Gegara Utang BPJS: Toko Obat Sampai RS di Ujung Kebangkrutan

Muhammad Iqbal, CNBC Indonesia
13 December 2019 13:08
Gegara Utang BPJS: Toko Obat Sampai RS di Ujung Kebangkrutan
Jakarta, CNBC Indonesia - Baru saja terungkap jika tunggakan pembayaran utang program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kepada Distributor Farmasi (PBF) terus membengkak.

Kondisi ini bisa membuat perusahaan farmasi kesulitan mengatur cash flow atau bahkan bisa gulung tikar, hingga menyebabkan kekosongan obat-obatan untuk program JKN.

Hingga saat ini, utang fasilitas kesehatan (faskes) ke Distributor Obat yang sudah jatuh tempo di akhir November 2019 diperkirakan sudah mencapai Rp 6 triliun. Angka itu belum termasuk tunggakan Apotek PRB (Program Rujuk Balik) BPJS Kesehatan ke PBF yang diperkirakan lebih dari Rp 1 triliun.

"Meskipun pemerintah sudah mencairkan dana tambahan untuk BPJS sebesar Rp 9,3 triliun di akhir November 2019, namun berdasarkan pantauan GPFI, para Distributor Farmasi hanya menerima kucuran dana dari Faskes JKN sekitar Rp 450 miliar atau sekitar 5% saja," ungkap Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI), Darodjatun Sanusi, dalam keterangan tertulis, Jumat (13/12/2019).

Darodjatun mengatakan, pembengkakan utang ini juga terjadi pada usia piutang yang meningkat dari 60 hari menjadi 155 hari. Meskipun demikian, Faskes JKN masih terus melakukan belanja rutin untuk kebutuhan peserta BPJS Kesehatan.

Hal ini berarti, saldo piutang BPJS Kesehatan justru semakin membengkak karena nilai pembelian jauh lebih besar dari nilai pembayaran.  (NEXT)




Utang BPJS Kesehatan kepada Rumah Sakit nampaknya tidak main-main. Jumlahnya mencapai Rp 17 triliun.

Hal ini diungkapkan langsung oleh Ketua PERSI (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia), Kuntjoro. "Piutang [rumah sakit ke BPJS] yang saya tahu hingga 30 September 2019 itu Rp 17 triliun. Semua, se-Indonesia," katanya di gedung DPR Senin (12/11/2019).

Menurut Kuntjoro angka tersebut bukanlah jumlah yang sedikit. Karenanya PERSI menekankan agar BPJS bisa segera menyelesaikan kewajibannya tersebut. Jika tidak, operasional RS yang berpotensi terganggu.

"Terpenting sekarang bayar dulu. Saya kan rumah sakit nih. Yang penting dibayar dulu saja. Supaya pasien yang non BPJS-nya itu meningkat," lanjut Kuntjoro.

Bahkan, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, terakhir melaporkan utang BPJS Kesehatan ke fasilitas kesehatan yang jatuh tempo pada November mencapai Rp 21,1 triliun.

"Kami laporkan ada masalah serius di dalam pembayaran. Kita sudah utang jatuh tempo Rp 21,1 triliun," kata Fachmi.

Keterlambatan membayar BPJS akan berdampak pada kehidupan tenaga dokter, perawat, bidan, tenaga kesehatan lain, cleaning service hingga satpam di sebuah rumah sakit. Keterlambatan membayar dari BPJS juga berdampak pada rantai pasokan di pabrik obat, sehingga tidak hanya berdampak pada ketersediaan obat tetapi perusahaan besar farmasi dan seluruh pekerja di dalam sektor ini.

[Gambas:Video CNBC]

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular