
Wahai Buruh! Sistem Upah Ini Bikin Gaji Naik Tinggi, Mau?
Efrem Siregar, CNBC Indonesia
19 November 2019 15:04

Jakarta, CNBC Indonesia - Persoalan upah jadi masalah yang sensitif, terutama menyangkut kenaikan upah minimum (UMP/UMK) setiap tahun. Kalangan buruh terus merangsek kenaikan upah yang tinggi, di sisi lain kalangan pengusaha gerah dengan kenaikan upah yang tinggi setiap tahun.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman mengungkapkan kalangan pengusaha di bawah Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sudah punya kerangka usulan soal skema pengupahan pengganti konsep upah minimum. Ia bilang konsep pengupahan baru ini berbasis produktivitas.
Ia bilang selama ini UMP/UMK rata-rata naik 8,5-8,7% per tahun tapi tak dibarengi dengan kenaikan produktivitas buruh. Sedangkan di negara-negara ASEAN hanya naik 2-4%. Bila sistem upah berbasis upah minimum terus dilanjutkan, maka akan menghambat investasi di Indonesia.
"Usulan kami melalui asosiasi bagaimana menerapkan upah berdasarkan produktivitas, pengusaha ingin pendapatan buruh tinggi, tapi produktivitas juga harus tinggi. Solusinya sistem upah berdasarkan produktivitas," katanya kepada CNBC Indonesia, Selasa (19/11)
Adhi mengklaim banyak negara yang sudah menerapkan sistem upah semacam ini. Ia mengilustrasikan sistem upah ini mengacu pada standar masing-masing perusahaan. Misalnya saat sebuah perusahaan menetapkan 10 sebagai batas standar kinerja, maka bila ada pekerja yang melampaui angka lebih seperti 15 akan mendapatkan gaji lebih tinggi dari yang biasa-biasa saja.
"Sekarang ini yang kerja lambat, jelek, sama saja dapatnya. Kalau jelek mau di-PHK pun ada pesangon," katanya.
Ia punya pengalaman saat berkunjung di salah satu pabrik di China. Para buruh di sana, biasanya setelah selesai kerja langsung melihat papan kinerja untuk mengetahui sejauh mana produktivitasnya, sehingga bisa memotivasi pekerja lebih produktif.
"Saya dengar ada karyawan sudah menerapkannya, dan karyawan happy. Ujung-ujungnya pendapatan karyawan lebih tinggi dari UMP, tapi cost unitnya perusahaan jadi rendah," kata Adhi.
Adhi bilang, konsep sistem upah berbasis produktivitas ini sudah disodorkan ke kementerian ketenagakerjaan, ia mengklaim pemerintah setuju. Namun, lagi-lagi kata dia, batu sandungannya adalah kalangan buruh.
Sementara itu, Presiden KSPI Said Iqbal mengaku belum pernah diajak bicara soal rancangan sistem upah berbasis produktivitas. Ia belum dapat konsepnya dari pengusaha. "Belum pernah diajak bicara. Harus ketemu dulu dengan serikat pekerja untuk mendefinisikan upah produktivitas itu apa? dan apa ukuran produktivitas?" tanya Iqbal.
(hoi/hoi) Next Article Bos Buruh Tak Rela Aturan Upah Minimum 2022 Dirombak Total!
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman mengungkapkan kalangan pengusaha di bawah Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sudah punya kerangka usulan soal skema pengupahan pengganti konsep upah minimum. Ia bilang konsep pengupahan baru ini berbasis produktivitas.
Ia bilang selama ini UMP/UMK rata-rata naik 8,5-8,7% per tahun tapi tak dibarengi dengan kenaikan produktivitas buruh. Sedangkan di negara-negara ASEAN hanya naik 2-4%. Bila sistem upah berbasis upah minimum terus dilanjutkan, maka akan menghambat investasi di Indonesia.
Pilihan Redaksi |
"Usulan kami melalui asosiasi bagaimana menerapkan upah berdasarkan produktivitas, pengusaha ingin pendapatan buruh tinggi, tapi produktivitas juga harus tinggi. Solusinya sistem upah berdasarkan produktivitas," katanya kepada CNBC Indonesia, Selasa (19/11)
Adhi mengklaim banyak negara yang sudah menerapkan sistem upah semacam ini. Ia mengilustrasikan sistem upah ini mengacu pada standar masing-masing perusahaan. Misalnya saat sebuah perusahaan menetapkan 10 sebagai batas standar kinerja, maka bila ada pekerja yang melampaui angka lebih seperti 15 akan mendapatkan gaji lebih tinggi dari yang biasa-biasa saja.
"Sekarang ini yang kerja lambat, jelek, sama saja dapatnya. Kalau jelek mau di-PHK pun ada pesangon," katanya.
Ia punya pengalaman saat berkunjung di salah satu pabrik di China. Para buruh di sana, biasanya setelah selesai kerja langsung melihat papan kinerja untuk mengetahui sejauh mana produktivitasnya, sehingga bisa memotivasi pekerja lebih produktif.
"Saya dengar ada karyawan sudah menerapkannya, dan karyawan happy. Ujung-ujungnya pendapatan karyawan lebih tinggi dari UMP, tapi cost unitnya perusahaan jadi rendah," kata Adhi.
Adhi bilang, konsep sistem upah berbasis produktivitas ini sudah disodorkan ke kementerian ketenagakerjaan, ia mengklaim pemerintah setuju. Namun, lagi-lagi kata dia, batu sandungannya adalah kalangan buruh.
Sementara itu, Presiden KSPI Said Iqbal mengaku belum pernah diajak bicara soal rancangan sistem upah berbasis produktivitas. Ia belum dapat konsepnya dari pengusaha. "Belum pernah diajak bicara. Harus ketemu dulu dengan serikat pekerja untuk mendefinisikan upah produktivitas itu apa? dan apa ukuran produktivitas?" tanya Iqbal.
(hoi/hoi) Next Article Bos Buruh Tak Rela Aturan Upah Minimum 2022 Dirombak Total!
Most Popular