
Belum Kapok! RI Impor 'Emas Putih' Sampai Rp 7 Triliun
Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
15 November 2019 18:21

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat RI telah melakukan impor susu sebesar US$ 521,56 juta atau sebanyak 214,56 ribu ton atau 214,56 juta kilogram (kg) sepanjang Januari-Oktober 2019. Nilai impor itu setara lebih dari Rp 7 triliun lebih.
Mengutip data BPS yang diterima CNBC Indonesia, nilai impor Januari-Oktober 2019 naik 22,49% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 yang sebesar US$ 404,26 juta atau sebanyak 180,03 ribu ton.
Adapun pada Oktober 2019, nilai impor susu mencapai US$ 60,28 juta, naik 20% dibandingkan dengan nilai September 2019 yang mencapai US$ 47,73 juta. Begitu juga, jika dibandingkan dengan Oktober 2018, impor susu naik 20,55% atau sebesar US$ 47,89 juta.
Secara rinci, impor terbesar susu pada Oktober 2019 berasal dari Selandia Baru sebesar US$ 18,61 juta atau naik 32,99% dibandingkan dengan September 2019 yang sebesar US$ 12,47 juta.
Disusul impor susu terbesar kedua berasal dari Amerika Serikat yang sebesar US$ 18,38 juta, naik 47,99% dibandingkan dengan bulan lalu yang sebesar US$ 9,56 juta.
Negara impor susu pada Oktober 2019 terbesar ketiga ditempati oleh Australia yang nilai impornya mencapai US$ 6,99 juta atau naik 57,94% dari bulan sebelumnya yang sebesar US$ 2,94 juta.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan bahwa impor barang konsumsi pada neraca perdagangan RI bulan Oktober 2019 mencapai US$ 1,44 miliar atau naik 2,02% jika dibandingkan bulan September 2019.
Menariknya, golongan barang barang ampas atau sisa makanan, merupakan salah satu barang yang mempunyai nilai impor tertinggi, atau mencapai US$ 257,5 juta pada Oktober 2019.
"Kalau dilihat disana, ada barang konsumsi yang meningkat. Kita impor kakao, apel, obat-obatan, anggur. Demikian juga beberapa barang konsumsi lainnya yang mengalami kenaikan," jelas Suhariyanto di kantornya, Senin (15/11/2019).
Ketua Dewan Persusuan Nasional Teguh Budiana mengatakan susu seharusnya jadi produk strategis terkait pembentukan sumber daya manusia. Ia menyebutnya susu sebagai 'emas putih'.
"Kenapa impor susu terus meningkat, karena kebutuhan terus meningkat tapi produksi dalam negeri tak bertambah," kata Teguh kepada CNBC Indonesia.
(hoi/hoi) Next Article Virus Corona Mengganas, Apa Kabar Perdagangan di Tanah Abang?
Mengutip data BPS yang diterima CNBC Indonesia, nilai impor Januari-Oktober 2019 naik 22,49% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 yang sebesar US$ 404,26 juta atau sebanyak 180,03 ribu ton.
Adapun pada Oktober 2019, nilai impor susu mencapai US$ 60,28 juta, naik 20% dibandingkan dengan nilai September 2019 yang mencapai US$ 47,73 juta. Begitu juga, jika dibandingkan dengan Oktober 2018, impor susu naik 20,55% atau sebesar US$ 47,89 juta.
Pilihan Redaksi |
Secara rinci, impor terbesar susu pada Oktober 2019 berasal dari Selandia Baru sebesar US$ 18,61 juta atau naik 32,99% dibandingkan dengan September 2019 yang sebesar US$ 12,47 juta.
Disusul impor susu terbesar kedua berasal dari Amerika Serikat yang sebesar US$ 18,38 juta, naik 47,99% dibandingkan dengan bulan lalu yang sebesar US$ 9,56 juta.
Negara impor susu pada Oktober 2019 terbesar ketiga ditempati oleh Australia yang nilai impornya mencapai US$ 6,99 juta atau naik 57,94% dari bulan sebelumnya yang sebesar US$ 2,94 juta.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan bahwa impor barang konsumsi pada neraca perdagangan RI bulan Oktober 2019 mencapai US$ 1,44 miliar atau naik 2,02% jika dibandingkan bulan September 2019.
Menariknya, golongan barang barang ampas atau sisa makanan, merupakan salah satu barang yang mempunyai nilai impor tertinggi, atau mencapai US$ 257,5 juta pada Oktober 2019.
"Kalau dilihat disana, ada barang konsumsi yang meningkat. Kita impor kakao, apel, obat-obatan, anggur. Demikian juga beberapa barang konsumsi lainnya yang mengalami kenaikan," jelas Suhariyanto di kantornya, Senin (15/11/2019).
Ketua Dewan Persusuan Nasional Teguh Budiana mengatakan susu seharusnya jadi produk strategis terkait pembentukan sumber daya manusia. Ia menyebutnya susu sebagai 'emas putih'.
"Kenapa impor susu terus meningkat, karena kebutuhan terus meningkat tapi produksi dalam negeri tak bertambah," kata Teguh kepada CNBC Indonesia.
(hoi/hoi) Next Article Virus Corona Mengganas, Apa Kabar Perdagangan di Tanah Abang?
Most Popular