Waspada! Satu Tanda Bahaya Ekonomi RI: Penyaluran Kredit Loyo

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
02 December 2019 11:24
Waspada! Satu Tanda Bahaya Ekonomi RI: Penyaluran Kredit Loyo
Foto: cover topik/Bank Indonesia thumbnail/Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Pada periode kuartal III-2019, Bank Indonesia (BI) mencatat kredit yang disalurkan perbankan tumbuh melambat dibanding bulan sebelumnya. Penurunan penyaluran kredit lebih diakibatkan penurunan dari sisi permintaan.

Dalam laporan Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) Bank Indonesia, penyaluran kredit oleh perbankan pada kuartal III-2019 tumbuh 7,89% secara tahunan (year-on-year /yoy). Kredit tumbuh melambat dibanding kuartal sebelumnya yang tercatat mencapai 9,92% (yoy).

Semua jenis kredit mengalami perlambatan pertumbuhan. Pertumbuhan kredit terutama dipengaruhi oleh permintaan kredit korporasi yang belum kuat. Kredit modal kerja (KMK) tumbuh paling lambat pada kuartal III.

KMK tumbuh 5,94% (yoy), padahal pada kuartal IIKMK tumbuh 9,92% (yoy). Demikian pula kredit konsumsi (KK) juga tumbuh melambat menjadi 6,82% (yoy) dari 7,64% (yoy) pada kuartal sebelumnya. Hanya kredit investasi (KI) yang masih tumbuh tinggi dobel digit. BI mencatat KI tumbuh 12,84% (yoy) meskipun tak setinggi kuartal sebelumnya yang mencapai 13,85% (yoy).
Waspada! Penyaluran Kredit Loyo, Ekonomi Bisa Makin Lesu
Kontributor pertumbuhan kredit pada kuartal III-2019 yang utama adalah sektor lain-lain (konsumsi), konstruksi, perdagangan dan pengolahan. Penyaluran kredit ke sektor lain-lain (konsumsi) tercatat tumbuh 6,8% (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 7,6% (yoy) sejalan dengan kinerja konsumsi rumah tangga yang sedikit melambat.

Demikian pula, penyaluran kredit ke sektor perdagangan tumbuh melambat menjadi 4,7% (yoy) pada kuartal III-2019. Kredit sektor perdagangan tumbuh melambat dibanding kuartal sebelumnya yang mencapai 7,4% (yoy) sejalan dengan kinerja perdagangan eksternal yang masih terbatas.

Kredit yang disalurkan ke sektor konstruksi tumbuh 26,3% (yoy), lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhan kuartal sebelumnya yang mencapai 25,7% (yoy) sejalan dengan kinerja sektor konstruksi dan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang terus berjalan.

Sementara itu, kredit sektor industri pengolahan tumbuh melambat 5,6% (yoy) dibanding pertumbuhan kuartal sebelumnya yang mencapai 6,9% (yoy) sejalan dengan kinerja sektor industri pengolahan saat ini. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit untuk tahun 2019 mencapai 8% (yoy).
Waspada! Penyaluran Kredit Loyo, Ekonomi Bisa Makin Lesu
Jika ditinjau berdasarkan regionalnya, penyaluran kredit di Sumatera dan Jawa tumbuh di bawah 10% (yoy) sejalan dengan pertumbuhan ekonomi kedua wilayah yang moderat.

Sementara itu penyaluran kredit di beberapa wilayah di Sulawesi, Maluku, dan Bali-Nusra masih tumbuh tinggi di atas 10% (yoy) ditopang oleh kinerja ekspor, antara lain ekspor bijih nikel dari Sulawesi Tenggara, peningkatan ekspor semen dari Sulawesi Selatan, serta ekspor bijih besi dari NTB, dan ekspor semen dari NTT.

Penyaluran kredit di Kalimantan juga tumbuh lebih rendah dari triwulan II 2019 terdampak masih terbatasnya kinerja ekspor sumberdaya. Perlambatan pertumbuhan kredit dapat ditinjau dari dua aspek yaitu permintaan terhadap kredit serta ketersediaan kredit terkait likuiditas bank.

Perlambatan kredit yang terjadi saat ini lebih disebabkan dari segi demand, mengingat likuiditas perbankan masih terjaga. DPK pada triwulan III 2019 tumbuh 7,5% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 7,4% (yoy).

Peningkatan pertumbuhan DPK bersumber dari giro yang tumbuh 8,4% (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 7,2% (yoy). Pertumbuhan tabungan juga sedikit meningkat menjadi 6,5% (yoy) dari pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 6,3% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan deposito melambat, dari 8,3% (yoy) pada triwulan II 2019 menjadi 7,6% (yoy) pada triwulan III 2019

Untuk memberikan stimulus terhadap pertumbuhan ekonomi Bank Indonesia kembali melonggarkan kebijakan moneternya dengan menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 50 basis poin (bps).

BI menetapkan GWM Rupiah untuk Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah/Unit Usaha masing-masing menjadi 5,5% dan 4,0%, dengan GWM Rerata masing-masing tetap sebesar 3,0%, dan berlaku efektif pada 2 Januari 2020.

Tak hanya BI, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga menurunkan bunga penjaminan simpanan sebesar 25 bps menjadi 6,25% untuk simpanan rupiah di bank umum. Sementara untuk simpanan dalam bentuk valuta asing atau valas diturunkan juga 25 bps menjadi 1,75%. Sementara untuk BPS simpanan rupiahnya menjadi 8,75%.

Kalau pertumbuhan kredit terutama diakibatkan dari sisi permintaan terus mengalami perlambatan, perlu diwaspadai dapat menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi. 




TIM RISET CNBC INDONESIA

(twg/twg) Next Article BI Akan Luncurkan RPIM untuk Dorong Kredit Perbankan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular