
Internasional
Rujuk! Bukan Perang Dagang AS-China Tapi Jepang-Korsel
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
02 December 2019 14:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Hubungan politik dan ekonomi antara Korea Selatan (Korsel) dan Jepang makin membaik. Hal ini terlihat dari pernyataan Kementerian Perdagangan Korsel akhir pekan lalu.
Lembaga itu mengatakan baik Seoul maupun Tokyo sepakat untuk mengadakan pembicaraan pada minggu ketiga Desember. Pembicaraan dilakukan untuk membahas kontrol ekspor yang menyebabkan ketegangan kedua negara.
Menanggapi hal ini, analis senior WisdomTree Investments Jesper Koll mengatakan hubungan Korea Selatan dan Jepang memang membaik. Meski, masih ada ketidaksepahaman dalam beberapa hal.
"Hubungan Jepang dan Korsel sangat membaik, kedua belah pihak bekerja keras untuk menormalkan hubungan. Meskipun pandangan yang berbeda tentang peristiwa sejarah masih ada, namun pragmatism pada kebijakan ekonomi dan perdagangan siap untuk menang," kata Koll, sebagaimana dikutip dari CNBC International.
"(Tercapainya kemajuan ini karena) para pemimpin kedua negara telah menyadari bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk menunjukkan kepada negara-negara Asia lainnya bahwa perdagangan bebas berbasis aturan adalah fondasi terbaik untuk kemakmuran bersama tidak hanya di Korea dan Jepang, tetapi di seluruh Asia dan dunia."
Tanda-tanda hubungan kedua negara telah membaik juga terlihat dari upaya Presiden Korsel Moon Jae-in dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe untuk bertemu di sela-sela Pertemuan China-Jepang-Korea Selatan di Chengdu, China.
Sebelumnya, kedua kekuatan Asia ini telah terlibat dalam perselisihan perdagangan sejak Juli lalu. Pada bulan itu Jepang membatasi ekspor tiga bahan kimia ke Korea Selatan.
Padahal, bahan-bahan itu sangat penting untuk membuat semikonduktor dan layar display, yang mana sangat diperlukan perusahaan-perusahaan teknologi Korsel.
Pembatasan ekspor yang dilakukan Jepang terjadi karena Mahkamah Agung Korsel memutuskan menghukum perusahaan Jepang membayar kompensasi kepada warga Korsel yang dijadikan pekerja paksa selama Perang Dunia-II.
Sebagai tanggapan akan pembatasan ekspor, pada Agustus lalu warga Korsel melakukan boikot penjualan dan pembelian produk Jepang di sejumlah wilayah.
Hal ini kemudian berujung pada ancaman di mana Jepang berniat menghapus Korsel dari white list atau daftar yang bisa memberi negeri KPOP ini keringanan hambatan dalam berdagang dengan Jepang.
Keputusan kedua negara untuk mengupayakan solusi bagi perselisihan mereka terjadi di tengah suramnya kondisi ekonomi mereka.
Pada hari Senin, Reuters melaporkan bahwa aktivitas pabrik Korsel dan Jepang berkontraksi lagi pada bulan November. Apalagi untuk Jepang, yang telah dilanda bencana topan dan kenaikan pajak konsumsi serta penurunan permintaan global.
Jepang telah mencatatkan penurunan permintaan di keseluruhan sektor. Utamanya dalam ekspor kendaraan mobil, yang dipicu perselisihannya dengan Korsel termasuk perang dagang AS dan China.
"Prospek untuk kedua ekonomi tidak terlalu cerah, dan pertarungan perdagangan yang lebih intens dan sengit tentu tidak akan menguntungkan kedua negara," kata Direktur Asia Eurasia Group, sebuah lembaga peneliti ekonomi dan politik Asia, Scott Seaman.
(sef/sef) Next Article Tegang! Orang Korea Tak Mau Pakai Uniqlo, Kenapa?
Lembaga itu mengatakan baik Seoul maupun Tokyo sepakat untuk mengadakan pembicaraan pada minggu ketiga Desember. Pembicaraan dilakukan untuk membahas kontrol ekspor yang menyebabkan ketegangan kedua negara.
Menanggapi hal ini, analis senior WisdomTree Investments Jesper Koll mengatakan hubungan Korea Selatan dan Jepang memang membaik. Meski, masih ada ketidaksepahaman dalam beberapa hal.
"Hubungan Jepang dan Korsel sangat membaik, kedua belah pihak bekerja keras untuk menormalkan hubungan. Meskipun pandangan yang berbeda tentang peristiwa sejarah masih ada, namun pragmatism pada kebijakan ekonomi dan perdagangan siap untuk menang," kata Koll, sebagaimana dikutip dari CNBC International.
Tanda-tanda hubungan kedua negara telah membaik juga terlihat dari upaya Presiden Korsel Moon Jae-in dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe untuk bertemu di sela-sela Pertemuan China-Jepang-Korea Selatan di Chengdu, China.
Sebelumnya, kedua kekuatan Asia ini telah terlibat dalam perselisihan perdagangan sejak Juli lalu. Pada bulan itu Jepang membatasi ekspor tiga bahan kimia ke Korea Selatan.
Padahal, bahan-bahan itu sangat penting untuk membuat semikonduktor dan layar display, yang mana sangat diperlukan perusahaan-perusahaan teknologi Korsel.
Pembatasan ekspor yang dilakukan Jepang terjadi karena Mahkamah Agung Korsel memutuskan menghukum perusahaan Jepang membayar kompensasi kepada warga Korsel yang dijadikan pekerja paksa selama Perang Dunia-II.
Sebagai tanggapan akan pembatasan ekspor, pada Agustus lalu warga Korsel melakukan boikot penjualan dan pembelian produk Jepang di sejumlah wilayah.
Hal ini kemudian berujung pada ancaman di mana Jepang berniat menghapus Korsel dari white list atau daftar yang bisa memberi negeri KPOP ini keringanan hambatan dalam berdagang dengan Jepang.
Keputusan kedua negara untuk mengupayakan solusi bagi perselisihan mereka terjadi di tengah suramnya kondisi ekonomi mereka.
Pada hari Senin, Reuters melaporkan bahwa aktivitas pabrik Korsel dan Jepang berkontraksi lagi pada bulan November. Apalagi untuk Jepang, yang telah dilanda bencana topan dan kenaikan pajak konsumsi serta penurunan permintaan global.
Jepang telah mencatatkan penurunan permintaan di keseluruhan sektor. Utamanya dalam ekspor kendaraan mobil, yang dipicu perselisihannya dengan Korsel termasuk perang dagang AS dan China.
"Prospek untuk kedua ekonomi tidak terlalu cerah, dan pertarungan perdagangan yang lebih intens dan sengit tentu tidak akan menguntungkan kedua negara," kata Direktur Asia Eurasia Group, sebuah lembaga peneliti ekonomi dan politik Asia, Scott Seaman.
(sef/sef) Next Article Tegang! Orang Korea Tak Mau Pakai Uniqlo, Kenapa?
Most Popular