
Negara Islam Ingin Transaksi Pakai Emas, Pertanda Apa Ini?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
23 December 2019 15:14

Hasil dari konferensi itu adalah Perjanjian Bretton Wood yang melahirkan dua lembaga keuangan global yaitu International Bank for Reconstruction & Development (IBRD) atau yang saat ini dikenal dengan sebutan Bank Dunia dan Dana Moneter Intenasional (IMF).
Perjanjian Bretton Woods juga menjadi tonggak awal mata uang dolar AS sebagai acuan. Alasannya saat itu, Paman Sam menguasai lebih dari dua pertiga emas dunia. Sehingga jadilah dolar sebagai mata uang acuan dan menggantikan sistem Gold Standard. Saat itu satu dolar setara dengan 1/35 oz emas.
Namun dampak yang ditimbulkan adalah nilai dolar menjadi dominan dibanding mata uang lain. Permintaan akan greenback pun melonjak meski tidak terjadi perubahan terhadap nilai emas. Ketidaksesuaian inilah yang menjadi cikal bakal runtuhnya perjanjian Bretton Woods.
Kala AS dipimpin oleh Richard Nixon pada tahun 1971, ekonomi AS menderita penyakit yang namanya stagflation. Stagflation ditandai dengan tingginya tingkat pengangguran serta inflasi yang meroket. Hal tersebut diakibatkan karena dolar menjadi mata uang global.
Merespon hal tersebut Nixon mendevaluasi nilai dolar terhadap emas. Awalnya Nixon menetapkan 1 dolar AS setara dengan 1/38 oz, kemudian menjadi 1/42 oz. Namun kebijakan tersebut malah jadi bumerang. Dengan dolar yang semakin murah, maka banyak orang yang mulai menukarkan dolar menjadi emas sehingga jumlah emas semakin menipis
Tak lama berselang Amerika Serikat secara sepihak mengakhiri penukaran dolar dengan emas yang menjadi tanda berakhirnya perjanjian Bretton Woods, sejak saat itu dolar menjadi mata uang Fiat dan pada saat yang sama berbagai mata uang menjadi free floating hingga sampai sekarang.
Namun akibat perjanjian tersebut mata uang dolar telah tersebar ke berbagai penjuru dunia. Banyak negara yang mulai mengurangi ketergantungan terhadap dolar. Apalagi di tengah gejolak ekonomi global seperti sekarang ini. Emas telah naik 15% dalam setahun. Kilau emas bersinar terang hingga menyilaukan mata tak hanya investor dan palu pasar, tapi juga bank sentral.
Pada kuartal I-2019, total pembelian bersih emas mencapai 90 ton. Beberapa bank sentral yang memborong emas tahun ini adalah AS, Jerman , Italia hingga China. Bahkan China menargetkan pembelian emas hingga 15 ton setiap bulannya. Hal ini diikuti juga oleh Rusia, Qatar, Kolombia hingga Filiphina.
Jadi apakah era emas naik panggung lagi akan dimulai kembali? Jadi ingat perkataan J.P Morgan.
"Gold is money. Everything else is credit," - J.P Morgan
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg)
Perjanjian Bretton Woods juga menjadi tonggak awal mata uang dolar AS sebagai acuan. Alasannya saat itu, Paman Sam menguasai lebih dari dua pertiga emas dunia. Sehingga jadilah dolar sebagai mata uang acuan dan menggantikan sistem Gold Standard. Saat itu satu dolar setara dengan 1/35 oz emas.
Namun dampak yang ditimbulkan adalah nilai dolar menjadi dominan dibanding mata uang lain. Permintaan akan greenback pun melonjak meski tidak terjadi perubahan terhadap nilai emas. Ketidaksesuaian inilah yang menjadi cikal bakal runtuhnya perjanjian Bretton Woods.
Merespon hal tersebut Nixon mendevaluasi nilai dolar terhadap emas. Awalnya Nixon menetapkan 1 dolar AS setara dengan 1/38 oz, kemudian menjadi 1/42 oz. Namun kebijakan tersebut malah jadi bumerang. Dengan dolar yang semakin murah, maka banyak orang yang mulai menukarkan dolar menjadi emas sehingga jumlah emas semakin menipis
Tak lama berselang Amerika Serikat secara sepihak mengakhiri penukaran dolar dengan emas yang menjadi tanda berakhirnya perjanjian Bretton Woods, sejak saat itu dolar menjadi mata uang Fiat dan pada saat yang sama berbagai mata uang menjadi free floating hingga sampai sekarang.
Namun akibat perjanjian tersebut mata uang dolar telah tersebar ke berbagai penjuru dunia. Banyak negara yang mulai mengurangi ketergantungan terhadap dolar. Apalagi di tengah gejolak ekonomi global seperti sekarang ini. Emas telah naik 15% dalam setahun. Kilau emas bersinar terang hingga menyilaukan mata tak hanya investor dan palu pasar, tapi juga bank sentral.
Pada kuartal I-2019, total pembelian bersih emas mencapai 90 ton. Beberapa bank sentral yang memborong emas tahun ini adalah AS, Jerman , Italia hingga China. Bahkan China menargetkan pembelian emas hingga 15 ton setiap bulannya. Hal ini diikuti juga oleh Rusia, Qatar, Kolombia hingga Filiphina.
Jadi apakah era emas naik panggung lagi akan dimulai kembali? Jadi ingat perkataan J.P Morgan.
"Gold is money. Everything else is credit," - J.P Morgan
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg)
Pages
Most Popular