
Jokowi Mau Rombak Sistem Upah, Kerja Dibayar Per Jam Mau?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 December 2019 17:35

Secara kasat mata memang sistem penggajian per jam lebih jelas dan lebih adil, baik untuk pengusaha maupun pekerja. Pengusaha bisa menjalankan bisnis dengan lebih efisien, dan pekerja mendapat penghargaan sesuai dengan kontribusinya.
Namun ternyata buat pekerja, sistem ini agak memberatkan. Selama perusahaan terus menurunkan produksi alias output, maka upah yang didapat pekerja akan selalu minim.
Dalam situasi seperti 2019, di mana output industrial terus menurun, maka kesejahteraan karyawan tentu akan ikut terpukul. Pada awal 2018, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan indeks produksi industri Indonesia masih 8,55% YoY. Pada Oktober 2019, pertumbuhannya menyusut menjadi tinggal 4,72% YoY.
Pelambatan pertumbuhan berarti dunia usaha nasional memang sedang dalam tren mengurangi output. Jika Indonesia sudah menerapkan upah jam-jaman, maka ini akan menyebabkan upah ikut turun.
Untungnya Indonesia masih menggunakan sistem upah bulanan, yang setiap tahun naik. Jadi walau produktivitas perusahaan turun, upah karyawan tidak ikut terpangkas bahkan terus naik mengikuti PP 78.
Ini menjadi elemen penting dalam menjaga konsumsi rumah tangga tetap tumbuh. Konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50% dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Saat konsumsi rumah tangga terjaga, pertumbuhan ekonomi tidak akan mengalami hard landing meski perlambatan tidak bisa terelakkan di tengah masalah yang mendera ekspor dan investasi.
Â
Sekarang bola ada di kaki pemerintah. Kira-kira mau menendang ke arah mana, tetap bulanan atau berubah ke jam-jaman?
Setiap pilihan tentu ada untung-ruginya. Tinggal ditimbang mana yang lebih banyak mendatangkan manfaat ketimbang mudarat.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Namun ternyata buat pekerja, sistem ini agak memberatkan. Selama perusahaan terus menurunkan produksi alias output, maka upah yang didapat pekerja akan selalu minim.
Dalam situasi seperti 2019, di mana output industrial terus menurun, maka kesejahteraan karyawan tentu akan ikut terpukul. Pada awal 2018, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan indeks produksi industri Indonesia masih 8,55% YoY. Pada Oktober 2019, pertumbuhannya menyusut menjadi tinggal 4,72% YoY.
Pelambatan pertumbuhan berarti dunia usaha nasional memang sedang dalam tren mengurangi output. Jika Indonesia sudah menerapkan upah jam-jaman, maka ini akan menyebabkan upah ikut turun.
Untungnya Indonesia masih menggunakan sistem upah bulanan, yang setiap tahun naik. Jadi walau produktivitas perusahaan turun, upah karyawan tidak ikut terpangkas bahkan terus naik mengikuti PP 78.
Ini menjadi elemen penting dalam menjaga konsumsi rumah tangga tetap tumbuh. Konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50% dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Saat konsumsi rumah tangga terjaga, pertumbuhan ekonomi tidak akan mengalami hard landing meski perlambatan tidak bisa terelakkan di tengah masalah yang mendera ekspor dan investasi.
Â
Sekarang bola ada di kaki pemerintah. Kira-kira mau menendang ke arah mana, tetap bulanan atau berubah ke jam-jaman?
Setiap pilihan tentu ada untung-ruginya. Tinggal ditimbang mana yang lebih banyak mendatangkan manfaat ketimbang mudarat.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Most Popular