
INTERNASIONAL
Heboh, Satu WNI dan Tiga Perusahaan RI Didakwa AS Gegara Iran
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
18 December 2019 15:18

Jakarta, CNBC Indonesia - Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) menuduh seorang warga negara Indonesia dan tiga perusahaan Indonesia melanggar hukum ekspor AS dan sanksi yang diterapkan AS terhadap Iran.
Pernyataan itu dimuat oleh Kehakiman AS di website resminya, Selasa (17/11/2019).
"Sunarko Kuntjoro, 68, warga negara Indonesia, dan tiga perusahaan berbasis di Indonesia, PT MS Aero Support (PTMS), PT Kandiyasa Energi Utama (PTKEU), dan PT Antasena Kreasi (PTAK), dituntut hari ini di Pengadilan Distrik Amerika Serikat untuk Distrik Columbia pada 10 Desember 2019, akibat melanggar hukum ekspor AS terkait sanksi AS terhadap Iran," ujar departemen itu dalam pernyataan resmi.
Dalam postingan itu disebutkan, Kuntjoro dan PTMS, PTKEU, dan PTAK mendapat delapan dakwaan karena telah berkonspirasi untuk secara ilegal mengekspor barang dan teknologi asal AS ke Iran dan menipu Amerika Serikat.
Kuntjoro dan PTMS juga menghadapi dakwaan untuk tindakan ekspor ilegal dan berupaya mengekspor ke negara yang diembargo (Iran), melakukan konspirasi untuk mencuci uang, dan mengeluarkan pernyataan palsu.
Departemen menyebut Kuntjoro dan PTMS melakukan ekspor suku cadang pesawat asal AS ke maskapai Iran Mahan Air.
"Para terdakwa bersekongkol untuk menghasilkan keuntungan finansial bagi diri mereka sendiri dan konspirator lain, dan untuk menghindari peraturan ekspor, larangan, dan perizinan persyaratan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA), Peraturan Transaksi dan Sanksi Iran (ITSR), Peraturan Administrasi Ekspor, dan Peraturan Sanksi Terorisme Global (GTSR)," jelas lembaga itu.
Departemen Keuangan Amerika Serikat memasukkan Mahan Air ke daftar hitam (blacklist) Specially Designated National and Blocked Person (SDN) yang ada di bawah aturan GTSR pada 12 Oktober 2011.
Di bawah aturan itu, perusahaan perlu mendapat izin untuk membeli barang AS dari Kantor Pengawasan Aset Asing AS Departemen Keuangan dan Departemen Perdagangan Amerika Serikat.
Dijelaskan dalam portingan bahwa Kuntjoro berkonspirasi dengan Mahan untuk mengangkut barang-barang milik Mahan melalui PTMS, PTKEU dan PTAK ke Amerika Serikat untuk diperbaiki dan diekspor kembali ke Mahan di Iran dan beberapa wilayah lain. Akibatnya, barang-barang itu tidak mendapat lisensi sebagaimana mestinya.
Akibat hal itu, Kuntjoro menghadapi hukuman maksimum 5 tahun penjara sesuai undang-undang yang berlaku, juga denda US$ 250.000 untuk tuduhan konspirasi karena melanggar IEEPA dan menipu pemerintah AS.
Kuntjoro juga menghadapi hukuman maksimum 20 tahun penjara dan denda US$ 1 juta untuk masing-masing tuduhan individu karena melanggar IEEPA; maksimum 20 tahun penjara dan denda US$ 500.000 atas tuduhan konspirasi untuk pencucian uang; dan maksimal 5 tahun penjara dan denda US$ 250.000 untuk denda karena membuat pernyataan palsu.
"Hukuman potensial maksimum dalam kasus ini ditentukan oleh Kongres dan diberikan di sini hanya untuk tujuan informasi, karena hukuman apa pun dari terdakwa akan ditentukan oleh hakim," jelas lembaga tersebut.
"Rincian yang terkandung dalam dakwaan hanyalah dugaan belaka. Semua terdakwa dianggap tidak bersalah kecuali dan sampai terbukti bersalah di pengadilan."
Sementara itu Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah mengatakan pemerintah masih mempelajari hal ini.
"Masih dipelajari isunya oleh unit terkait. Nanti dikabari," katanya melalui pesan singkat.
(sef/sef) Next Article Duh, Ada WNI Dihukum AS karena Iran
Pernyataan itu dimuat oleh Kehakiman AS di website resminya, Selasa (17/11/2019).
"Sunarko Kuntjoro, 68, warga negara Indonesia, dan tiga perusahaan berbasis di Indonesia, PT MS Aero Support (PTMS), PT Kandiyasa Energi Utama (PTKEU), dan PT Antasena Kreasi (PTAK), dituntut hari ini di Pengadilan Distrik Amerika Serikat untuk Distrik Columbia pada 10 Desember 2019, akibat melanggar hukum ekspor AS terkait sanksi AS terhadap Iran," ujar departemen itu dalam pernyataan resmi.
Dalam postingan itu disebutkan, Kuntjoro dan PTMS, PTKEU, dan PTAK mendapat delapan dakwaan karena telah berkonspirasi untuk secara ilegal mengekspor barang dan teknologi asal AS ke Iran dan menipu Amerika Serikat.
Kuntjoro dan PTMS juga menghadapi dakwaan untuk tindakan ekspor ilegal dan berupaya mengekspor ke negara yang diembargo (Iran), melakukan konspirasi untuk mencuci uang, dan mengeluarkan pernyataan palsu.
Departemen menyebut Kuntjoro dan PTMS melakukan ekspor suku cadang pesawat asal AS ke maskapai Iran Mahan Air.
"Para terdakwa bersekongkol untuk menghasilkan keuntungan finansial bagi diri mereka sendiri dan konspirator lain, dan untuk menghindari peraturan ekspor, larangan, dan perizinan persyaratan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA), Peraturan Transaksi dan Sanksi Iran (ITSR), Peraturan Administrasi Ekspor, dan Peraturan Sanksi Terorisme Global (GTSR)," jelas lembaga itu.
Departemen Keuangan Amerika Serikat memasukkan Mahan Air ke daftar hitam (blacklist) Specially Designated National and Blocked Person (SDN) yang ada di bawah aturan GTSR pada 12 Oktober 2011.
Di bawah aturan itu, perusahaan perlu mendapat izin untuk membeli barang AS dari Kantor Pengawasan Aset Asing AS Departemen Keuangan dan Departemen Perdagangan Amerika Serikat.
Dijelaskan dalam portingan bahwa Kuntjoro berkonspirasi dengan Mahan untuk mengangkut barang-barang milik Mahan melalui PTMS, PTKEU dan PTAK ke Amerika Serikat untuk diperbaiki dan diekspor kembali ke Mahan di Iran dan beberapa wilayah lain. Akibatnya, barang-barang itu tidak mendapat lisensi sebagaimana mestinya.
Akibat hal itu, Kuntjoro menghadapi hukuman maksimum 5 tahun penjara sesuai undang-undang yang berlaku, juga denda US$ 250.000 untuk tuduhan konspirasi karena melanggar IEEPA dan menipu pemerintah AS.
Kuntjoro juga menghadapi hukuman maksimum 20 tahun penjara dan denda US$ 1 juta untuk masing-masing tuduhan individu karena melanggar IEEPA; maksimum 20 tahun penjara dan denda US$ 500.000 atas tuduhan konspirasi untuk pencucian uang; dan maksimal 5 tahun penjara dan denda US$ 250.000 untuk denda karena membuat pernyataan palsu.
"Hukuman potensial maksimum dalam kasus ini ditentukan oleh Kongres dan diberikan di sini hanya untuk tujuan informasi, karena hukuman apa pun dari terdakwa akan ditentukan oleh hakim," jelas lembaga tersebut.
"Rincian yang terkandung dalam dakwaan hanyalah dugaan belaka. Semua terdakwa dianggap tidak bersalah kecuali dan sampai terbukti bersalah di pengadilan."
Sementara itu Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah mengatakan pemerintah masih mempelajari hal ini.
"Masih dipelajari isunya oleh unit terkait. Nanti dikabari," katanya melalui pesan singkat.
(sef/sef) Next Article Duh, Ada WNI Dihukum AS karena Iran
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular