
Resesi Global Makin Dekat, Waspadai 8 Faktor Ini!
Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
21 December 2019 15:46

Jakarta, CNBC Indonesia- Jelang akhir tahun Indonesia harus mewaspadai resesi ekonomi global yang sudah di depan mata. Hal ini karena pertumbuhan ekonomi negara-negara maju semakin melesu bahkan diproyeksikan akan berada di bawah 2% pada 2020.
Indef menyatakan kemelut ekonomi global ini berpotensi menjalar ke perekonomian Indonesia. Adapun 10 hal yang menurut Indef harus diperhatikan pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di kisaran 5%. Hal ini terjadi karena perekonomian Indonesia bertumpu pada konsumsi.
Kedua, risiko di balik penguatan rupiah. saat ini stabilitas Rupiah yang terjadi saat ini bertumpu pada derasnya aliran dana-dana jangka pendek (hot money).
"Ini terjadi karena tingkat bunga di Indonesia masih lebih 'menggiurkan' bagi investor dibanding negara-negara lain. Namun, derasnya modal yang distimulasi selisih suku bunga yang lebar dibanding negara lain ini bisa tiba-tiba keluar yang justru membuat ekonomi Indonesia semakin rentan," tulis peneliti Indef.
Ketiga, penurunan suku bunga acuan belum berpengaruh bagi peningkatan kredit produktif. Keempat, pertumbuhan kredit masih single digit, ini diakibatkan karena LDR perbankan masih tinggi sehingga bank sangat selektif dalam memberikan kredit.
Kelima, urgensi konsolidasi perbankan, untuk Indonesia, idealnya hanya terdapat 50-70 bank eksisting. Dengan jumlah bank eksisting saat ini yang lebih dari 100 bank, membuat ketidakseimbangan pada persaingan Dana pihak ketiga (DPK).
Keenam, persaingan bank dengan Fintech. Euforia fintech yang lahir secara masif belakangan ini tentu tidak akan bertahan lama jika tidak memiliki ekosistem pendukung. Indef menilai Fintech harus berkolaborasi dengan perbankan.
Ketujuh, kapasitas fiskal pemerintah semakin sempit, terlihat dari proporsi belanja modal menunjukkan tren penurunan sejak 2016. Proporsi di 2019 turun menjadi 11,59% dibanding 2018 sebesar 14,02.
Kedelapan, utang publik terus meningkat. Peningkatan utang bukan hanya terjadi pada Pemerintah Pusat, tetapi juga pada BUMN non finansial. Sembilan, Dana Desa belum sejahterakan masyarakat desa. Hal ini dilihat dari pertumbuhan jumlah penduduk miskin di pedesaan selama empat tahun terakhir yang menurun rata-rata sebesar 2,7% per tahun.
Dibandingkan dengan sebelum adanya dana desa, pemerintah mampu menurunkan jumlah penduduk miskin di perdesaan rata-rata sebesar 3,1 % per tahun Terakhir kartu Pra Kerja diperkirakan belum optimal mengurangi pengangguran.
(dob/dob) Next Article Berat! Target Pertumbuhan Ekonomi 5,3% Sulit Tercapai
Indef menyatakan kemelut ekonomi global ini berpotensi menjalar ke perekonomian Indonesia. Adapun 10 hal yang menurut Indef harus diperhatikan pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di kisaran 5%. Hal ini terjadi karena perekonomian Indonesia bertumpu pada konsumsi.
Kedua, risiko di balik penguatan rupiah. saat ini stabilitas Rupiah yang terjadi saat ini bertumpu pada derasnya aliran dana-dana jangka pendek (hot money).
"Ini terjadi karena tingkat bunga di Indonesia masih lebih 'menggiurkan' bagi investor dibanding negara-negara lain. Namun, derasnya modal yang distimulasi selisih suku bunga yang lebar dibanding negara lain ini bisa tiba-tiba keluar yang justru membuat ekonomi Indonesia semakin rentan," tulis peneliti Indef.
Ketiga, penurunan suku bunga acuan belum berpengaruh bagi peningkatan kredit produktif. Keempat, pertumbuhan kredit masih single digit, ini diakibatkan karena LDR perbankan masih tinggi sehingga bank sangat selektif dalam memberikan kredit.
Kelima, urgensi konsolidasi perbankan, untuk Indonesia, idealnya hanya terdapat 50-70 bank eksisting. Dengan jumlah bank eksisting saat ini yang lebih dari 100 bank, membuat ketidakseimbangan pada persaingan Dana pihak ketiga (DPK).
Keenam, persaingan bank dengan Fintech. Euforia fintech yang lahir secara masif belakangan ini tentu tidak akan bertahan lama jika tidak memiliki ekosistem pendukung. Indef menilai Fintech harus berkolaborasi dengan perbankan.
Ketujuh, kapasitas fiskal pemerintah semakin sempit, terlihat dari proporsi belanja modal menunjukkan tren penurunan sejak 2016. Proporsi di 2019 turun menjadi 11,59% dibanding 2018 sebesar 14,02.
Kedelapan, utang publik terus meningkat. Peningkatan utang bukan hanya terjadi pada Pemerintah Pusat, tetapi juga pada BUMN non finansial. Sembilan, Dana Desa belum sejahterakan masyarakat desa. Hal ini dilihat dari pertumbuhan jumlah penduduk miskin di pedesaan selama empat tahun terakhir yang menurun rata-rata sebesar 2,7% per tahun.
Dibandingkan dengan sebelum adanya dana desa, pemerintah mampu menurunkan jumlah penduduk miskin di perdesaan rata-rata sebesar 3,1 % per tahun Terakhir kartu Pra Kerja diperkirakan belum optimal mengurangi pengangguran.
(dob/dob) Next Article Berat! Target Pertumbuhan Ekonomi 5,3% Sulit Tercapai
Most Popular