
Mantan Menteri: 100 Anak Usaha BUMN, Banyak yang Tak Bagus
Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
08 December 2019 21:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Periode 2009-2011 Mustafa Abubakar mengatakan anak-anak usaha BUMN harus ditata kembali. Ia beralasan karena banyak anak perusahaan BUMN yang tidak bagus kinerjanya. Padahal BUMN harus efisiensi dan efektif, sedangkan bila terlalu banyak anak usaha bisa sebaliknya.
"Anak perusahaan pun paling penting ditata kembali, melihat 100 anak perusahaan banyak yang bagus, tapi tidak kalah banyak juga yang tidak bagusnya," kata Mustafa saat wawancara di CNBC Indonesia Exclusive.
Keberadaan anak-anak usaha BUMN ini tentu akan semakin kompleks kaitannya dengan rencana sejumlah holding-holding BUMN. Bila ada sebuah BUMN dengan segala anak cucunya diholding tapi kondisinya tak sehat, tentu akan berdampak pada kondisi BUMN lain yang ikut bergabung dalam satu holding. Namun, ada sisi positif bila holding dilakukan dengan tepat.
Mustafa menceritakan bahwa saat dirinya mengholding pupuk dan semen keuntungan dan pendapatan bisa mencapai dua kali lipat. Dari situ juga terjadi efisiensi, alokasi sumberdaya, penyebaran output atau produk yang akan menghasilkan banyak keuntungan.
"Mereka harus berani bikin lompatan, harus ada nilai tambah yang nyata. Saat itu saya berikan target, tidak mau tahu bagaimana melakukan efisiensi, peningkatan produktivitas, dan peningkatan kualitas yang penting tercapai," tegasnya.
Hal itu sejalan dengan gagasan yang disebut-sebut oleh Menteri BUMN sekarang, Erick Thohir. Ia bicara keinginannya mengembalikan BUMN ke bisnis inti (core business). Dia sempat menyinggung terlalu banyak anak-cucu BUMN yang berdampak pada budaya 'titipan' kroni dari oknum dan pensiunan.
Erick bilang, BUMN yang tak fokus pada core business-nya lebih baik di merger atau sekalian ditutup saja. Menurutnya, tidak bisa BUMN berdiri sendiri-sendiri dalam suatu sektor yang sama.
IPO BUMN yang Rumit
Selain soal, pembentukan holding BUMN agar efisien, ada tantangan dalam mengelola BUMN yaitu soal transparansi, salah satunya membuat BUMN IPO atau melantai di bursa sebagai perusahaan publik. Namun, Mustafa mengungkapkan bahwa untuk dapat melakukan IPO harus melewati prosedur yang cukup panjang.
"Salah satu karena diantaranya bukan hanya semata-mata pendekatan bisnis saja ada juga aspek politiknya untuk melakukan IPO," katanya.
"Kita harus mendapat persetujuan dari DPR dan harus ada peraturan pemerintah juga," kata Mustafa.
Menurutnya juga IPO bukanlah persoalan yang mudah, banyak pro kontra yang terjadi sehingga kadang-kadang terjadi politisasi
"Saya ingat waktu saya dulu saham Garuda dan Krakatau Steel sampai luar biasa lama, tapi Alhamdulillah bisa bertahan akhirnya bisa keluar dari kesulitan tersebut," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Ini Cara Atasi Pro dan Kontra Proses Restrukturisasi BUMN
"Anak perusahaan pun paling penting ditata kembali, melihat 100 anak perusahaan banyak yang bagus, tapi tidak kalah banyak juga yang tidak bagusnya," kata Mustafa saat wawancara di CNBC Indonesia Exclusive.
Keberadaan anak-anak usaha BUMN ini tentu akan semakin kompleks kaitannya dengan rencana sejumlah holding-holding BUMN. Bila ada sebuah BUMN dengan segala anak cucunya diholding tapi kondisinya tak sehat, tentu akan berdampak pada kondisi BUMN lain yang ikut bergabung dalam satu holding. Namun, ada sisi positif bila holding dilakukan dengan tepat.
Mustafa menceritakan bahwa saat dirinya mengholding pupuk dan semen keuntungan dan pendapatan bisa mencapai dua kali lipat. Dari situ juga terjadi efisiensi, alokasi sumberdaya, penyebaran output atau produk yang akan menghasilkan banyak keuntungan.
"Mereka harus berani bikin lompatan, harus ada nilai tambah yang nyata. Saat itu saya berikan target, tidak mau tahu bagaimana melakukan efisiensi, peningkatan produktivitas, dan peningkatan kualitas yang penting tercapai," tegasnya.
Hal itu sejalan dengan gagasan yang disebut-sebut oleh Menteri BUMN sekarang, Erick Thohir. Ia bicara keinginannya mengembalikan BUMN ke bisnis inti (core business). Dia sempat menyinggung terlalu banyak anak-cucu BUMN yang berdampak pada budaya 'titipan' kroni dari oknum dan pensiunan.
Erick bilang, BUMN yang tak fokus pada core business-nya lebih baik di merger atau sekalian ditutup saja. Menurutnya, tidak bisa BUMN berdiri sendiri-sendiri dalam suatu sektor yang sama.
IPO BUMN yang Rumit
Selain soal, pembentukan holding BUMN agar efisien, ada tantangan dalam mengelola BUMN yaitu soal transparansi, salah satunya membuat BUMN IPO atau melantai di bursa sebagai perusahaan publik. Namun, Mustafa mengungkapkan bahwa untuk dapat melakukan IPO harus melewati prosedur yang cukup panjang.
"Salah satu karena diantaranya bukan hanya semata-mata pendekatan bisnis saja ada juga aspek politiknya untuk melakukan IPO," katanya.
"Kita harus mendapat persetujuan dari DPR dan harus ada peraturan pemerintah juga," kata Mustafa.
Menurutnya juga IPO bukanlah persoalan yang mudah, banyak pro kontra yang terjadi sehingga kadang-kadang terjadi politisasi
"Saya ingat waktu saya dulu saham Garuda dan Krakatau Steel sampai luar biasa lama, tapi Alhamdulillah bisa bertahan akhirnya bisa keluar dari kesulitan tersebut," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Ini Cara Atasi Pro dan Kontra Proses Restrukturisasi BUMN
Most Popular