Calon Dewas KPK Pilihan Jokowi, Gayus Hingga Yusril Termasuk?

Muhammad Iqbal, CNBC Indonesia
17 December 2019 16:48
Calon Dewas KPK Pilihan Jokowi, Gayus Hingga Yusril Termasuk?
Foto: Gedung KPK (Ahmad Bil Wahid/detikcom)

Jakarta, CNBC Indonesia - Hanya dalam hitungan hari, Presiden Joko Widodo akan melantik pimpinan sekaligus dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019-2023. Pelantikan akan dilaksanakan di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (20/12/2019).


Seperti diketahui, nama-nama lima pimpinan KPK sudah diketahui, yaitu Firli Bahuri sebagai ketua, dan empat orang lainnya, yaitu Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron, dan Alexander Marwata, sebagai wakil ketua.

Berbeda dengan susunan pimpinan, susunan dewas KPK masih belum terang. Berdasarkan amanat UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, dewas dipilih langsung oleh Presiden.

Ketika dikonfirmasi CNBC Indonesia, Senin (16/12/2019) malam, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono mengatakan presiden masih memproses nama-nama yang akan masuk ke dalam susunan dewas KPK.



"Meskipun sudah mulai mengerucut," kata Dini.


Kendati demikian, Ia tidak memerinci sosok-sosok yang diproses Presiden untuk menjadi anggota dewas KPK. Dini meminta agar menunggu hingga 20 Desember mendatang.

Sejumlah nama kandidat dewas KPK pun mengemuka di kalangan publik. Satu yang pasti, mereka memiliki latar belakang hukum yang solid. Siapa saja mereka?

[Gambas:Video CNBC]

Mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun merupakan salah satu nama yang disebut-sebut akan menjadi anggota dewas KPK. Ia menjadi hakim agung pada periode 2011 hingga 2018.

Nama eks politikus PDIP itu dinilai cocok oleh Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani ketika ditemui di kantor PP Muhammdiyah, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2019).

"Dewas biar urusannya presiden. Kita serahkan itu kepada presidenlah, undang-undangnya bunyinya begitu. Ya kita tunggu aja, saya kira ini kesempatan bagi berbagai elemen masyarakat sebelum Presiden memutuskan untuk menyampaikan aspirasilah, usulan," ujar Arsul seperti dilansir detik.com.

"Yang jelas kalau PPP, saya tidak ingin bicara Komisi III, sudah menyampaikan bahwa sebaiknya dewas yang untuk pertama kali ini justru jangan diisi orang-orang yang katakanlah itu politisi kecuali dia sudah apa, bermigrasi ke tempat atau fungsi yang lain. Contoh seperti Pak Gayus Lumbuun dulu kan politisi tapi kan sudah bermigrasi ke Mahkamah Agung sebagai Hakim Agung, yang gitu-gitu boleh," lanjutnya.

Sosok lain adalah Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra. Ia merupakan mantan menteri kehakiman hingga menteri sekretaris negara.

Kendati demikian, Yusril mengaku tidak ada pihak Istana Kepresidenan yang menghubungi untuk menjadi anggota dewas KPK.

"Karena itu, saya menganggap bahwa disebut-sebutnya nama saya sebagai salah satu calon dewas KPK hanyalah kabar burung belaka," kata Yusril dalam keterangannya, Senin (16/12/2019), seperti dikutip detik.com.

"Nama saya disebut-sebut sebagai salah seorang calon anggota dewas KPK. Presiden dikabarkan sedang menimbang-nimbang beberapa nama yang dianggap kredibel untuk menjadi dewas KPK itu. Walau masih dalam proses seleksi, banyak orang yang bertanya, dan bahkan ada yang ucapkan selamat pada saya," lanjutnya.

Lebih lanjut, Yusril mengaku tidak berminat dan bersedia menjadi dewas KPK. Ia lebih memilih tetap menjadi advokat profesional yang oleh UU Advokat dikategorikan sebagai penegak hukum dari pada menjadi dewas KPK

Romli merupakan anggota Tim Perumus RUU KPK. Ia merupakan profesor di bidang Ilmu Hukum khususnya Hukum Internasional di Universitas Padjadjaran.

Dalam satu kesempatan beberapa waktu lalu, Romli memang pernah mengatakan keberadaan dewas penting. Ia memiliki tugas pokok mengawasi kinerja KPK, termasuk tidak terbatas pada evaluasi kinerja KPK tetapi meliputi pemberian izin atau tidak memberi izin untuk penyadapan.

Romli juga berulang kali mengkritik KPK. Beberapa waktu lalu, Ia menilai pimpinan KPK tidak memahami filosofi lahirnya KPK yang tertuang dalam UU Nomor 28 Tahun 1999. Dalam UU itu, fungsi pencegahan dan penindakan harus seimbang.




(miq/dru) Next Article Permudah Prosedur Bansos, Jokowi Minta Diawasi KPK

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular