerja perusahaan lokal, sehingga ngaruh ke produksi dan profitabilitas," katanya.
Alhasil, penerimaan negara dari pos tersebut menjadi berkurang. Padahal, pajak dari ekspor menjadi salah satu yang terbesar bagi penerimaan negara.
Selain itu, faktor domestik juga berpengaruh. Voluntary of complince atau tata perpajakan secara sukarela juga diharapkan bisa memberi pemasukan yang optimal. Itu artinya negara berpotensi bisa mendapatkan pemasukan lebih jika wajib pajak membayar pajak secara konsisten.
Dalam mengejar target penerimaan pajak, Yon Arsal menyebut Ditjen Pajak sudah melakukan edukasi kepada masyarakat. Meski di sisi lain, dia mengakui dengan cara itupun, target penerimaan pajak tahun ini tidak realistis tercapai.
"(Mengejar) 100% sulit. Pada laporan semester satu, Bu Menteri (Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati) ke DPR waktu itu melihat perkembangan sampai awal tahun, satu semester, kita prediksi ada short fall karena kondisinya nggak memungkinkan buat expand. Shortfall Rp 140 triliun saat itu, nanti kita lihat. Rp 140 triliun itu cukup berat menurut saya, jujur lihat kondisi sekarang," kata Yon Arsal.
Melihat 10 tahun ke belakang, penerimaan pajak tidak pernah mencapai target 100%. Jika Ditjen Pajak tidak bekerja keras tahun ini, maka shortfall pajak pada tahun ini bisa menjadi tertinggi setidaknya sejak 2009 lalu.
(miq/miq) Next Article Ditjen Pajak: Stimulus Fiskal Ganggu Penerimaan Pajak di 2019
Dalam wawancara khusus dengan CNBC Indonesia, beberapa waktu lalu, Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Yon Arsal menyebut tekanan global menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan penerimaan pajak loyo.
"Pertumbuhan ekonomi di luar yang melambat memengaruhi. Demand (permintaan) ekspor menurun. Karena gak bisa diekspor, berdampak pada kinerja perusahaan lokal, sehingga ngaruh ke produksi dan profitabilitas," katanya.
Selain itu, faktor domestik juga berpengaruh. Voluntary of complince atau tata perpajakan secara sukarela juga diharapkan bisa memberi pemasukan yang optimal. Itu artinya negara berpotensi bisa mendapatkan pemasukan lebih jika wajib pajak membayar pajak secara konsisten.
Dalam mengejar target penerimaan pajak, Yon Arsal menyebut Ditjen Pajak sudah melakukan edukasi kepada masyarakat. Meski di sisi lain, dia mengakui dengan cara itupun, target penerimaan pajak tahun ini tidak realistis tercapai.
"(Mengejar) 100% sulit. Pada laporan semester satu, Bu Menteri (Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati) ke DPR waktu itu melihat perkembangan sampai awal tahun, satu semester, kita prediksi ada short fall karena kondisinya nggak memungkinkan buat expand. Shortfall Rp 140 triliun saat itu, nanti kita lihat. Rp 140 triliun itu cukup berat menurut saya, jujur lihat kondisi sekarang," kata Yon Arsal.
Melihat 10 tahun ke belakang, penerimaan pajak tidak pernah mencapai target 100%. Jika Ditjen Pajak tidak bekerja keras tahun ini, maka shortfall pajak pada tahun ini bisa menjadi tertinggi setidaknya sejak 2009 lalu.
Sebelumnya, penerimaan pajak terseret dalam satu dekade terakhir jika dilihat dari persentasenya terjadi pada tahun 2015 yang hanya teralisasi Rp 1.055 triliun atau 81,5% dari target Rp 1.294 triliun di APBN. Artinya ada shortfall sekitar Rp 239 triliun.
Namun, jika dari angka shortfall-nya tertinggi ada pada tahun 2016. Di mana, realisasi pajak saat itu Rp 1.283 triliun atau 83,4% dari target Rp 1.539 triliun yang ternyata ada shortfall Rp 256 triliun.
Jika melihat dari kekurangan pajak hingga akhir November 2019 ini, bisa saja tahun ini akan menjadi short fall terparah sepanjang sejarah RI. Namun, untuk angka pastinya kita akan melihat di awal Januari mendatang.
Namun, jika dari angka shortfall-nya tertinggi ada pada tahun 2016. Di mana, realisasi pajak saat itu Rp 1.283 triliun atau 83,4% dari target Rp 1.539 triliun yang ternyata ada shortfall Rp 256 triliun.
Jika melihat dari kekurangan pajak hingga akhir November 2019 ini, bisa saja tahun ini akan menjadi short fall terparah sepanjang sejarah RI. Namun, untuk angka pastinya kita akan melihat di awal Januari mendatang.
(miq/miq) Next Article Ditjen Pajak: Stimulus Fiskal Ganggu Penerimaan Pajak di 2019
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular