
Internasional
Dua Kecelakaan yang Membuat Boeing 737 Max Stop Produksi
Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
17 December 2019 16:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Boeing, perusahaan pembuat pesawat asal Amerika Serikat (AS) resmi menghentikan produksi jet 737 Max. Penghentian produksi akan berlaku mulai Januari 2020.
Alasannya karena Administrasi Penerbangan Federal (FAA) tak kunjung memberikan pesawat seri tersebut izin untuk terbang kembali. Kepala pemasaran Boeing Stan Deal menegaskan bahwa langkah ini untuk kebaikan Boeing.
"Ini akan membuat sistem kami di posisi lebih baik untuk perbaikan dan lebih efisien untuk menyelesaikan pesawat ketika pada saatnya kami mengembalikan 737 Max ke layanan (penerbangan)," katanya sebagaimana dikutip dari Reuters.
Seperti diketahui, Boeing 737 Max dilarang terbang sejak Maret 2019 setelah dua kecelakaan pesawat terjadi di Indonesia dan Ethiopia yang menewaskan 346 jiwa, hanya dalam lima bulan.
Lion Air
Pada 29 Oktober 2018 pesawat Lion Air JT-610 rute Jakarta-Pangkal Pinang jatuh di perairan Karawang. Sebanyak 189 orang yang terdiri dari 179 penumpang dewasa, 1 penumpang anak, 2 bayi, 2 pilot, 5 kru dinyatakan meninggal dunia.
Sehari sebelum kecelakaan naas itu terjadi sistem operasi pesawat tersebut bermasalah. Namun, pihak maskapai menegaskan bahwa masalah tersebut telah dibenahi sebelum pesawat kembali beroperasi.
Menurut laporan akhir dari investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Kementerian Perhubungan, ada sembilan faktor yang berkontribusi dalam kecelakaan tersebut. Secara garis besar adalah gabungan antara faktor mekanik, desain pesawat, dan kurangnya dokumentasi tentang sistem pesawat.
Selain itu, faktor lain yang berkontribusi adalah kurangnya komunikasi dan kontrol manual antara pilot dan kopilot beserta distraksi dalam kokpit.
Berdasarkan bukti rekaman data dan percakapan selama penerbangan, KNKT menyimpulkan bahwa kopilot tidak familiar dengan prosedur, meski ditunjukkan cara mengatasi pesawat saat training.
Ethiopian Airlines
Hanya berselang lima bulan dari jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 Boeing kembali dikejutkan dengan jatuhnya Ethiopian Airline dengan seri pesawat yang sama yaitu Boeing 737 Max 8.
Pesawat Boeing 737 MAX 8 milik Ethiopian Airlines jatuh pada 10 Maret 2019 dan menewaskan 157 orang penumpangnya. Tiga menit setelah lepas landas dari bandara Addis Ababa, pilot pesawat meminta izin untuk kembali karena kecepatan pesawat abnormal.
Saat itu seluruh kontak antara menara pengawas di bandara dengan Ethiopian Airlines nomor penerbangan 302 menuju Nairobi, hilang lima menit setelah pesawat lepas landas.
Semenit setelah pesawat lepas landas dari bandara, Kapten Pilot Yared Getachew melapor kepada menara pengawas, adanya masalah pada pesawat. Saat itu pesawat di bawah ketinggian minimum, dan masih terus naik.
Kemudian, pilot meminta izin untuk kembali ke bandara tiga menit setelah lepas landas. Menara pengawas memberikan izin, namun pesawat tersebut terus naik ke ketinggian yang tidak biasa, dan tiba-tiba menghilang dari radar militer.
Dua kecelakaan tersebut disinyalir karena masalah yang sama yaitu Angle of Attack. Angle of attack adalah parameter mendasar dari penerbangan yang mengukur derajat antara aliran udara dan sayap pesawat. Jika terlalu tinggi, maka dapat membuat pesawat mengalami kegagalan aerodinamis.
Selain itu MCAS (Manoeuvring Characteristics Augmentation System) juga disebut-sebut sebagai "biang kerok" terjadinya kecelakaan fatal dua pesawat terbang sejenis yang hanya terpaut waktu beberapa bulan saja.
Akibat kecelakaan tersebut, banyak negara memberlakukan larangan terbang sementara pesawat Boeing 737 MAX 8 dan MAX 9 yang dimilikinya. Bahkan ada yang melarang adanya pesawat Boeing 737 MAX terbang di wilayah udaranya.
(sef/sef) Next Article Boeing Rugi Rp 41 T di Q2-2019 & akan Setop Produksi 737Max
Alasannya karena Administrasi Penerbangan Federal (FAA) tak kunjung memberikan pesawat seri tersebut izin untuk terbang kembali. Kepala pemasaran Boeing Stan Deal menegaskan bahwa langkah ini untuk kebaikan Boeing.
"Ini akan membuat sistem kami di posisi lebih baik untuk perbaikan dan lebih efisien untuk menyelesaikan pesawat ketika pada saatnya kami mengembalikan 737 Max ke layanan (penerbangan)," katanya sebagaimana dikutip dari Reuters.
Lion Air
Pada 29 Oktober 2018 pesawat Lion Air JT-610 rute Jakarta-Pangkal Pinang jatuh di perairan Karawang. Sebanyak 189 orang yang terdiri dari 179 penumpang dewasa, 1 penumpang anak, 2 bayi, 2 pilot, 5 kru dinyatakan meninggal dunia.
Sehari sebelum kecelakaan naas itu terjadi sistem operasi pesawat tersebut bermasalah. Namun, pihak maskapai menegaskan bahwa masalah tersebut telah dibenahi sebelum pesawat kembali beroperasi.
Menurut laporan akhir dari investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Kementerian Perhubungan, ada sembilan faktor yang berkontribusi dalam kecelakaan tersebut. Secara garis besar adalah gabungan antara faktor mekanik, desain pesawat, dan kurangnya dokumentasi tentang sistem pesawat.
Selain itu, faktor lain yang berkontribusi adalah kurangnya komunikasi dan kontrol manual antara pilot dan kopilot beserta distraksi dalam kokpit.
Berdasarkan bukti rekaman data dan percakapan selama penerbangan, KNKT menyimpulkan bahwa kopilot tidak familiar dengan prosedur, meski ditunjukkan cara mengatasi pesawat saat training.
Ethiopian Airlines
Hanya berselang lima bulan dari jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 Boeing kembali dikejutkan dengan jatuhnya Ethiopian Airline dengan seri pesawat yang sama yaitu Boeing 737 Max 8.
Pesawat Boeing 737 MAX 8 milik Ethiopian Airlines jatuh pada 10 Maret 2019 dan menewaskan 157 orang penumpangnya. Tiga menit setelah lepas landas dari bandara Addis Ababa, pilot pesawat meminta izin untuk kembali karena kecepatan pesawat abnormal.
Saat itu seluruh kontak antara menara pengawas di bandara dengan Ethiopian Airlines nomor penerbangan 302 menuju Nairobi, hilang lima menit setelah pesawat lepas landas.
Semenit setelah pesawat lepas landas dari bandara, Kapten Pilot Yared Getachew melapor kepada menara pengawas, adanya masalah pada pesawat. Saat itu pesawat di bawah ketinggian minimum, dan masih terus naik.
Kemudian, pilot meminta izin untuk kembali ke bandara tiga menit setelah lepas landas. Menara pengawas memberikan izin, namun pesawat tersebut terus naik ke ketinggian yang tidak biasa, dan tiba-tiba menghilang dari radar militer.
Dua kecelakaan tersebut disinyalir karena masalah yang sama yaitu Angle of Attack. Angle of attack adalah parameter mendasar dari penerbangan yang mengukur derajat antara aliran udara dan sayap pesawat. Jika terlalu tinggi, maka dapat membuat pesawat mengalami kegagalan aerodinamis.
Selain itu MCAS (Manoeuvring Characteristics Augmentation System) juga disebut-sebut sebagai "biang kerok" terjadinya kecelakaan fatal dua pesawat terbang sejenis yang hanya terpaut waktu beberapa bulan saja.
Akibat kecelakaan tersebut, banyak negara memberlakukan larangan terbang sementara pesawat Boeing 737 MAX 8 dan MAX 9 yang dimilikinya. Bahkan ada yang melarang adanya pesawat Boeing 737 MAX terbang di wilayah udaranya.
(sef/sef) Next Article Boeing Rugi Rp 41 T di Q2-2019 & akan Setop Produksi 737Max
Most Popular