
Duh! Naga-Naganya Industri Perbankan Tumbuh Melambat di 2019

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah perlambatan ekonomi dunia, laba bersih perbankan nasional berpeluang melambat tahun ini meski Bank Indonesia (BI) telah memangkas suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7-DRRR) sebesar 100 basis poin menjadi 5%.
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), laba bersih bank umum per Oktober tumbuh 6,05% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp 130,77 triliun. Pertumbuhan digit tunggal (single digit) ini terhitung lebih buruk dari kinerja tahun lalu.
Sebagai perbandingan, per Oktober 2018 laba bersih perbankan tumbuh 11% (yoy) menjadi Rp 123,32 triliun. Jika dihitung setahun penuh, laba bersih pada 2018 tumbuh pada digit ganda (double digit), yakni 14,5%. Pada 2017, laba bersih bank umum untuk periode setahun penuh melesat 21,1%.
Nah, jika laba bersih setahun penuh pada 2019 ini benar melambat, maka laju industri perbankan bakal sederajat dengan kondisi 2016 di mana laba bersihnya hanya tumbuh 1,8%.
Hingga Oktober 2019, perlambatan kinerja terlihat pada pendapatan bunga bersih yang hanya tumbuh 3,17% (yoy) menjadi Rp 321,11 triliun. Pada periode yang sama tahun lalu, pendapatan bunga bersih tumbuh 5,12% dan untuk setahun penuh 2018 naik 5,34%. Sementara itu, setahun penuh pada 2017 naik 4,46%, dan pada 2016 melonjak 11,18%.
Jika kita tengok kinerja intermediasi perbankan, penyaluran kredit tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan penghimpunan dana nasabah atau dana pihak ketiga (DPK). Kredit tumbuh 6,53% per Oktober, sedangkan DPK naik cuma 6,29%.
Pertumbuhan DPK yang lebih lemah ketimbang kenaikan kredit ini mengonfirmasi bahwa industri keuangan sedang menghadapi pengetatan likuiditas, di mana pasokan dana murah (dari simpanan nasabah) tidak sebesar dana yang disalurkan ke debitor.
Dari sisi kinerja penyaluran kredit, para bankir terlihat masih menghindari sektor pertambangan, sehingga kredit di sektor tambang dan penggalian turun 4,3%, menjadi satu-satunya sektor yang mengalami penurunan penyaluran kredit.
Sebaliknya, sektor konstruksi dan utilitas (listrik, gas, air) masih menjadi primadona dengan kenaikan kredit masing-masing sebesar 18,8% dan 15,5%. Sektor logistik (transportasi pergudangan, komunikasi) menyusul dengan pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 11,3%.
Sebagaimana kita tahu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkomitmen untuk menggenjot pembangunan infrastruktur, logistik, dan kelistrikan guna menggenjot daya saing bisnis dan menarik investasi. Tahun ini, dana pembangunan infrastruktur dari APBN dan APBD mencapai Rp 1.500 triliun.
Sektor manufaktur (pengolahan) mengalami kenaikan kredit terlemah yakni hanya 3%, mengekor kredit sektor perdagangan besar yang tumbuh 3,7%, sektor pertanian yang naik 6,1%, dan sektor properti yang bertambah 7,4%.