Ada Omnibus Law, Hilirisasi Tambang Jadi Urusan Kemenperin?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
06 December 2019 19:19
Digarapnya Omnibus Law membuat urusan hilirisasi tambang pindah dari urusan ESDM ke Kemenperin
Foto: Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yunus Saefulhak. (CNBC Indonesia/Efrem)
Jakarta, CNBC Indonesia - Demi memperbaiki iklim investasi pemerintah kini tengah mendorong percepatan penyusunan omnibus law. Dalam pembahasannya tim perumus omnibus law mewacanakan nantinya Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) tidak lagi memiliki wewenang proses pemurnian mineral.

Wewenang tersebut akan dialihkan ke Kementerian Perindustrian, karena hilirisasi di Kementerian ESDM selama ini dianggap gagal. Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementrian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan ini baru wacana dan masih membutuhkan proses yang panjang. "Belum diputuskan masih pembahasan omnibus law terkait penarikan ini masih panjang di bahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)," terangnya.

Yunus menerangkan, saat ini sudah ada 11 smelter nikel eksisting. Hingga tahun 2022 akan ada 18 penambahan smelter baru. Artinya akan ada 29 smelter eksisting sampai dengan tahun 2022 dari proyeksi awal 41 smelter.

Dengan 29 smelter kapasitas input mencapai 69 juta ton nikel ORE per tahun, dari rencana awal 96 juta ton nikel ORE per tahun jika 41 smelter terbangun semua. Tahun 2019 dengan 11 smelter nikel eksisting kapasitas inputnya 26 juta ton nikel ORE per tahun.

"Dengan kapasitas input 69 juta ton bisa menghidupi smelter sampai 30 tahun ke depan. Udah segitu udah mantep. Sekarang ada 11 ya nggak gagal-gagal amat," ungkapnya di Kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Jumat, (6/12/2019).



Lebih lanjut dirinya memerangkan, dari rencana 41 smelter eksisting sisanya tidak lanjut kerena progressnya yang sangat lambat. Baru mencapai sekitar 10% dan bahkan di bawahnya. Menurutnya dengan 29 smelter di tahun 2022 sudah sangat cukup. "Kalau nambah lagi ya bonus aja itu," imbuhnya.

Yunus coba menerangkan batasan kewenangan pengaturan kegiatan pengolahan dan permurnian mineral antara Kementerian ESDM dan Kemenperin. Menurutntya Undang-Undang dan Peraturan tentang Hilirisasi dimulai dari UU Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan No 11 Tahun 1967, diikuti oleh PP No 17 Tahun 1986 dan Kepres No 16 Tahun 1987.

Kemudian UU Pertambangan Minerba No 4 Tahun 2009, PP No 23 Tahun 2010 dan diikuti dengan 5 kali perubahan, dan terakhir PerMen ESDM no 11 Tahun 2019. Beberapa bagian penting perjalanan pengolahan dan pemurnian pada Undang-Undang dan peraturan yang ada antara lain:

Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian telah diatur sejak Undang Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan. Pasal 2 : "pengolahan dan pemurnian: pengerjaan untuk mempertinggi mutu bahan galian serta untuk memanfaatkan dan memperoleh unsur-unsur yang terdapat pada bahan galian itu".

Dan Pasal 14 : Usaha pertambangan bahan-bahan galian dapat meliputi : penyelidikan umum; eksplorasi; eksploitasi; pengolahan dan pemurnian; pengangkutan;
penjualan. Dalam proses revisi UU Minerba, Kementerian Perindustrian meminta menghilangkan "pemurnian" dalam definisi Pertambangan, sehingga lingkup Pertambangan hanya sampai dengan Pengolahan.

Kementerian Perindustrian menggunakan dasar hukum UU No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, Pasal 1 ayat 2: Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri. Artinya akan merubah semua hal yang termasuk pemurnian yang ada pada Undang Undang dan Peraturan sebelumnya.

Yunus menyampaikan akan ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan jika kewenangan permurnian semuanya beralih ke Kementerian Perindustrian. Pertama, UU Minerba bila hanya akan mewajibkan Peningkatan Nilai Tambah (PNT) sampai dengan pengolahan, maka hal ini akan mengakibatkan terhambatnya proses PNT.

Karena UU Perindustrian tidak dapat mewajibkan IUP/IUPK/KK yang berada di sektor KESDM untuk melakukan Pemurnian. "Kewenangan yang ada di sektor ESDM, melakukan pemurnian wajib. Freeport mau bangun di Gresik (smelter) karena diwajibkan. Kalau dibiarkan mah nggak akan bangun," terangnya.

Kedua, Potensi penurunan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Misalnya PT Aneka Tambang Pongkor jika dihilangkan pemurniannya, maka perhitungan royalti hanya berdasarkan bijih batuan. Sebagai ilustrasi dengan tingkat produksi bijih emas sebesar 3,4 juta ton, maka iuran pajak daerah akan dibayarkan ke kas daerah sebesar US$ 0,8 juta.

Sedangkan apabila dimurnikan sampai dengan produk "ore bullion" maka emas yang dihasilkan akan mencapai 75.000 oz dengan penerimaan negara dari iuran produksi (royalty) adalah sebesar US$ 3,5 juta. "Jauh dong (selisihnya)," paparnya.

Ketiga, untuk pertambangan nikel skala besar seperti PT Aneka Tambang dan PT Vale Indonesia, apabila pengolahan dan pemurnian dipisah, maka proyek pemurnian menjadi tidak ekonomis. Keempat, menyebabkan penurunan investasi di sektor pertambangan, dan terakhir inefiensi perizinan.

Kemudian, imbuhnya, pemisahan pemurnian dari pertambangan dimungkinkan untuk beberapa mineral seperti nikel dan bauksit. Smelter yang stand alone pengaturan, pembinaan dan pengawasannya dapat ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian sebagai IUI.

Dirinya menerangkan industri pertambangan sudah menghasilkan intermediate product, yang dibutuhkan negara saat ini adalah membuat intermediate product jadi final product. "Ini tantangan besar perindustrian untuk menjadi barang jadi," ungkapnya.

Dirinya mencontohkan produksi nickel pig iron (NPI) 422 ribu ton nikel (tNi)per tahun. Kapasitas outputnya 319.220 tNi per tahun. Kebutuhannya hanya 30 tNi per tahun. Sehingga ada kelebihan 289.220 tNi per tahun yang akhirnya di ekspor.

"Ini harusnya bisa ditangkap industri baja,kabel. Tolong dibuat industri barang jadi misal baterai stainless steel diperbayak biar diserap dalam negeri," pintanya.

[Gambas:Video CNBC]


(gus/gus) Next Article RI New Normal, Luhut Tegaskan Hilirisasi Tambang Jalan Terus

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular