
Duh! Naga-Naganya Industri Perbankan Tumbuh Melambat di 2019

Secara umum, kesamaan tahun 2019 dan 2016 adalah sama-sama menghadapi efek lanjutan dari suku bunga acuan tinggi setahun sebelumnya. Sebagaimana diketahui, transmisi dampak penurunan/penaikan suku bunga terhadap bunga riil di industri perbankan berlangsung antara satu hingga dua tahun.
Dalam logika sederhana, ketika bunga acuan menurun, maka NPL seharusnya juga turun. Sementara itu, NIM seharusnya menguat karena bank bisa mendapat selisih (spread) margin lebih baik karena kinerja debitor membayar kewajibannya juga membaik.
Namun jika melihat tren dalam 12 bulan ini, terlihat bahwa pergerakan BI 7-DRR tidak mengonfirmasi itu, karena margin bunga bersih (net interest margin/NIM) perbankan justru menurun (dan bukannya naik) sementara kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) meningkat (dan bukannya melemah).
Artinya, pemangkasan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7-DRR) sebesar 100 basis poin sepanjang 2019 tidak (atau lebih tepatnya: belum) berefek pada kinerja NIM dan catatan NPL pada periode yang sama.
Harap diingat, setahun yang lalu suku bunga acuan sudah terlanjur naik 175 basis poin. Transmisi efek kenaikan tahun lalu terlihat masih menekan kinerja debitor perbankan tahun ini. Apalagi, tahun ini kinerja sektor riil masih kepayahan karena efek perlambatan ekonomi dunia dan koreksi harga komoditas utama.
Secara tren, suku bunga kredit baik untuk kredit konsumsi, investasi, maupun modal kerja terus menurun sepanjang tahun ini, mengikuti arah penurunan suku bunga acuan. Efek pelonggaran moneter BI tersebut pun baru akan terlihat pada tahun depan.
Pada 2020, kondisi pemulihan diharapkan terlihat di tengah membaiknya perekonomian dunia menyusul turunnya eskalasi perang dagang antara AS-China. Kecuali, ada kejutan yang tak diduga dari sisi pasar utang global yang memiliki efek domino dan sistemik.
Untuk dua bulan terakhir tahun ini, harapan bahwa ada lonjakan kinerja industri perbankan dan penyaluran kredit terbilang kecil. Mengacu pada tren NIM yang menipis, bankir terindikasi berjuang keras hingga mengorbankan marginnya, demi membantu debitor untuk tetap perform membayar kewajiban.
Sementara itu, NPL yang meninggi mengindikasikan bahwa secara riil semakin banyak debitor yang mulai kepayahan membayar cicilan utangnya ke bank. Hanya saja, angka NPL sekarang masih jauh dari batas berbahaya yang dipatok BI di level 5%. Artinya, sekalipun tren penurunan kinerja masih akan terjadi, skalanya masih terukur.