
Pak Jokowi, Sebenarnya Impor Migas RI Sudah Turun 29% Loh...
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
16 December 2019 14:47

Untuk terus mengurangi ketergantungan terhadap impor minyak mentah dan BBM, pemerintah perlu melakukan banyak hal. Mulai dari mengundang investasi di sektor migas untuk eksplorasi dan eksploitasi hingga melakukan revitalisasi dan pembangunan kilang minyak.
Eksploitasi bertujuan untuk mengekstrak minyak dari ladang atau sumur minyak. Tantangan sektor minyak Indonesia adalah lifting yang terus menurun akibat umur ladang dan fasilitas yang menua. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan lifting minyak seperti work-over & well-services (WOWS), enhanced oil recovery (EOR) harus terus digalakkan.
Untuk metode WOWS, tantangannya adalah efisiensi waktu dan jumlah aktivitas dan perbaikan sumur. Sementara untuk EOR, perlu untuk segera diimplementasikan di berbagai sumur minyak yang ada. Memang semuanya butuh waktu dan dana. Namun seharusnya hal itu bukan jadi halangan demi mewujudkan kemandirian energi.
Upaya lain adalah eksplorasi untuk menemukan ladang atau sumur minyak baru di Indonesia yang dapat meningkatkan cadangan minyak dalam negeri. Menurut data SKK migas, saat ini masih ada 128 cekungan dan baru ada 54 yang dieksplorasi.
Dari 54 cekungan yang dieksplorasi 18 sudah mulai berproduksi. Cadangan minyak Indonesia yang tercatat saat ini 3,8 miliar barel. Lalu, dari sisa cekungan yang belum dieksplorasi yakni sebanyak 74 cekungan menyimpan potensi minyak 7,5 miliar barel. Hal ini mengindikasikan Indonesia masih punya potensi.
Hal tersebut juga disampaikan oleh Kepala Satuan Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto.
"Jadi masih ada di dalam sana sebuah potensi sangat besar. Ke depan akan berubah paradigma dari lapangan onshore yang berumur tua, ke daerah lepas pantai dan laut dalam meskipun yang onshore ternyata masih punya potensi.” Kata Dwi dalam acara sarasehan migas nasional, di Kantor SKK Migas, Kamis (10/10/2019).
Upaya yang disebutkan di atas adalah untuk mengatasi masalah impor minyak mentah. Sementara Indonesia tak hanya mengimpor mentahannya saja tapi juga produk olahannya seperti BBM. Bahkan impor hasil olahan minyak nilainya jauh lebih besar. Nilai impor hasil minyak setara dua kali nilai impor minyak mentahnya.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka pembangunan kilang jadi solusinya. Sayang seribu sayang, dalam waktu hampir 30 tahun Indonesia tak membangun kilang. Hal ini yang membuat RI-1 geram. Bangun kilang untuk kemandirian energi tanah air hukumnya fadhu ain alias wajib.
Ke depan jika proyek peremajaan di lima kilang yang dimiliki Pertamina selesai dan pembangunan 2 kilang (grass root) rampung, maka kapasitas tambahannya meningkat dari yang sebelumnya 1 juta barel pe hari (bpd) menjadi 2 juta bpd.
Pemerintah harus benar-benar serius menyelesaikan masalah ini. Pasalnya ketika lifting minyak mentok di 750.000 bpd dan terus menurun, kapasitas kilang hanya 1 juta bpd sementara kebutuhan minyak per hari mencapai 1,5 juta bpd dan bahkan naik terus.
Kalau tidak segera diatasi, impor minyak akan semakin besar untuk menambal kebutuhan tanah air. Akibatnya neraca dagang migas dan transaksi berjalan kembali tertekan. Amit-amit!
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/gus)
Eksploitasi bertujuan untuk mengekstrak minyak dari ladang atau sumur minyak. Tantangan sektor minyak Indonesia adalah lifting yang terus menurun akibat umur ladang dan fasilitas yang menua. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan lifting minyak seperti work-over & well-services (WOWS), enhanced oil recovery (EOR) harus terus digalakkan.
Untuk metode WOWS, tantangannya adalah efisiensi waktu dan jumlah aktivitas dan perbaikan sumur. Sementara untuk EOR, perlu untuk segera diimplementasikan di berbagai sumur minyak yang ada. Memang semuanya butuh waktu dan dana. Namun seharusnya hal itu bukan jadi halangan demi mewujudkan kemandirian energi.
Dari 54 cekungan yang dieksplorasi 18 sudah mulai berproduksi. Cadangan minyak Indonesia yang tercatat saat ini 3,8 miliar barel. Lalu, dari sisa cekungan yang belum dieksplorasi yakni sebanyak 74 cekungan menyimpan potensi minyak 7,5 miliar barel. Hal ini mengindikasikan Indonesia masih punya potensi.
Hal tersebut juga disampaikan oleh Kepala Satuan Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto.
"Jadi masih ada di dalam sana sebuah potensi sangat besar. Ke depan akan berubah paradigma dari lapangan onshore yang berumur tua, ke daerah lepas pantai dan laut dalam meskipun yang onshore ternyata masih punya potensi.” Kata Dwi dalam acara sarasehan migas nasional, di Kantor SKK Migas, Kamis (10/10/2019).
Upaya yang disebutkan di atas adalah untuk mengatasi masalah impor minyak mentah. Sementara Indonesia tak hanya mengimpor mentahannya saja tapi juga produk olahannya seperti BBM. Bahkan impor hasil olahan minyak nilainya jauh lebih besar. Nilai impor hasil minyak setara dua kali nilai impor minyak mentahnya.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka pembangunan kilang jadi solusinya. Sayang seribu sayang, dalam waktu hampir 30 tahun Indonesia tak membangun kilang. Hal ini yang membuat RI-1 geram. Bangun kilang untuk kemandirian energi tanah air hukumnya fadhu ain alias wajib.
Ke depan jika proyek peremajaan di lima kilang yang dimiliki Pertamina selesai dan pembangunan 2 kilang (grass root) rampung, maka kapasitas tambahannya meningkat dari yang sebelumnya 1 juta barel pe hari (bpd) menjadi 2 juta bpd.
Pemerintah harus benar-benar serius menyelesaikan masalah ini. Pasalnya ketika lifting minyak mentok di 750.000 bpd dan terus menurun, kapasitas kilang hanya 1 juta bpd sementara kebutuhan minyak per hari mencapai 1,5 juta bpd dan bahkan naik terus.
Kalau tidak segera diatasi, impor minyak akan semakin besar untuk menambal kebutuhan tanah air. Akibatnya neraca dagang migas dan transaksi berjalan kembali tertekan. Amit-amit!
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/gus)
Pages
Most Popular