
Sri Mulyani Bicara Waspada Resesi, Ini Strategi RI
Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
05 December 2019 07:17

Jakarta, CNBC Indonesia - Didaulat sebagai The Best Minister 2019 oleh CNBC Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sampaikan pesan, ekonomi dunia sudah dekat dengan resesi. Pemerintah perlu waspada.
Sri Mulyani mengatakan, tahun 2019 merupakan tahun yang sulit. Karena ketidakpastian global terus terjadi, membuat pertumbuhan ekonomi dunia menjadi lambat.
"Lingkungan di mana kita berada masih tidak pasti. Kita sudah berharap adanya deal Amerika Serikat [AS]-RRT [Republik Rakyat Tiongkok/China]. Namun tiba-tiba ada perkembangan di Hong Kong, dan katanya agreement sama China nanti saja lah seusai Pemilu 2020," ujar Sri Mulyani dalam acara CNBC Indonesia Awards 2019 di Hotel Westin, Jakarta, Rabu (4/12/2019).
"Kita dihadapkan kepada situasi berharap, kecewa, berharap, kecewa."
Ketidakpastian tersebut menyebabkan kepercayaan diri dunia usaha menurun. Lebih parahnya, ketidakpastian terjadi dalam pola dan frekuensi yang tidak bisa ditebak. Yang pada akhirnya membuat forcast untuk perekonomian selalu meleset.
"Hari ini kita percaya proyeksinya begini, besok bisa berubah sama sekali. Ini pemberat dari kemajuan ekonomi dunia," ujarnya.
Untuk diketahui, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi dunia hanya tumbuh 3% pada 2019. Lumayan jauh melambat dibandingkan 2018 yaitu 3,6%.
"Kalau ekonomi dunia sudah [tumbuh] 3%, itu sudah dekat dengan resesi atau sudah resesi. Dunia terdiri dari negara maju dan berkembang, biasanya negara berkembang tumbuh lebih tinggi. Sekarang berarti sudah all across the board, berarti semua negara melemah," ungkap Sri Mulyani.
Penurunan pertumbuhan ekonomi global 0,6%, demikian Sri Mulyani, tidak main-main. "Itu sama seperti size-nya Afrika Selatan, berarti satu ekonomi hilang," tuturnya.
Sri Mulyani menegaskan, perlambatan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara di Asia bisa mnejadi pembelajaran bagi Indonesia dalam mengelola risiko bersama di tengah tekanan global yang tinggi. Sri Mulyani dan menteri kabinet lain siapkan strategi khusus.
Salah satu negara yang disoroti Sri Mulyani ialah India yang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2019, bersamaan dengan negara-negara lain yang juga melambat.
"Pada kuartal III-2019, India tumbuh hanya tumbuh 4,5%, ini penurunan tajam setelah dari 7%, lalu 6%, dan 4,5%," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani pun siap untuk menggelontorkan berbagai insentif. Langkah tersebut ditempuh untuk menggenjot investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Salah satu yang dipersiapkan adalah insentif perpajakan. Karena menurut Sri Mulyani, kebijakan fiskal merupakan alat yang sangat menolong dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan. Di tengah komponen penawaran atau investasi yang tengah melemah.
Pada kuartal III-2019, investasi atau Penanaman Modal Tetap Bruto (PDB) hanya tumbuh 4,21% year-on-year. Jauh melambat ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 6,96%.
"Pertumbuhan ekonomi memang di atas 5%, tetapi kita mesti mewaspadai investasi yang tumbuh di bawah 5%. Kita memberikan tax allowance, tax deduction, untuk meningkatkan competitiveness. Saya terus adjust kebijakan fiskal agar sesuai dengan tantangan yang kita hadapi," kata Sri Mulyani.
Selain itu juga, lanjut dia dalam waktu dekat, pemerintah akan segera menyerahkan RUU Omnibus law kepada DPR.
"Sering rapat di kabinet, di tempat wapres, makan siang-malam, dan menghilangkan halangan investasi. Ada 72 UU yang menghalangi dan di-address dalam omnibus law. Kemenkeu akan sampaikan omnibus law ke DPR pada Desember," ungkap Sri Mulyani.
Omnibus law akan menjadi payung besar bagi puluhan undang-undang terkait investasi dan penciptaan lapangan kerja. Jadi nantinya investor tidak perlu pusing lagi membolak-balik buku undang-undang, cukup merujuk ke omnibus law.
(sef/sef) Next Article Dunia Terancam Resesi Berjamaah di 2023, Nasib RI Gimana?
Sri Mulyani mengatakan, tahun 2019 merupakan tahun yang sulit. Karena ketidakpastian global terus terjadi, membuat pertumbuhan ekonomi dunia menjadi lambat.
"Lingkungan di mana kita berada masih tidak pasti. Kita sudah berharap adanya deal Amerika Serikat [AS]-RRT [Republik Rakyat Tiongkok/China]. Namun tiba-tiba ada perkembangan di Hong Kong, dan katanya agreement sama China nanti saja lah seusai Pemilu 2020," ujar Sri Mulyani dalam acara CNBC Indonesia Awards 2019 di Hotel Westin, Jakarta, Rabu (4/12/2019).
Ketidakpastian tersebut menyebabkan kepercayaan diri dunia usaha menurun. Lebih parahnya, ketidakpastian terjadi dalam pola dan frekuensi yang tidak bisa ditebak. Yang pada akhirnya membuat forcast untuk perekonomian selalu meleset.
"Hari ini kita percaya proyeksinya begini, besok bisa berubah sama sekali. Ini pemberat dari kemajuan ekonomi dunia," ujarnya.
Untuk diketahui, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi dunia hanya tumbuh 3% pada 2019. Lumayan jauh melambat dibandingkan 2018 yaitu 3,6%.
"Kalau ekonomi dunia sudah [tumbuh] 3%, itu sudah dekat dengan resesi atau sudah resesi. Dunia terdiri dari negara maju dan berkembang, biasanya negara berkembang tumbuh lebih tinggi. Sekarang berarti sudah all across the board, berarti semua negara melemah," ungkap Sri Mulyani.
Penurunan pertumbuhan ekonomi global 0,6%, demikian Sri Mulyani, tidak main-main. "Itu sama seperti size-nya Afrika Selatan, berarti satu ekonomi hilang," tuturnya.
Sri Mulyani menegaskan, perlambatan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara di Asia bisa mnejadi pembelajaran bagi Indonesia dalam mengelola risiko bersama di tengah tekanan global yang tinggi. Sri Mulyani dan menteri kabinet lain siapkan strategi khusus.
Salah satu negara yang disoroti Sri Mulyani ialah India yang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2019, bersamaan dengan negara-negara lain yang juga melambat.
"Pada kuartal III-2019, India tumbuh hanya tumbuh 4,5%, ini penurunan tajam setelah dari 7%, lalu 6%, dan 4,5%," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani pun siap untuk menggelontorkan berbagai insentif. Langkah tersebut ditempuh untuk menggenjot investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Salah satu yang dipersiapkan adalah insentif perpajakan. Karena menurut Sri Mulyani, kebijakan fiskal merupakan alat yang sangat menolong dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan. Di tengah komponen penawaran atau investasi yang tengah melemah.
Pada kuartal III-2019, investasi atau Penanaman Modal Tetap Bruto (PDB) hanya tumbuh 4,21% year-on-year. Jauh melambat ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 6,96%.
"Pertumbuhan ekonomi memang di atas 5%, tetapi kita mesti mewaspadai investasi yang tumbuh di bawah 5%. Kita memberikan tax allowance, tax deduction, untuk meningkatkan competitiveness. Saya terus adjust kebijakan fiskal agar sesuai dengan tantangan yang kita hadapi," kata Sri Mulyani.
Selain itu juga, lanjut dia dalam waktu dekat, pemerintah akan segera menyerahkan RUU Omnibus law kepada DPR.
"Sering rapat di kabinet, di tempat wapres, makan siang-malam, dan menghilangkan halangan investasi. Ada 72 UU yang menghalangi dan di-address dalam omnibus law. Kemenkeu akan sampaikan omnibus law ke DPR pada Desember," ungkap Sri Mulyani.
Omnibus law akan menjadi payung besar bagi puluhan undang-undang terkait investasi dan penciptaan lapangan kerja. Jadi nantinya investor tidak perlu pusing lagi membolak-balik buku undang-undang, cukup merujuk ke omnibus law.
(sef/sef) Next Article Dunia Terancam Resesi Berjamaah di 2023, Nasib RI Gimana?
Most Popular