Penyakit Menahun Shortfall Pajak, Salah Jokowi?

Lidya Julita S, CNBC Indonesia
26 December 2019 16:01
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pada tahun ini penerimaan pajak tidak akan memuaskan.
Foto: CNBC Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pada tahun ini penerimaan pajak tidak akan memuaskan. Hal ini karena tekanan global yang terlalu kuat.

Penerimaan pajak sampai akhir November pun baru mencapai Rp 1.136,17 triliun atau 72,02% dari target APBN Rp 1.577,56. Dengan realisasi ini, maka masih ada kekurangan penerimaan (shortfall) sekitar Rp 441 triliun yang harus dicapai Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Ekonom Senior Core Piter Abdullah mengatakan, penerimaan pajak yang selalu tidak tercapai karena target yang ditetapkan pemerintah terlalu tinggi. Apalagi di tengah tekanan perekonomian global yang sangat kuat dan berdampak bagi perpajakan Indonesia.

"Pemerintah menurut saya memang tidak tepat dalam menetapkan target penerimaan pajak di APBN yang demikian tinggi di tengah kondisi perekonomian global dan harga komoditas yang menurun," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (26/12/2019).

Selain pemerintah juga saat ini tengah gencar memberikan insentif mulai dari tax allowance hingga terbaru super deduction sehingga target penerimaan seharusnya tidak terlalu tinggi. Selain itu ada juga kemudahan pengajuan restitusi yang tentunya berdampak pada penerimaan pajak.

"Semua insentif ini berpotensi mengurangi penerimaan pajak. Artinya target penerimaan pajak tidak bisa terlalu tinggi," kata dia.

Lebih lanjut, ia menilai untuk melawan perlambatan ekonomi global, pemerintah seharusnya lebih berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi bukan kepada kesehatan fiskal dengan menjaga defisit yang lebih kecil.

Artinya, ia melihat bahwa pemberian insentif pajak memang bagus asal fokus agar bisa memacu pertumbuhan konsumsi dan investasi.

"Sebagai konsekuensinya memang menetapkan target penerimaan pajak tidak terlalu tinggi. Sehingga defisit fiskal yang lebar bukan sebuah hal yang buruk terutama bila ditujukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi," jelasnya.

Sebagai informasi, sejak 2009 penerimaan pajak RI tidak pernah tembus dari target yang ditetapkan pada APBN. Sebab, terakhir kali penerimaan pajak surplus terjadi pada tahun 2008 saat pemerintahan pertama Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono.

Pada saat itu, penerimaan pajak berhasil tembus target yakni 106,7% atau terealisasi Rp 571 triliun dari target Rp 535 triliun di APBN. Dengan realisasi ini maka tercatat surplus sebesar Rp 36 triliun.

Penerimaan pajak tembus target yang terjadi pada zaman kepemimpinan Sri Mulyani pertama kali sebagai Menkeu. Adapun penopangnya adalah karena kebijakan yang dilakukan saat itu yakni program sunset policy.

Berikut data realisasi penerimaan sejak 2009 sampai 2018 :
  • 2009: Realisasi Rp 545 triliun atau 94,5% dari target Rp 577 triliun. Shortfall Rp 32 triliun.

  • 2010: Realisasi Rp 628 triliun atau 94,9% dari target Rp 662 triliun. Shortfall Rp 34 triliun.

  • 2011: Realisasi Rp 743 triliun atau 97,3% dari target Rp 764 triliun. Shortfall Rp 21 triliun.

  • 2012: Realisasi Rp 836 triliun atau 94,5% dari target Rp 885 triliun. Shortfall Rp 49 triliun.

  • 2013: Realisasi Rp 921 triliun atau 92,6% dari target Rp 995 triliun. Shortfall Rp 74 triliun.

  • 2014: Realisasi Rp 985 triliun atau 91,9% dari target Rp 1.072 triliun. Shortfall Rp 87 triliun.

  • 2015: Realisasi Rp 1.055 triliun atau 81,5% dari target Rp 1.294 triliun. Shortfall Rp 239 triliun.

  • 2016: Realisasi Rp 1.283 triliun atau 83,4% dari target Rp 1.539 triliun. Shortfall Rp 256 triliun.

  • 2017: Realisasi Rp 1.147 triliun atau 89,4% dari target Rp 1.283 triliun. Shortfall Rp 136 triliun.

  • 2018: Realisasi Rp 1.315,9 triliun atau 92% dari target Rp 1.424 triliun. Shortfall Rp 108 triliun.

  • 2019: ?

(dru) Next Article Perluas Basis Pajak, Langkah Kemenkeu Dorong Penerimaan Pajak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular