Setuju Pak Jokowi, Bangun Kilang Itu Hukumnya Fardhu Ain!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
11 December 2019 12:37
Setuju Pak Jokowi, Bangun Kilang Itu Hukumnya Fardhu Ain!
Foto: Jokowi (CNBC Indonesia/Chandra Gian Asmara)
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo mengaku membahas isu pembangunan kilang minyak bersama Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (9/12/2019).

Jokowi sangat menyayangkan dalam kurun waktu hampir 30 tahun tak bisa membangun kilang minyak. Padahal kilang minyak memainkan peranan penting dalam menyediakan sumber energi nasional sehingga impor migas dapat ditekan.

"Masa 34 tahun gak bisa membangun kilang minyak. Kebangetan. Saya kawal betul, akan saya ikuti juga progresnya dan persentasenya sampe sejauh mana," ujarnya usai menghadiri Rapat Koordinasi Nasional Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah dan Silahturahmi Nasional Bank Wakaf Mikro di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Selasa (10/12/2019).

Sampai saat ini pemerintah menargetkan untuk melakukan revitalisasi serta pembangunan kilang baru atau Grass Root Refinery (GRR). Pengembangan dan pembangunan kilang ini dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas kilang.

Berdasarkan data Pertamina, kapasitas kilang yang ada saat ini hanya ~1 juta barel per hari (bpd). Jika proyek pengembangan dan pembangunan kilang minyak direalisasikan maka kapasitas tersebut meningkat menjadi ~2 juta bpd.

Proyek

Kapasitas (Kbpd)

Nilai Investasi (IDR Triliun)

Revitalisasi/RDMP

1340

246.22

Grass Root Refinery

600

396.9

Sumber : Laporan Tengah Tahun Pertamina, KPPIP

Proyek revitalisasi kilang minyak yang tertuang dalam Refinery Development Master Plan menargetkan ada 5 kilang yang diremajakan. Kilang minyak yang ditargetkan untuk peremajaan adalah Cilacap, Jawa Tengah; Balongan, Jawa Barat; Dumai, Riau; Balikpapan, Kalimantan Timur; dan Plaju, Sumatera Selatan.

Proyek ini ditargetkan mulai beroperasi pada 2021 dan menelan biaya sebesar Rp 246,2 triliun melalui skema penugasan BUMN dalam hal ini PT Pertamina Persero. Saat ini status proyek revitalisasi ini berada di tahap transaksi berdasarkan keterangan KPPIP.

Mengutip laporan tengah tahun Pertamina 2019, peremajaan yang dilakukan di berbagai kilang ini dapat meningkatkan kapasitas sebesar 437 ribu bpd.



Tak hanya peremajaan, pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) akan membangun kilang baru atau GRR di Bontang dan Tuban. Skema pendanaan untuk proyek GRR ini adalah kerja sama BUMN dengan Swasta. 

Baca'34 Tahun RI Gak Bisa Bangun Kilang Minyak, Jokowi: Kebangetan'
Untuk pembangunan kilang Tuban PT Pertamina berhasil menggaet investor minyak asal Rusia, Rosneft. Proyek ini membutuhkan nilai investasi mencapai Rp 199 triliun. Kilang Tuban ditargetkan mulai beroperasi pada 2024.

Sementara untuk proyek Grass Root lain yaitu di Kilang Bontang nilai investasinya mencapai Rp 197, 6 triliun dan ditargetkan mulai beroperasi pada 2025. Skema pendanaan untuk proyek ini pun sama yaitu kerja sama PT Pertamina (Persero) dengan swasta.

Kilang

Jenis Proyek

Kapasitas (Ribu bpd)

Rencana Konstruksi

Target Operasi

Nilai Investasi (Rp Triliun)

Kilang Tuban

Grass Root

300

2020

2024

199.3

Kilang Bontang

Grass Root

300

2019

2025

197.6

Sumber : Laporan Tengah Tahun Pertamina, KPPIP

Pengembangan dan pembangunan kilang minyak memang punya urgensi yang tinggi. Pasalnya konsumsi minyak masyarakat Indonesia terus meningkat dan lifting minyak terus mengalami penurunan.

Terakhir konsumsi minyak orang Indonesia bisa mencapai 1,5 juta bpd sementara kapasitas lifting cuma 750.000 bpd. Artinya ada gap di sana. Belum lagi minyak harus diolah untuk menjadi berbagai macam produk salah satunya BBM.

Karena kapasitas kilang cuma 1 juta bpd dan masyarakat Indonesia banyak mengkonsumsi BBM maka untuk menambal kekurangan ya harus impor. Impor hasil minyak inilah yang membuat neraca migas tanah air tekor.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan impor hasil minyak periode Januari-Oktober 2019 mencapai US$ 11,2 miliar. Sementara hasil ekspor hasil minyak hanya US$ 1,6 miliar. Artinya negara tekor US$ 9,6 miliar. Nilai yang fantastis tentunya.

Angka itulah yang menyebabkan neraca dagang RI periode 10 bulan 2019 mebukukan defisit sebesar US$ 1,7 miliar karena neraca dagang migas menyumbang defisit sebesar US$ 7,3 miliar saat neraca dagang non-migas surplus US$ 5,5 miliar.

Seandainya kilang dibangun sejak dulu mungkin defisit tak akan separah ini dan industri petrokimia menjadi jauh lebih berkembang karena produk kilang dapat digunakan di industri petrokimia.

Jadi kesimpulannya adalah bangun kilang itu hukumnya fardhu’ ain alias wajib! Maju terus Pak Jokowi!



TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular