Awan Mendung Selimuti Asia, Resesi?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
14 November 2019 12:02
Awan Mendung Selimuti Asia, Resesi?
Ilustrasi Yen Jepang (REUTERS/Kim Kyung-Hoon/Files)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar kurang enak beredar di Asia hari ini. Data-data ekonomi terbaru menunjukkan perlambatan ekonomi menjangkiti Benua Kuning dan bukan tidak mungkin bakal terjadi resesi.

Pagi tadi, Jepang mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019 sebesar 0,2% secara kuartalan yang disetahunkan (annualized). Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang mampu tumbuh 1,8% dan menjadi laju pertumbuhan terlemah sejak kuartal III-2018.

 

Pelaku pasar merespons rilis data ini dengan negatif. Maklum, konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan angka pertumbuhan ekonomi Jepang kuartal III-2019 di 0,8%.

"Permintaan domestik bisa menutup perlambatan di sisi eksternal. Namun ini tidak bisa terus diharapkan. Oleh karena itu, sepertinya ekonomi kuartal IV-2019 akan mengalami kontraksi," tegas Taro Saito, Executive Research Fellow di NLI Research Institute, seperti dikutip dari Reuters.

Pada kuartal III-2019, konsumsi rumah tangga Negeri Matahari Terbit tumbuh minimalis 0,4%. Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 0,6%.

Sementara ekspor, seperti disinggung Saito, terkontraksi 0,2%. Ekspor Jepang terpukul karena perang dagang dengan Korea Selatan dan terdampak perang dagang AS-China.

Kemudian di China, penjualan ritel pada Oktober tumbuh 7,2% year-on-year (YoY). Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 7,8% YoY dan menjadi laju terlemah sejak April.



Kemudian output industrial China pada Oktober naik 4,7% YoY. Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 5,8% YoY dan di jauh di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 5,4%.




Seperti di Jakarta, awan mendung dan hujan mewakili mood pelaku pasar hari ini. Data-data ekonomi yang gloomy menegaskan bahwa Asia tidak baik-baik saja.

China mungkin masih jauh dari resesi, karena ekonomi Negeri Tirai Bambu bisa tumbuh di kisaran 6%. Kekhawatiran soal resesi datang dari Jepang.

Japan Center for Economic Research (JCER) menyebut bahwa risiko resesi di Jepang mencapai 75,3%. Memang turun dibandingkan bulan sebelumnya, tetapi risiko resesi sudah melampaui 67% dalam dua bulan beruntun.



"Ketika probabilitas resesi lebih dari 67% dalam dua bulan berturut-turut, kami menilai itu adalah sinyal awal (resesi) kepada para pelaku bisnis. Peluang resesi cenderung naik," kata Takashi Miyazaki, Ekonom Senior JCER, dalam keterangan tertulis.

Jepang adalah perekonomian terbesar kedua di Asia, hanya kalah dari China. Jadi kala ekonomi Jepang melambat, maka dampaknya akan dirasakan oleh seluruh benua, termasuk Indonesia.

Jepang adalah salah satu negara tujuan ekspor utama Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor non-migas ke Jepang selama Januari-September 2019 adalah US$ 10,23 miliar atau 8,92% dari total impor non-migas.



Sementara di sisi investasi, Jepang juga merupakan negara yang penting bagi Indonesia. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan Jepang adalah investor ketiga terbesar di Indonesia selama periode Januari-September 2019.



Jadi kalau Jepang sampai resesi, maka Indonesia akan merasakan pukulan yang tidak ringan. Ekspor dan investasi akan melambat, sehingga ekonomi sulit tumbuh tinggi.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular