Tanpa Aramco, Pertamina Tak Kuat Bangun Kilang Sendiri

Gustidha Budiartie & Tirta Citradi, CNBC Indonesia
20 November 2019 12:36
Tanpa Aramco, Pertamina Tak Kuat Bangun Kilang Sendiri
Foto: Pertamina (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan menyatakan jika negosiasi dengan Aramco terkait nilai investasi megaproyek kilang Cilacap masih buntu, tak menutup kemungkinan Pertamina akan bangun kilang sendiri. Walaupun mampu, membangun kilang sendiri dengan nilai sefantastis itu tetap saja berat.

Investasi kilang Cilacap memang masih menanti hitungan pasti yang sedang diaudit oleh lembaga audit. Ada selisih nilai valuasi antara PT Pertamina (Persero) dan calon investor raksasa Saudi Aramco. Nilai awal, investasi diperkirakan bisa mencapai US$ 5,6 miliar atau setara Rp 78,4 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.000/US. 

Selisih ini artinya ada kemajuan di lobi beberapa waktu ini. Semula valuasi nilai yang diajukan adalah US$ 5,6 miliar lalu ditawar oleh Saudi Aramco menjadi US$ 2,8 miliar, artinya ada perbedaan nilai 2 kali lipat. Jika tersisa selisih US$ 1,5 miliar dari valuasi, artinya lobi sudah digenjot ke angka US$ 4,1 miliar.

"Tapi kalau selisih audit tetap US$ 1,5 miliar, tidak ketemu. Kita tawarin dia yang lain, salah satunya kita tawarkan TPPI dan buat yang lain lah," ujar Luhut.

Jika masih buntu, Luhut membuka kemungkinan Pertamina untuk jalan sendiri. "Bisa saja, karena kalau tidak ketemu angkanya masa dia mau kawin kalau tidak cocok," jelasnya. Tapi pemerintah masih menanti sampai bulan ini.

Ketika kilang Cilacap berhasil di revitalisasi melalui Refinery Development Master Plan (RDMP), kapasitas produksi minyak dapat terangkat dari 348.000 bpd menjadi 400.000 bpd.



Namun untuk merevitalisasi kilang ini membutuhkan ongkos yang tak sedikit. Oleh karena itu membutuhkan investor dalam hal ini ditawarkan pada Aramco. Tak dapat dipungkiri Aramco merupakan target investor strategis yang tepat.

Aramco merupakan raksasa minyak dunia yang tengah melakukan penawaran perdana saham atau IPO. Valuasi Aramco ditaksir mencapai US$ 1,7 trilun atau setara dengan Rp 23.800 triliun.

Valuasi tersebut setara dengan 1,7x PDB RI dan menjadi perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar di planet bumi. Sehingga kemampuan Aramco untuk berinvestasi tidak dapat diragukan lagi.



Belanja modal Aramco pada semester pertama tahun ini saja mencapai US$ 14,5 miliar jauh melampaui target belanja modal Pertamina tahun 2019 yang mencapai US$ 4,3 miliar. Artinya kemampuan finansial Aramco untuk proyek revitalisasi kilang tak perlu diragukan. 

Selain itu, Aramco juga merupakan investor strategis yang memiliki keunggulan lain. Keunggulan lain Aramco yaitu dapat menyediakan pasokan minyak mentah untuk kilang-kilang RI. Inilah keunggulan yang Aramco miliki dan belum tentu investor lain punya. Perlu dicatat, pembangunan kilang bukan investasi duit semata dan memang marginnya tidak seberapa.

Kilang lebih berfungsi untuk daya tahan energi Indonesia. Memiliki investor yang sudah dijamin bisa memasok minyak untuk kilang menjadi nilai lebih, sebab risiko untuk mencari minyak di pasar dan ditebengi free rider untuk mengambil untung di impor minyak juga semakin mengecil. Jadi, kalau bisa, investasi Aramco ini jangan sampai lepas!



[Gambas:Video CNBC]

Kalau memang diskusi ini harus berakhir buntu dan Pertamina harus jalan sendiri tentu sangat disayangkan dan tentunya memberatkan. Risiko yang ditanggung Pertamina ketika berjalan sendiri bukanlah risiko yang kecil, baik dari segi risiko finansial maupun risiko lainnya. Potensi risiko yang ditanggung Pertamina itu harus jadi poin pertimbangannya. 

Kerja sama yang ditawarkan ke Aramco merupakan metode pembiayaan berbasis ekuitas Joint Venture Development Agreement (JVDA). Pembiayaan dengan JVDA memungkinkan adanya risk sharing antara kedua belah pihak sehingga risiko tidak hanya Pertamina saja yang menanggung. Belum lagi ditambah keunggulan Aramco yang mampu menyediakan pasokan minyak mentah. 

Jika diskusi dengan Aramco benar-benar buntu metode ini juga dapat ditawarkan ke investor strategis lainnya. Namun pertanyaannya adalah apakah investor lainnya juga memiliki keunggulan seperti Aramco? Itu pertanyaan besarnya. 

Walau memiliki arus kas yang sehat tetap saja investasi sebesar itu membutuhkan sumber pendanaan lain agar tidak mengganggu arus kas.

Pada semester pertama 2019, posisi arus kas Pertamina tercatat mencapai US$ 7,4 miliar atau setara dengan Rp 103,6 triliun.

Tahun depan diperkirakan belanja modal Pertamina naik hingga 211% dari tahun ini menjadi US$ 9 miliar. Jumlah tersebut dianggarkan untuk kebutuhan pengembangan kilang yang sudah mulai berjalan tahun 2020. Pertanyaan selanjutnya adalah dari mana sumber dana untuk belanja modal tersebut?

Selain metode berbasis ekuitas, metode pembiayaan lain yang dapat digunakan berupa pembiayaan berbasis utang.

Bisa dengan kredit sindikasi bisa juga melalui penerbitan surat utang. Namun, pembiayaan berbasis utang juga harus memperhatikan banyak hal mengingat pembiayaan melalui utang dikenakan bunga atau kupon pada obligasi.

Terkait dengan penerbitan obligasi, perlu diperhatikan juga berapa besarnya,bagaimana kemampuan bayarnya dan dampaknya terhadap rating utang Pertamina. Sampai akhir Juni tahun ini jumlah utang obligasi Pertamina mencapai US$ 11,1 miliar dengan peringkat utang BBB dengan outlook stable. 

Outlook Utang Pertamina

Kuatkah Pertamina Jalan Sendiri Kembangkan Kilang Sumber: Pertamina

Untuk kredit sindikasi perlu dipertimbangkan kondisi perekonomian global yang tengah dalam ketidakpastian yang membuat harga komoditas terutama minyak menjadi rentan berfluktuasi. Hal ini tentu menjadi risiko yang juga dipertimbangkan perbankan karena Pertamina melakukan aktivitas impor minyak. Perlu dicatat, impor minyak mentah Pertamina bisa mencapai 339.000 bpd.



Faktor lain yang juga harus diperhatikan adalah appetite perbankan serta kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit sindikasi dengan jumlah yang besar di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi dan kredit serta rasio kredit macet yang naik.

Kalau Aramco batal teken investasi dengan Pertamina (amit-amit), jangan sampai ini menghalangi pengembangan kilang minyak tanah air. Pasalnya kilang minyak jadi salah satu solusi untuk menekan defisit neraca migas yang jadi penyakit kronis RI selama bertahun-tahun. Suatu bentuk kedaulatan energi tanah air yang perlu diperjuangkan!



Praktisi migas dari Bimasena Energy Team yang juga eks bos Pertamina, Ari Soemarno, mengatakan sangat berisiko bagi Indonesia jika kerja sama ini dibatalkan. "Kalau Aramco batal masuk, bisa-bisa proyek kilang tidak jadi dibangun. Ini adalah kunci, untuk melihat progres kilang lainnya."

Arie memaparkan, kondisi finansial Pertamina saat ini tidak memungkinkan untuk membangun kilang sendiri. Apalagi Pertamina kini juga tengah membangun kilang Balikpapan yang menggunakan ekuitas sendiri. "Secara finansial Pertamina tidak akan mampu," tegasnya.


TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/gus) Next Article Bye Aramco, Pertamina Putuskan Bangun Kilang Cilacap Sendiri!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular